Chapter 02

1451 Words
    Bramwell Granville telah sampai di Mansion Griffin beberapa saat sebelum matahari terbenam. Musim gugur menyebabkan bola api raksasa itu lebih cepat bersembunyi dan meninggalkan kegelapan yang perlu diwaspadai. Matahari musim gugur selalu mengintip dengan malu-malu di balik awan muram. Angin dingin tanda bahwa sebentar lagi akan memasuki musim dingin bertiup dengan ganasnya. Mengeratkan mantel musim dinginnya yang tebal, ia akhirnya keluar dari kereta kudanya.     Mansion Griffin yang berwarna abu-abu menjulang ke atas dan seperti rumah bangsawan mana pun yang pernah Bram kunjungi, pintu rumah terbuka sebelum dirinya sempat mengetuk pintu.     Seseorang berwajah datar dan berambut keperakan menyambutnya. Diikuti dengan barisan pelayan lainnya yang berjumlah sekitar dua puluh orang. Mereka berusaha mengenalkan diri kepada tuan baru mereka, dan Bram yang memiliki ingatan tajam langsung bisa mengingat satu persatu nama dan tugas mereka.     Setelah acara basa-basi itu selesai, Bram mengamati sekeliling dan menemukan rumah yang terlihat muram. Tidak ada perabot berwarna cerah ataupun bunga-bunga segar di sudut ruangan yang memberikan sentuhan feminim. Atau barangkali, musim gugur yang menggigit telah membuat bunga-bunga enggan untuk bermekaran.     Namun mengingat bahwa earl sebelumnya memiliki tiga orang putri semestinya bisa membuat suasana rumah ini terlihat lebih berwarna ketimbang nuansa suram yang Bram rasakan saat ini.     Ia lalu duduk di kursi dekat dengan perapian, menunggu seseorang yang mungkin saja datang menyambutnya. Well, dia adalah Earl baru. Terasa wajar baginya ketika ia berharap ada seseorang yang turun menyambutnya alih-alih berada sendirian di sini.     Tidak berapa lama, Henry –sang kepala rumah tangga– datang bersama pelayan wanita lainnya yang membawakan senampan biskuit dan teh hangat. Bram sebenarnya lebih membutuhkan brendi untuk membuat dirinya hangat, namun untuk kali ini Bram tidak ambil pusing dan hanya mengangguk kepada kedua pelayan tersebut.     Tidak berselang lama, seseorang memberitahu kedatangan Dowager Countess Griffin. Dirinya lalu melihat seorang wanita paruh baya yang terlihat rapuh. Bram segera bangkit membantu Lady Nerida Whitney –sang dowager countess– duduk di kursi yang sebelumnya ia duduki. Kursi itu merupakan kursi terdekat dengan perapian dan Bram berpikir bahwa tubuh rapuh itu membutuhkan kehangatan di musim yang dingin seperti ini.     "Terima kasih. Kau baik sekali," ucap sang dowager lemah.     Bram sedikit berjengit ketika mendengar pujian tersebut. Seandainya sang dowager tahu pekerjaan apa yang Bram lakukan di masa lalunya, ia tidak akan mengatakan kata baik kepada dirinya. Nama Bramwell dan kebaikan tidak akan pernah cocok disandingkan dalam satu kalimat. Itu yang Bram yakini seumur hidupnya.     "Itu bukan apa-apa," katanya dengan suara berat. Bagi buruannya, suara Bram terdengar mengancam. Dan walaupun sedikit mengernyit karena ia tidak ingin menakuti wanita rapuh di depannya, Bram tidak bisa mengubah suaranya menjadi lebih hangat.     "Kau jelas orang yang baik. Kau membiarkan kami beradaptasi dengan kepergian suamiku setahun belakangan, dan kau datang untuk meringankan tugas putri sulungku, bukan?" ujar sang dowager lembut dan anehnya, terasa menghangatkan hati Bram.     Bram ingin menepis anggapan baik yang wanita itu sematkan kepadanya. Ia baru datang ke mansion ini karena meminta kepada sang ratu agar diikutkan dalan tugas terakhirnya yang belum selesai. Dan karena dirinya sudah di sini, itu berarti ia telah menyelesaikan tugas terkutuk itu yang tidak disadari oleh Bram, menjadi ambisinya selama ini. Kemudian setelah semuanya selesai, ia bahkan tidak merasakan rasa senang ataupun lega. Sebaliknya, ia merasakan hampa di hatinya.     Ia sudah terlalu lama terasing dari lingkungan sosial masyarakat. Bram berpikir bahwa ia akan menjadi seorang pemurung. Orang yang akan tinggal di dalam rumahnya yang sama muramnya dengan dirinya jika saja kewajiban mengemban gelar earl tidak menantinya.     Mungkin inilah jalan Bram untuk bisa menjadi manusia seperti yang lainnya.     "Aku hanya ingin menyambutmu, Anakku. Selamat datang dan terima kasih," ujar Lady Nerida lemah. Ia kemudian terbatuk dengan hebatnya, membuat tubuhnya bergetar dan dengan cepat, pelayan pribadi sang dowager datang kepadanya. Menepuk lembut dan mengelus punggungnya.        "Bukankah seharusnya kita memanggil dokter?" tanya Bram ketika merasa ikut menderita melihat tubuh sang lady yang berguncang hebat. Nerida mengangkat tangannya. Tersenyum dengan lemah ketika akhirnya batuknya berhenti. "Aku tidak apa-apa, Nak. Ini hanya karena udara terlalu dingin." Nerida menepuk-nepuk lembut lengan Bram. Meminta sang pelayan membantunya untuk beristirahat dan lagi-lagi membuat Bram seorang diri di tengah-tengah ruang tamu kediaman Griffin.     Bram tidak pernah menyangka bahwa akan menemukan sosok dowager yang terlihat sakit dan rapuh, rumah yang suram. Dan ya Tuhan... tidak adakah yang bisa menjelaskan kepadanya di mana ketiga putri dari sang earl yang terdahulu?     Bram lalu berteriak memanggil Henry, dan bertanya kepadanya, "Di mana keberadaan ketiga putri earl yang terdahulu?"     Henry masih menunduk hormat. Wajahnya terlihat datar dan lelah. Bram tidak habis pikir apa yang mereka lakukan sehingga terlihat selelah ini.     "Lady Helena dan Lady Emily sedang mengunjungi pusara mendiang Lord Whitney, Milord," ujarnya hormat.     Bram mengernyit. Merasa bahwa pelayannya baru menyebutkan dua nama dari putri sang earl. Ia tetap menunggu berapa lama dan Henry masih terdiam. Itu benar-benar membuat Bram gusar dan pada akhirnya, Bram berbalik. Menutup pintu dengan hentakan yang membuat Henry sedikit tersentak kaget namun tetap terdiam di tempatnya.     Dirinya tahu bahwa perbuatannya akan memungkinkan dirinya untuk dipecat, namun ia tidak bisa mengabaikan permintaan Lady Veronica yang tidak menginginkan earl yang baru mengetahui apa yang sedang ia lakukan. Meskipun, yang sang lady lakukan di dalam kamarnya adalah hal yang sama dan terus menerus ia ulangi. Menghela napas lelah, Henry meminta pelayan untuk membereskan sisa makanan dari Lord Bramwell.      Sementara itu kaki panjang Bram membawa dirinya menyusuri kediaman Griffin. Ia selalu tidak bersuara ketika berjalan dan ia selalu bisa bersembunyi dengan mudahnya. Pekerjaannya sebagai mantan mata-mata kerajaan telah membuatnya menjadi seseorang yang waspada. Berusaha untuk menjaga sikap dan tingkah lakunya di mana pun dirinya berada.     Siang itu Bram habiskan dengan mengobservasi kediaman Griffin dan Bram bisa menyimpulkan bahwa keluarga ini dalam keadaan sekarat. Bramwell sedang berada di perpustakaan, mengagumi koleksi buku ketika mendengar suara derap kuda dan sura tergopoh dari para pelayan yang kemudian datang.     "Henry, panggil dokter Thrusbone. Mary, siapkan teh hangat dan sup," ujar sebuah suara yang terdengar panik.      Bram lalu mengamati dari jendela ketika wanita dengan surai merah, tanpa menggunakan mantel musim dinginnya keluar dengan tergesa dari kereta kuda. Kemudian seorang pelayan muda mengangkat buntalan tebal berisi seorang gadis dengan surai keemasan di dalamnya.      Bram mengernyit. Berniat turun dan membantu mereka sampai akhirnya ia menemukan bahwa keberadaan dirinya di tengah situasi panik itu tidak akan membantu. Sebaliknya, ia bersembunyi. Berniat kembali ke perpustakaan sebelum mendengar seseorang menyebut namanya.      "Tenyata memang benar kau adalah Bramwell Granville," ujar pria itu ramah. Dokter Thrusbone menepuk pundak Bram akrab. Memberikan kenangan tersendiri bagi Bram mengenai pria tua baik hati itu.     "Aku harus bergegas, tapi kita harus bicara," ujarnya lagi sebelum Bram sempat bersuara.Lagi-lagi ia ditinggal seorang diri. Mungkin memang dirinya memilki hawa keberadaan yang tipis sehingga tidak mudah terlihat. Atau mungkin itu adalah kemampuannya yang tidak sengaja ia latih ketika masih bekerja di White Hall.      Bram menghabiskan sore hari dengan bosan. Berusaha membaca buku apa saja sementara otaknya berusaha mencerna apapun dari buku tersebut. Namun ia tidak bisa fokus. Ingatannya dengan kurang ajarnya membawa kepada kedua gadis yang ia lihat tadi.      Bagaimana kabar gadis pirang yang terlihat tidak berdaya itu? Kemudian, apa yang sedang gadis bersurai merah itu lakukan saat ini?      Benak Bram berputar-putar. Ia sungguh ingin tahu karena selama ini, ia selalu bisa bertahan hidup dengan mengandalkan informasi yang ia dapatkan. Bram sudah membuat analisis di otak cerdasnya. Hanya saja, ia tidak bisa tenang jika dirinya belum bertemu dengan orang-orang tersebut.      Pintu perpustakaan kemudian diketuk, menampilkan lagi-lagi sosok Henry yang mengatakan bahwa makan malam telah siap. Yah barangkali di meja makan mereka akan berkumpul yang mana membuat semua harapan Bram kandas seketika ketika dia berada di ruangan makan. Ia tidak menemukan siapa pun di meja makan dan membuatnya semakin geram.      "Di mana yang lain?" tanya Bram tidak sabar.      "Lady Nerida meminta makanan di antarkan ke kamarnya sementara dengan keadaan Lady Emily-" suara Henry tercekat. Ia lalu menggeleng dengan cepat. "Milord, saya khawatir karena Lady Helena belum memakan apapun sejak tadi. Tetapi Milady cukup keras kepala untuk beristirahat," ujar Henry pada akhirnya.     Henry benar-benar sangat khawatir dengan Helena dan Henry tidak tahu lagi kepada siapa ia bisa meminta tolong.      "Kalau begitu, di mana Lady Veronica?"      Henry bungkam. Henry adalah seorang pria yang selalu memegang janjinya walaupun dirinya hanyalah seorang pelayan.      Menghela napas lelah, Bram merasa telah kehilangan nafsu makannya. "Di mana Lady Helena?" tanyanya kemudian.      Jika memang Henry lebih mengkhawatirkan kondisi Lady Helena dibanding memberikan informasi mengenai Lady Veronica, maka itulah yang bisa ia dapatkan saat ini.      Lagi pula, Bramwell memang cukup penasaran kepada sang lady dengan surai merah tersebut. Mengenai asal usul sang lady yang merupakan anak angkat earl terdahulu, Bram telah mengetahuinya dan ia semakin tertarik mencari tahu mengenai karakter sang lady.      Bram lalu bangkit dari kursinya. Tanpa bertanya kepada sang pelayan dan menuju ruang kerja tempat di mana sang lady berada. Tetapi pertama-tama, Bram harus memasang topengnya terlebih dahulu.   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD