Nomor Misterius

653 Words
Verga menjatukan tubuhnya di tempat tidur. Ia merasa lelah yang teramat sangat hari ini. Kulitnya terasa lengket namun ia malas untuk bangkit dari ranjang dan mandi. Dia ingin langsung saja tidur jika saja mampu memejamkan mata dengan mudah. Gadis itu menggulingkan tubuhnya ke kanan. Menghadap ke jendela kaca yang tirainya terbuka. Verga melihat mawar-mawar yang bermekaran di taman. Indah. Seperti sisi lain dari hatinya. Perjumpaannya dengan Leon Barack masih menyisakan seutas kebahagiaan yang tak bisa dipungkiri. Sementara di sisi lain, pria itu akan menikah dengan Serly. Perempuan yang menjadi kliennya dan sangat penting baginya. Sebagai wedding planner, tugas terpenting Verga hanya satu. Menjadikan acara pernikahan itu lancar dan kedua mempelai bertemu serta mengucap janji setia di altar. Namun di sisi yang lain, d**a Verga terasa begitu sesak. Napasnya kembang kempis serta ada rasa sakit disana dan sekilas gadis itu merasakan kecemburuan. Cemburu? Pantaskah Verga merasakan hal itu? Dia bukan siapa-siapanya Leon Barack melainkan hanya mantan kekasih. Verga jadi ingat apa yang Barack katakan padanya. Bahwa lelaki itu masih mencari Verga. Masih mencintainya. Dan ingin tahu apa alasan gadis itu meninggalkannya. Apakah itu artinya mereka memiliki kesempatan untuk bersama kembali? Tidak, Verga! Tidak! Gadis itu buru-buru menepis pikiran untuk memadu kasih kembali dengan mantan kekasih yang pernah dulu ia campakkan. Tapi, gadis itu tak mampu berdusta. Cinta itu nyata-nyata ada meski telah sekian tahun berpisah, terhalang jarak, waktu juga tempat, cinta itu tak pernah musnah! Ia ingin sekali bertemu Leon Barack. Mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi beberapa tahun lalu. Tapi, bagaimana jika pertemuam itu akan menyakiti Serly? Bagaimana jika dia tak lagi bisa menghindari percikan-percikan kerinduan yang selama ini terpendam? Bagaimana jika dia yang akan menyebabkan pernikahan itu gagal? Arrrgggghh!!!! Verga ingin sekali berteriak! Ia ingin mengutuk tapi kepada siapa hendak melakukannya? Verga meraih tas yang ada di atas kepalanya. Mengelurkan ponsel dan menekan nomor teman kerjanya. Kinar. "Halo, Kinar? Aku mau minta tolong." Verga mengawali pembicaraan dengan nada lesu. "Minta tolong apa, Verga?" "Temani Serly dan tunangannya ke tempat yang akan dijadikan acara pernikahan mereka, ya? Please ...." Gadis itu memelas agar Kinar mengiyakan permintaannya. Dan sesuai yang Verga perhitungkan, tanpa menunggu lama Kinar langsung mengiyakan. "I love you, Kinar! I love you! Aku tertolong karenamu!" ucap Verga lalu memutus sambungan teleponnya. Ia bersyukur Kinar mau membantunya jadi dia tak perlu lagi bertemu Barack yang ia cintai sekaligus Verga takuti. Dia tak ingin merusak hubungan orang lain. Apalagi mereka akan segera menikah. Terlebih, Serly terlihat begitu mencintai tunangannya. Verga tak mau menghancurkan cinta wanita lain karena ia pun seorang wanita yang sedikit banyak memiliki perasaan yang sama. Yaitu, tak ingin disakiti apalagi diselingkuhi. **** Seusai makan malam Verga langsung masuk ke kamarnya. Hari ini ia sama sekali tidak pergi ke mana-mana. Yang ia lakukan hanya membaca buku dan menulis artikel-artikel ringan di blognya. Meskipun cukup lama ia tinggal di Singapura, tapi gadis itu sama sekali tak tertarik mengunjungi setiap sudut kota yang menjadi pujaan setiap pelancong terutama yang dari Indonesia. Daripada menghabiskan waktu hanya untuk jalan-jalan, ia lebih memilih mengurung diri kamar saat tidak bekerja. Membersihkan kamar, mengecat kuku-kukunya yang lentik atau sekadar berbaring memikirkan hal-hal di masa lalunya. The bed's getting cold and you're not here The future that we hold is so unclear But I'm not alive until you call And I'll bet the odds against it all Save your advice 'cause I won't hear You might be right but I don't care There's a million reasons why I should give you up But the heart wants what it wants The heart wants what it wants Suara ringtone lagu Selena Gomez berjudul The Heart Wants What it Wants terdengar oleh Verga. Ada panggilan masuk. Buru-buru gadis itu bangkit dari tempat tidur dan mengambil ponselnya yang terletak di atas meja riasnya. Tidak ada nama dilayar telepon seluler itu. Hanya muncul nomor yang tak dikenal. Dan entah kenapa degub jantung Verga terasa begitu kencang dan tubuhnya gemetar. Ia ragu. Mengangkat telepon atau mengabaikannya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD