1. Kebodohan yang hakiki√

1523 Words
Tante akan menggantungnya di tiang listrik. Benar-benar menyebalkan!” Faramita atau Fara, perempuan yang masih terlihat cantik meskipun usianya telah memasuki kepala empat itu terus menggerutu sejak tiba di depan rumah putra semata wayangnya. Sedang di sebelahnya, Kinan hanya menggelengkan kepala. Tantenya itu terlihat seperti gadis muda yang tengah sensitif karena sesuatu hal. “Ini alasan kenapa tante bersikeras menolak Jeza tinggal sendiri. Gini nih, pas butuh sangat susah ditemui. Apa iya, tante harus mendatanginya lebih dulu?” Kinan mendengus pasrah. Haruskah ia meminta warga untuk menghajar Jeza karena membuat Fara menggerutu terus menerus? Telinganya bukan hanya menerima asupan kata-kata menggerutu, tapi ia butuh lebih dari itu. Misalkan pacar? Tidak nyambung! Kinan memang kadang aneh. “Tante, tolong deh, jangan cuma menggerutu tidak jelas. Mending kita masuk ke dalam! Tante bisa mengekspresikan amarah Tante dengan cara menendang Jeza ke neraka.” Ucapan Kinan memang luar biasa menggelikan. Menghasut seseorang dengan sangat enteng seolah sedang membalikkan telapak tangan. Namun, percayalah, ia tidak sungguh-sungguh akan itu! “Tante bukan hanya menendangnya ke neraka. Tapi mencincangnya lalu melemparkannya di kandang buaya.” Kinan tersenyum simpul. “Tapi percuma kalau buayanya enggak ada!” Secepat kilat ia berlari sebelum Fara menghadiahi jeweran di telinganya. Tangannya dengan spontan memutar knop pintu rumah Jeza. Tidak dikunci! Alis Kinan naik sebelah. Ia mencium gelagat tidak menyenangkan di rumah sepupunya itu. “Tante duluan. Biar habis itu anak di tangan tante.” Kinan mundur memberi jalan untuk Fara. Ia mengikuti dari belakang. Oke, hatinya sedang berdendang riang, sebentar lagi pertunjukan secara langsung akan terjadi. “Jeza!” Teriakan itu menggema, membuat Kinan terpaksa berlari menuju kamar Jeza. Ia mengurutkan kening bingung lantaran melihat Tantenya terduduk di sofa yang ada di dalam kamar. “Ada apa, Tan?” Kinan belum menyadari apa pun. Otaknya yang biasa paling cepat bereaksi malah berjalan lambat layaknya siput. Fara menunjuk ke arah ranjang dan Kinan dengan lugunya mengikuti arah jari Fara. “Ya Tuhan!” pekiknya tertahan. Mata membulat sempurna, bahkan bola matanya seakan melompat dari tempatnya. Di depan mata, Jeza tertidur. Mungkin terlihat biasa atau normal saja. Selimut sebatas pinggang dan bagian atas tanpa baju. Wajar, tapi sayangnya kewajaran itu penuh nilai kecurigaan lantaran di atas ranjang ada pakaian dalam perempuan. Kinan mendekat. Menelusuri tubuh atas Jeza. Ada beberapa bekas cakaran dan yang semakin membuatnya opini mereka kuat adalah bau alkohol yang menyengat di tubuh Jeza. “Tan, Kinan harap Tante kuat untuk ini!” tukasnya sedikit penuh penekanan. Lagi, Kinan mencari tahu. Ia memutari ranjang mencari apakah ada bukti lain. Mungkin ada perempuan yang bersembunyi di balik selimut. Namun, nihil! Kosong tak berbentuk. “Bagaimana?” Suara Fara tercekik di tenggorokannya. “Kinan ke kamar mandi, mungkin ada sesuatu yang bisa menjawab kecurigaan kita!” Kinan melirik kamar mandi sekilas lalu ke ranjang di mana Jeza masih tertidur. “Gua harap ini hanya guyonan penyambut hari cerah.” Langkahnya terhenti tepat di depan kamar mandi. Ragu, tapi berusaha menepiskan akan itu. Pelan, tapi pasti pintu terbuka. Gelap, tapi Kinan berusaha masuk ke dalam. “Dasar bocah! Lampu kamar mandi saja dibiarkan mati.” Menggerutu sembari mencari skalar lampu. Dan terang. “Aaaa!” Teriakan Kinan menggema bersamaan dengan kakinya yang melangkah keluar dari kamar mandi. Fara mendekat. Gurat kebingungan menguasai wajahnya. “Ada apa?” Kinan hanya menunjuk ke kamar mandi dan Fara dengan cekatannya menuju ke sana. “Ya Tuhan!” pekiknya sembari menutup mulutnya dengan kedua tangan. Di lantai seorang perempuan tergeletak tak sadarkan diri. Yang membuat Fara tidak habis pikir adalah perempuan yang tidak ia tahu siapa itu dalam keadaan telΔnjang dan pergelangan tangannya terluka. Sepertinya perempuan itu mencoba untuk bunuh diri. Fara mendekat dan mencoba menyentuh nadi. Tidak akan lucu jika perempuan itu mati di rumah putranya. “Kinan, bawakan selimut!” perintah Fara. Tanpa banyak tanya, Kinan membawa selimut yang ia ambil dari lemari. Menutupi tubuh telanjΔng dan mencoba membopongnya ke kamar. Namun, kekuatan dua perempuan tidak mampu mengangkat tubuh yang pingsan. “Kita butuh bantuan bocah tengil itu.” Kinan kembali ke kamar dan dalam hitungan ke satu ia menjambak rambut Jeza dengan sangat kuat. “Bangun!” Sembari berteriak tepat di telinga si korban. “Aaaa! Sial! Sakit!” gerutu Jeza yang terkejut dengan perlakuan Kinan. “Bangun! Dan selesaikan masalah yang lo buat, Monyet!” Mengerjapkan matanya berkali-kali, itu respons Jeza. Sebenarnya itu terjadi karena kesadarannya belum pulih sepenuhnya. “Buruan bangun. Oh jangan lupa pakai celana. Gua enggak mau mata indah ini terkotori karena melihat tubuh telanjΔng lo.” Kinan menuju kamar mandi. Jeza menggeleng bingung. Sepupunya itu memang gila! TelanjΔng? Mana mungkin ia telanjΔng? Namun, tetap saja tangannya mencoba mengangkat selimut yang menutupi tubuh bawahnya. “Sial!” pekiknya saat menyadari jika tubuhnya memang tidak memakai apa pun di balik selimut itu. “Buruan ke sini! Jangan sampai gua menendang bagian bawah lo itu!” Suara Kinan kembali terdengar. Buru-buru Jeza mengambil celana yang tergeletak di lantai. Memakainya asal lalu menuju kamar mandi. “Dia siapa?” Ia terkejut melihat perempuan tergelak tak sadarkan diri di kamar mandi rumahnya. “Jangan banyak tanya! Buruan angkat ke kamar.” Fara memerintah. Jeza segera membopong tubuh itu. Ia tidak mungkin menunggu perintah kedua, karena ia tahu betul bagaimana sifat dari perempuan yang telah melahirkannya itu. Bisa-bisa hidupnya berakhir di rumah sakit dengan selang oksigen menyumbat hidungnya. Mamanya itu memiliki kekuatan ekstra untuk mengirimnya ke neraka dunia. Dengan hati-hati Jeza meletakkan tubuh itu ke atas ranjang. Memperhatikan wajah cantik nan pucat itu. Kemudian beralih ke pergelangan tangan yang terluka dan darah mengering. “Tan, Kinan sudah menghubungi dokter Alea dan sebentar lagi ia akan tiba.” Kinan menyimpan ponselnya ke saku celana. “Terima kasih.” Fara mengelus lengan Kinan. Lalu beralih pada Jeza yang masih fokus pada perempuan yang tergeletak di ranjang. “Kamu perlu menjelaskan apa yang terjadi. Jika tidak, mama bersumpah akan memecatmu jadi anak.” Jeza frustrasi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Menjelaskan apa? Ia bahkan tidak ingat apa yang terjadi? “Aku enggak ingat apa yang terjadi. Terakhir yang melekat di kepalaku hanya saat memasuki diskotek dan memesan beberapa botol minuman.” Fara menepuk pundak Jeza. “Jadi perempuan itu?” Tunjuknya pada korban. “PelΔcur?” Jeza asal menyahut. “PelΔcur tidak akan berniat bunuh diri setelah ditiduri.” Kinan geram sendiri. “Kita bahas saat dia sadar.” Fara mengambil jalan tengah. “Apa dokter Alea masih jauh?” “Seperti sebentar lagi.” Kinan menjawab. Tidak ada lagi yang bersuara. Kinan duduk di pinggir ranjang. Sedang Fara memilih keluar dari kamar. Lalu Jeza mengambil posisi dekat jendela. Otaknya masih tidak habis pikir apa yang terjadi. “Pengaruh alkohol!” monolognya. Ia ingin tenggelam ke dasar laut untuk saat ini! **** “Bagaimana Alea?” Dokter muda itu dihadiahi pertanyaan oleh Fara. Dokter Alea menutup pintu kamar. “Tidak apa-apa. Luka di tangannya tidak terlalu serius.” Kemudian terkekeh. “Mungkin karena alat yang ia gunakan adalah sikat gigi. Ide dari mana sampai ia berhasil meruncingkan benda tersebut. Serasa tengah menonton drama laga yang luar biasa mencengangkan.” Ekspresi Dokter itu sangat menggemaskan. Fara menghela napas lega. “Terima kasih.” Dokter Alea mengangguk. “Saya pamit.” Setelah dokter muda itu pergi, Fara kembali ke kamar. Ia menatap Jeza yang terduduk di lantai dengan posisi menekuk. Di tangan terdapat KTP dan jelas itu bukan milik Jeza. Fara meraih KTP itu dan membacanya pelan. “Seira Cantika. Usianya bahkan masih sembilan belas tahun.” Fara terduduk di samping Jeza. “Kamu menghancurkan kehidupan satu perempuan. Apa yang ada di pikiranmu saat melakukan itu?” Jeza menengadah wajahnya, fokus pada Fara yang masih duduk di sampingnya. “Aku tidak ingat apa pun, Ma. Pengaruh alkohol!” Fara menjambak rambut Jeza kuat. “Itulah kenapa mama melarangmu meminum cairan terkutuk itu. Jika seperti ini, apa yang akan kamu lakukan?” Jeza tidak menyahut ataupun protes. Apa yang dikatakan oleh mamanya ada benarnya. Seandainya ia mampu memutar waktu, ingin rasanya tidak berada di posisi mengerikan ini. Tidak menyentuh alkohol dan juga berharap hubungannya dengan Kayla tidak berakhir setragis ini. Hatinya lagi-lagi teriris! Luka semakin menganga. Di saat ia sakit karena sebuah pengkhianatan, kini ia kembali sakit karena ulahnya sendiri. Meskipun pengaruh alkohol. “Apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahan satu malamku?” Fara mengelus punggung Jeza, menyalurkan kekuatan. Meskipun ia tahu semua kesalahan berawal dari Jeza bukan berarti ia harus menyudutkan hingga ke dasar tanah. “Bertanggung jawab. Jangan lari dari kenyataan yang sudah ada di depan mata. Hadapi! Mama harap kamu tidak menambah kesalahan untuk kedua kali.” Masih tidak ada sahutan. Jeza menitikkan air mata. Ia tidak mungkin lari dari kenyataan ketika telah menghancurkan masa depan seorang perempuan yang menolongnya. Dia bukan pengecut meskipun brengs3k. Namun, masalahnya, bagaimana ia menghadapi kenyataan itu? Jika satu-satunya jalan terbaik adalah menikahi perempuan bernama Seira itu, tidak masalah! Hanya saja, apakah semua akan baik-baik saja? Di antara mereka tidak ada cinta bahkan terlalu asing. Pertemuan karena sebuah insiden mengerikan! Jeza ingin sekali membanting kepalanya di dinding. Kenapa seperti beban jatuh menumpuk di pundaknya? Haruskah ia meneriaki penentu takdir? “Aku akan menikahinya.” Final Jeza membuat Fara tersenyum kecut. Putranya dalam masalah serius!  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD