Bab 2. Pembunuh

1722 Words
“Perselingkuhan model ternama Indonesia dengan CEO T-Tech Company mendulang banyak perhatian publik. Masyarakat tidak menduga bahwa suami dari penulis nomor satu di Indonesia itu berselingkuh …” Herman mematikan teve. Ia tengah duduk di ruang kerjanya di rumah. Ruangan kerja Hermanto bernuansa coklat gelap. Aroma terapi di dalam ruangan itu akan membuat siapa saja yang masuk ke dalam sana merasa betah. Dan itu terjadi pada Herman. Laki-laki berusia 55 tahun itu lebih senang mengistirahatkan tubuhnya di ruang kerja ketimbang kamar. Rak buku mengelilingi sisi ruangan. Buku-buku tebal, penghargaan, foto-foto yang dibingkai sedang, vas bunga, cangkir hias, dan beberapa mainan antik mahal berbaris rapi di sana. Ruangan itu tidak terlalu besar. Hanya 8x8 meter. Empat sofa untuk satu orang disusun di tengah dengan meja kaca di tengah-tengah sofa. Herman bangkit dari meja kerjanya menuju sofa. Dengan gerakan tenang, ia menuang anggur ke gelas berkaki. Disesapnya aroma anggur itu dalam. Mata Herman sampai terpejam menikmati aroma anggur tersebut. Masih mengenakan setelan jas lengkap, Herman berusaha melupakan sejenak kelelahannya hari ini. Kabar yang tengah hangat menjadi perbincangan menyerap banyak tenaganya hingga mengharuskannya memikirkan solusi. Perolehan suara sementara turun empat persen. Herman belum menjadi yang terdepan, akan tetapi perolehan suaranya menurun. Itu membuatnya cukup stress hari ini. Pintu ruangannya terbuka, detik itu juga Herman melemparkan gelas berkaki itu ke pintu. Arya terperanjat, bergegas membereskan. Tangan terkepal Herman bergetar. Rangannya mengeras. Semua percobaan yang ia lakukan untuk menenangkan diri lenyap begitu saja saat pembuat onar itu muncul di hadapannya. Arya menelan ludah sebelum melangkah mendekati ayahnya. Sampai di depan Herman, Arya masih menundukkan kepala. Tubuhnya menggigil ketakutan. Herman berdiri. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Herman menarik napas, kemudian … “Dasar bodoh!” … ia menjegal kaki Arya hingga anaknya terjatuh ke lantai. Belum sempat Arya berdiri, Herman menendang d**a Arya, membuatnya semakin terjorok ke lantai. Saat Arya hendak bangkit, Herman menginjak kepala Arya dengan sepatunya. Ia memutar tapak sepatu itu di wajah Arya bagian samping. Ia melampiaskan semua kekesalannya hari ini kepada Arya. “Aku mememungutmu bukan untuk mencoreng namaku,” kata Herman geram. Tidak ada yang bisa Arya lakukan selain menerima perlakuan ayahnya mentah-mentah atau nyawanya akan melayang dengan mudah. Di usia 55 tahunnya, tenaga Herman masih bisa membunuhnya dengan sangat mudah. __00__ “Para karyawan berniat untuk melakukan demo esok hari, Bit,” kata Bagas memberi tahu. Ia tengah menyantap mie goreng di meja makan di rumahnya sambil bertelepon dengan Bita. Ponselnya ia letakkan di meja sambil menyalakan fitur loudspeaker. “Pastikan demo itu jangan sampai terjadi. Yakinkan mereka kalau aku bakal membayar semua gaji mereka.” Terdengar suara mesin mobil. Bita bangkit dari atas kasur, mengintip dari jendela kamarnya. Mobil Arya memasuki garasi. “Aku tutup dulu, Gas. Mas Arya pulang.” “Oke, Bit. Selamat berakting!” ejek Bagas sambil terkekeh. Bita duduk kembali di atas kasur. Ia memasang wajah penuh rasa kecewa dan lesu tidak bersemangat. Bita sudah lebih dulu membuat wajahnya seperti habis menangis dengan cara sengaja melunturkan maskaranya. Ia duduk sambil bersandar dan memeluk bantal. Perlahan pintu kamar terbuka, Arya mengintip. Bita tidak bereaksi dan itu mendorong Arya untuk langsung masuk ke dalam. Setelah pintu tertutup, Arya tersadar bahwa seharusnya ia tidak masuk terlebih dahulu sebelum bertanya apakah ia diperbolehkan masuk atau tidak. Namun, Arya tetep menanyakannya. “Em … Mas boleh masuk?” tanyanya lembut dan takut-takut. Bita diam. Tatapannya kosong lurus ke depan. Kamar bernuansa abu-abu yang biasanya hangat dan bersahaja terasa asing bagi Arya, namun tidak bagi Bita. Rasanya kamarnya telah berubah menjadi ruangan yang dipenuhi binatang-binatang menjijikkan, yang membuat Bita ingin segera keluar dari sana. Tapi, ia tidak bisa melakukan itu. Tidak ada jawaban dari Bita, Arya melangkah mendekati Bita kemudian berlutut. Arya meraih tangan Bita, mengusapnya lembut. “Mas salah. Mas siap menerima hukuman apa pun dari kamu.” Arya berkata selembut usapan tangannya. Bita menoleh perlahan. Matanya sudah bersaput air, satu detik kemudian, tumpah. Arya bangkit dan langsung memeluk Bita. Bita memanyunkan bibirnya geli dan mengerlingkan bola matanya malas. Ia membatin dalam hati, sayang sekali air mataku harus terbuang. Arya mengusap punggung Bita. Ia mengusapnya dengan tulus. “Maafin, Mas, ya? Mas janji gak akan mengulang perbuatan Mas. Mas akan jadi suami yang setia mulai sekarang.” Setia? Selama lima tahun pernikahan, kamu tidak pernah sekali pun mencintaiku, Mas. Pernikahan kita tidak lebih hanya untuk memuluskan rencanamu saja. Pelukan mereka merenggang. Bita memperhatian wajah Arya. Dipegangnya dengan kedua tangan. Bita memperhatikan setiap inchi dari wajah tampan Arya. Alis tebal, hidung mancung, dan bola mata coklat, tidak anyal jika Arya berhasil menipu banyak wanita dengan wajah tampannya itu. Bita melihat ada beberapa warna biru bekas pukulan. Juga luka di sudut bibir. Tangis pura-pura Bita semakin pecah. Tangannya membelai lembut luka Arya. Arya tersenyum, kemudian mengecup kening Bita. “Mas gak apa-apa. Ini cuman luka ringan saja kok. Besok juga sembuh. Sudah, jangan nangis lagi, ya.” Arya membelai rambut hitam lebat mengkilap Bita. Sekali pelukan lagi, Arya pamit pergi mandi. Bita tidak perlu berpikir dua kali untuk mengizinkan. Kalau bisa, sudah dari tadi Bita ingin muntah karena merasa jejap. Saat pintu kamar mandi tertutup, Bita bergegas bangkit dari kasur menuju meja riasnya. Ia mengambil tissue basah lalu mengusap keningnya yang dikecup oleh Arya tadi. Siapa yang sudi dikecup oleh orang yang ikut andil dalam kejahatan yang membuat orang tersayang dalam hidup Bita lenyap dari muka bumi. __00__ Rani masuk ke dalam kamar Gania yang saat itu tengah dimake-up. Agenda pertama yang akan ia lakukan pagi hari ini adalah meminta maaf kepada publik tentang tersebarnya video ranjangnya dengan CEO T-Tech Company. “Tolong keluar sebentar,” suruh Rani. Gania mengangkat tangannya, mengisyaratkan MUA untuk keluar dari kamarnya. Rani meletakkan sebuah kamera kecil seukuran biji salak di meja rias. Dengan ekspresi datar, Gania mengambil kamera tersebut. “Bukan Pak Arya yang menyebarkan video itu, Bu. Tapi ada seseorang yang sengaja mengincar Ibu. Kamera ini diletakkan di vas bunga tempat Pak Arya meletakkan ponselnya untuk merekam …. Jadi hasil angle videonya hampir mirip.” Tanpa sadar Gania menggenggam kamera kecil itu hingga remuk. “Kamu sudah temukan siapa yang memasangnya?” tanya Gania. Rani menunjukkan sebuah video dari tablet yang selalu ia bawa ke mana-mana. Di video itu terlihat seorang laki-laki memakai pakaian serba hitam lengkap dengan topi dan masker serupa memasuki kamar hotel tempat Arya dan Gania menginap, kemudian keluar beberapa menit setelahnya. “Kami sedang mencari orang ini, Bu. Saya akan segera memberitahukannya nanti.” Gania mengangguk, menyuruh Rani pergi dan memanggil MUA tadi untuk segera menyelesaikan make-up Gania. Gania terkekeh. Musuh-musuhnya berusaha menjatuhkannya dengan segala macam serangan dan bahkan hampir melukainya, namun, bagaimana bisa benda sekecil itu langsung membuat Gania mendapatkan citra buruk? Itu menggelitiknya. Gania harus segera menyelesaikan permintaan maafnya kepada publik dan segera mencari tahu siapa pemilik kamera tadi dan memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. __00__ Tidak bisa Arya pungkiri bahwa pukulan dan tendangan Herman kemarin malam membuat tubuhnya terasa sakit bahkan setelah bangun tidur. Arya melihat ponselnya, ada puluhan pangggilan masuk. Arya menoleh ke samping, Bita sudah tidak ada di tempat. Arya bergegas bangkit dan bersiap-siap kemudian berangkat menuju kantor. Tiba di kantor, ia tidak melihat satu karyawan pun sepanjang memasuki pintu utama hingga tiba di koridor menuju ruangannya di lantai 20. Pun petugas keamanan. Ke mana semua orang? batin Arya. Arya mendorong pintu dua daun. Seorang perempuan berhijab tengah duduk menghadap belakang di tempat kerjanya. Arya menilik sekejap, ia seperti mengenali perempuan itu. Mematri satu langkah, perempuan yang duduk di meja kerjanya putar badan. Arya benar, itu adalah Bita, perempuan yang jelas ia kenali. “Bita? Sedang apa kamu di sini?” tanya Arya sambil meneruskan langkahnya biasa saja tanpa tahu apa yang akan terjadi sebentar lagi. Bita mengodekan Arya menggunakan tangannya untuk berhenti berjalan. Ia bangkit dari kursi, kemudian mendekati Arya sambil membawa beberapa foto. Diserahkannya foto itu kepada Arya. Ekspresi Arya saat menerima foto itu membuat Bita ingin bersorak-sorai seketika, namun terpaksa ia tahan hingga berujung menjadi ekspresi seolah sudah tahu semuanya. Bita bertepuk tangan. “Luar biasa! Arya Pratama, pria yang selama ini hidup satu atap denganku, memperlakukanku bak ratu di istana megah, ternyata …,” Bita mendekatkan mulutnya ke kuping Arya, “… hanya memanfaatkanku saja.” Lidah Arya kelu. Ia ingin mengatakan semua yang ada di kepalanya, namun tidak bisa. “A-aku …” Yang keluar hanya suara gagap yang membuat Arya terlihat semakin terpojok. Ada lebih dari sepuluh lembar foto berukuran 8x8 cm. Di dalam foto itu menunjukkan Arya yang tengah bermesraan dengan beberapa perempuan. Bahkan ada yang sampai berhubungan intim. “Aku bisa—” Pintu ruangan diketuk. Bagas menundukkan kepalanya tanpa meminta izin sebelum masuk ke dalam, menganggu urusan rumah tangga orang. Ia membawa beberapa berkas untuk diserahkan kepada Bita yang kemudian diserahkan lagi kepada Arya. “Rasio hutang perusahaan besar sekali, Arya.” Bita tidak sudi lagi memanggil Arya dengan sebutan Mas. “Apa saja yang kamu lakukan selama ini? Aku bisa terima kalau kamu gak cinta samaku. Aku bisa terima itu. Sejak awal kita memang gak pernah benar-benar suka, kan? Kalau bukan karena wasiat Ayah, aku gak bakal mau nikah sama kamu. Tapi, kalau kamu sudah berani coba-coba merampas milik ayahku, aku gak bakal tinggal diam.” “Bita, ini—” Bita menoleh kepada Bagas, memberikan kode untuk mengirim rekaman video kepada Arya. Suara notifikasi ponsel Arya membuatnya bergegas melihat apa yang dikirimkan. Kalau bola mata Arya bisa copot, mungkin sudah sejak tadi bola matanya menggelinding di lantai karena dibuat terkejut beberapa lagi oleh Bita. Rekaman video itu menunjukkan dua mobil—satu mobil alm. ayah Bita--Tio dan satu lagi mobil Arya yang bertabrakan. Asap mengepul dari mobil Tio. Dengan kaki pincang, Arya keluar dari dalam mobilnya. Ia terlihat menghampiri Tio. Hanya sebentar, kemudian pergi meninggalkan Tio seorang diri di dalam mobil tersebut. Tidak terlihat sedikit pun di dalam video itu bahwa Arya berniat menolong Tio. Air mata Bita lolos. Ia tak kuasa menahan tangis melihat manusia keji yang menabrak ayahnya dengan sengaja bisa hidup nyaman tanpa rasa bersalah sedikit pun. Tangan Bita terkepal kuat dan bergetar. Mata Bita memerah bak singa yang siap menerkam mangsa. Tidak tahan, hingga akhirnya Bita melayangkan tamparan yang cukup kuat ke wajah Arya. Rasa sesak di d**a Bita kian meningkat. Bita berusaha membuka mulutnya untuk bilang, “Kamu tahu kenapa selama lima tahun pernikahan aku gak hamil? Karena aku gak sudi punya anak dari seorang pembunuh!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD