Nomor Misterius

671 Words
Cukup lama Verga mematung sambil mengamati nomor yang muncul di layar telepon pintarnya. Meskipun gadis itu tidak mengangkat panggilannya, sepertinya, pemilik nomor itu sangat gigih hingga menghubunginya berkali-kali. Drrrttt ... drrrtttt ... ponsel Verga yang ada dalam genggamannya bergetar. "Jika kau tidak mengangkat panggilanku, aku akan meneleponmu terus menerus hingga kau bosan!" Sebuah pesan bernada ancaman masuk ke dalam inboxnya. Saat nomor itu menghubungi lagi, akhirnya dengan jengah Verga mengangkatnya. "Aku kira kau juga tak bisa membaca," sindir seseorang di seberang telepon dengan jenis suara *baritone *di ujung telepon.Gadis berusia duapuluh tiga tahun itu tahu persis siapa yang sedang berbicara. Leon Barack. Orang yang beberapa saat lalu terus hinggap di kepalanya seperti lalat hijau yang mengerubungi makanan dan siap-siap menebarkan telur serta penyakitnya. "Cepat bicaralah. Aku sedang sibuk!" Verga menjawab dengan ketus. Namun Barack justru terkekeh karena mendengar suara mantan kekasihnya yang seperti bergetar," Apa kau berusaha menghindariku?" Goda lelaki berusia duapupuh lima tahun itu. "Aku senang karena kau sibuk memikirkanku." "Apakah ada hal lain yang ingin kamu bicarakan? Jika tidak, aku akan menutup teleponnya." "Apa kau mengancamku? Baiklah kalau begitu ... bagaimana jika aku sekarang ke rumahnmu?" Verga mendengus. Antara kesal dan tak bisa menyembunyikan dirinya yang sedang grogi. "Apa yang sebenarnya kamu inginkan?" "Mmmmhh ... tidak. Tidak ada. Aku hanya ingin tahu kenapa kau menghindar? Bukankah hari ini seharusnya kau yang mengantar kami ke resort?" Gadis itu diam sejenak. Mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kata-kata yang ada di dalam dadanya. "A ... ak ... aku hanya sedang tidak enak badan!" "Oh, begitukah? Itu sebabnya cara bicaramu terbata-bata?!" Sial! Sungguh sial! Verga merutuk dirinya sendiri. Kenapa ia begitu bodoh dan lemah dihadapan Barack?! "Apa kau menghubungiku hanya untuk mengejekku. Kalau begitu, lakukanlah sepuasmu. Aku akan mendengarkan!" "Untuk malam ini itu saja. Aku akan mengejekmu lagi besok. Kau harus segera sembuh agar aku tak perlu membawamu ke rumah sakit ketika kau jatuh pingsan," ucap lelaki berahang kokoh yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu kemudian menutup teleponnya. Sementara Verga hanya duduk termangu karena bingung dengan perasaannya sendiri. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tak mungkin memperturutkan perasaannya meskipun ingin. 5 tahun lalu .... Dua orang wanita tengah duduk berhadapan di sebuah cafe di sudut kota. Suasana cafe sore itu tak begitu ramai, hanya ada beberapa orang yang mengobrol sambil menikmati gelas-gelas dihadapan mereka yang berisikan teh atau kopi yang telah dipesan. Dua wanita itu terlihat diam. Yang satu wanita paruh baya dan satunya lagi terlihat masih usia belasan. Rambutnya hitam sebahu, dan tidak ada polesan di wajahnya. Berbeda dengan wanita yang ada di depannya. Rambut pendek model bob, riasan tebal dengan lipstick warna merah merona yang menampilkan kesan garang! Ia memandangi Verga dengan matanya yang hitam dan bulat. Tatapan mata itu seperti hendak menerkam gadis berusia delapan belas tahun yang sedang menunduk di depannya. Verga sama sekali tak berani menatap balik. Tubuhnya gemetar, seperti anak tikus yang sedang berhadapan dengan kucing kelaparan. "Apa benar kamu yang namanya Verga?" tanyanya dengan nada judes. "Benar, Tante. Saya Verga," jawab gadis itu ragu. Kepalanya tetap tertunduk. "Tinggalkan Barack! Saya tidak suka kamu pacaran dengannya. Saya dengar dia membayar uang semesteranmu?!" "Tapi, Tante?" Gadis itu mendongak karena tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. "Tidak ada tapi-tapian! Dimana harga dirimu sebagai seorang gadis?! Saya tidak pernah menyukai gadis yang matre sepertimu!" "Saya mengaku salah,Tante. Saya tidak tahu kalau Barack membayarnya. Saya baru tahu beberapa hari lalu." "Tidak usah membantah! Intinya saya tidak suka pada gadis sepertimu! Saya tidak akan membiarkan Barack memilih gadis yang orangtuanya bercerai sepertimu! Lihatlah hasil didikan mereka!" ucap mama Barack terakhir kali sebelum meninggalkan Verga yang berlinang air mata karena kata-kata perempuan itu benar-benar seperti belati yang menghujam jantungnya. Ia sudah berjanji pada kekasihnya akan mengembalikan uang Barack. Itu memang salahnya karena perceraian, ekonomi keluarganya menjadi tak stabil. Tapi, menyalahkan mama dan papanya atas apa yang terjadi, sangat membuat Verga sakit hati dan marah. Gadis itu tak peduli jika harus dicaci. Tapi tidak dengan orangtuanya! Mereka adalah orang berharga dalam hidupnya. Bahkan, Verga rela mempertaruhkan nyawa demi kehormatan mereka. Apalagi cinta!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD