Hari Yang Menegangkan

556 Words
Ketika memasuki ruang kantor, banyak mata yang menatap dan mengawasi ke arah Verga yang sedang berjalan. Gadis itu heran, apakah ada yang salah dengan penampilannya?! Sepertinya, saat mengaca tadi tidak ada yang salah dengan dirinya. Pakaiannya pun tak terlalu mini. Makeup juga tidak menor. Rambut? Masih seperti biasa. Verga memicingkan mata. Berpikir keras untuk menemukan kesalahan dalam dirinya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam meski terus terang ia tak bisa menyembunyikan ketegangan. Suasana kantor agak berbeda. Sedikit panas dan ada hawa mencurigakan. Tak seperti biasanya mereka seperti itu. "Cieeehhh ... yang habis dapat kiriman bunga! Dari siapa, tuh .... Bikin iri, deh!" celetuk Kania dari meja kerjanya sambil senyum-senyum bahagia karena melihat sahabatnya itu mendapatkan buket mawar merah. "Akhirnya, wedding planner kita akan ada yang menikah!" Kinar tak mau kalah. Dia juga ikut-ikutan menggoda teman kerjanya itu. "Kenapa sih kalian?" tanya Verga heran. Ternyata, ia belum menyadari ada karangan bunga mawar merah yang terletak di meja kerjanya. "Eh, siapa yang menaruh ini di sini?" tanyanya penasaran sekaligus merasa aneh ketika melihat buket bunga mawar yang sangat cantik di hadapannya. Gadis itu mencium kelopak mawar yang merekah. Harum. Aromanya semerbak dan menelusup hingga ke relung jiwanya. Entah kenapa, hatinya menjadi tenang setelah menghirup aroma bunga yang ada di genggamannya. Buru-buru gadis yang memakai gaun warna toska itu membuka amplop dan membaca kartu nama yang ada di dalamnya. Di sana tertulis Your Ex- Barack! Verga cepat-cepat menutup kartu ucapan itu. Memasukkannya lagi ke amplop dan menyimpannya di dalam laci agar tak ada yang melihat bahwa buket mawar itu dari tunangan kliennya. Bisa repot kalau ada yang tahu bahwa calon suami Serly adalah mantan kekasihnya. Barack ... apa sih yang kamu inginkan? Gadis itu membatin sambil mendudukkan dirinya diatas kursi. Ia meminum air putih yang ada di pojok mejanya yang telah disiapkan office girl. Tenang Verga ... tenangkan dirimu ... acuhkan saja pria itu dan kembalilah ke duniamu. Verga berbicara pada dirinya sendiri agar tidak menggubris Leon Barack. Ingat, Verga ... sebentar lagi mantan kekasihmu itu akan menikah .... "Apa kau suka bunganya?" sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke dalam inbox. Verga hanya mendengus setelah membaca pesan itu. Ia tak ingin membalasnya. "Apakah kau sedang mengabaikanku? Apakah aku harus datang ke kantormu?" sebuah pesan masuk lagi. Kali ini bernada ancaman. Mau tak mau Verga membalas pesan itu. "Apa maumu? Aku tak suka bunga. Kubuang di tempat sampah!" "Benarkah?" "Yasudah kalau tidak percaya! Berhentilah menggangguku!" "Aku merindukanmu." Deg! Membaca balasan dari Barack membuat jantung Verga berdesir. "Terserah!!!" "Kau masih sama kalau marah. Terlihat lucu." "Berhentilah menggodaku, Barack!" "Aku menunggumu di Marina Bay. Mari makan malam bersama. Jam delapan." "Hey!! Jangan seenaknya memutuskan!" "Barack!! Apa kamu sudah gila?!" "Hei! Aku tidak mau makan malam dengan calon suami orang!" Tak ada lagi tanggapan dari Barack. Gadis itu menggaruk-garuk kepalanya. Ia heran dengan Barack kenapa bertingkah seperti itu? Verga!!! Apa yang harus kamu lakukan?!!!! Hampir jam tujuh malam sementara Verga masih saja mondar mandir di kamarnya. Ia tak ingin menemui Barack, tapi bagaimana jika dia tiba-tiba muncul di kantornya? Bagaimana jika orang lain berpikiran yang tidak-tidak tentangnya? Arggghhhhhh. Kepala gadis itu tiba-tiba pusing. Ia seperti dipukul godam dengan sangat keras. Dia bingung harus bagaimana? Apakah ia harus keluar dari tempat kerjanya agar tidak bertemu dan berurusan lagi dengan Barack? Tapi, Verga terlalu mencintai pekerjaannya. Duh ... kenapa jadi jadi gini sih, ceritanya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD