Masalah

1202 Words
Esok hari adalah hari terburuk dalam hidup Dirga. Tidak ada satupun permintaan untuk armada yang masuk. Sedangkan pesanan armada dari perusahaan lainnya dicancel. Dia tidak habis pikir kenapa semua rekan bisnisnya yang biasa meminta jasa ekspedisi miliknya tak satupun yang menghubungi. Dirga memijit kepalanya dan terus memantau perkembangan permintaan lewat aplikasi yang kini dimonitor Silvi. "Bagaimana Sil, apa ada permintaan yang masuk?" tanya Dirga. Silvi menggeleng sedih. Dia sendiri khawatir kenapa tidak ada satupun rekan perusahaan Dirga yang meminta jasa armada. Padahal kemarin ada puluhan pesanan baik itu darat maupun laut. "Ngak ada sama sekali mas. Bahkan pak Tommy membatalkan semua permintaan." "Apa?" Badan Dirga serasa lemas. Pak Tommy adalah klien yang paling potensial karena memiliki perusahaan besar yang biasanya mengirim barang ke luar negeri. Silvi mulai merasa khawatir dengan masa depannya. Jika Dirga bangkrut maka ia tidak akan bisa meminta uang lagi. Yang lebih buruk, ia akan diminta Dirga menjual barang yang sudah ia belikan. 'Aku tidak mau hidup dengan pria miskin. Bagaimana ini? aku harus kabur dari sini...' batin Silvi. Silvi mulai mengecek saldo perusahaan. Tidak banyak yang tersisa karena semuanya digunakan untuk biaya perawatan kendaraan, pajak dan juga gaji karyawan. Dirga sendiri bahkan mengucurkan dana dari kantongnya sendiri untuk menambal kekurangan dana akibat sedikit permintaan. Total yang ada di rekening perusahaan kini tinggal dua puluh juta. "Bagus, aku akan mengambil semuanya saat Dirga pulang, " guman Silvi. Seandainya semua barang hadiah dari Dirga termasuk mobil kalau Silvi dijual, maka nilainya akan mencapai milyaran. Namun ia tidak mau berinvestasi pada Dirga yang nampak tak memiliki harapan. Di matanya dia adalah Atm rusak. Tak ada gunanya ditunggu. 'Enak saja. Kalau kamu nanti bisa bangkit lagi sich ngga masalah. Tapi hutang mu di bank juga banyak. Dengan kata lain kamu sudah ngak punya harapan Dirga.' Rencana sudah Silvi siapkan dengan matang. Namun saat ini ia ingin memberikan ide gila yang mungkin saja akan Dirga setujui. "Mas, kenapa kamu ngak nyuruh istri mu pinjam uang ke orang tuanya?" Dirga segera menatap tajam pada Silvi. Harga dirinya terlalu tinggi untuk meminta bantuan pada wanita yang sudah ia abaikan selama ini. "Kalau saja aku tidak memelihara mu, mungkin aku masih punya muka untuk pinjam sama mertuaku. Aku masih punya harga diri. " "Tapi kan..." "Sudah diam. Kamu itu cuma peliharaan jadi duduk yang manis saja." Dirga sama sekali tidak perduli kalau Silvi sakit hati. Ide yang ia berikan tadi benar-benar menginjak harga dirinya. Silvi menginjak lantai dengan marah lalu pergi ke mejanya. Padahal ia hanya ingin Dirga meminjam uang tapi kenapa dia justru mengangkutkan dirinya yang menjadi kekasih Dirga. 'Kan wajar kalau menantu pinjam uang mertua. Ngak ada yang salah dengan itu.' Diam-diam Silvi berniat mengirim pesan pada Naia tentang masalah yang dihadapi Dirga. "Mbak Naia pasti akan membantu mas Dirga. Dia kan sangat mencintai mas Dirga." Silvi ingat kalau Naia pernah memergokinya dan Dirga berciuma di kantor. Saat itu sengaja menunjukkan pada Naia kalau Dirga mencintai walau sudah menjadi suami Naia. Tanpa disangka Naia tidak mengajukan cerai pada Dirga. Dia juga tetap diam meski Dirga membawanya ke rumah mereka dan tidur di sana. "Walaupun tahu aku sudah tidur di rumahnya tapi dia tetap tidak meminta cerai. Bukankah itu artinya dia akan melakukan apapun untuk mas Dirga?" guman Silvi. "Ya, tidak ada jalan lain." Sebelum mengambil keputusan terburuk, Silvi ingin membuat jalan keluar untuk Dirga. Siapa tahu usahanya berhasil. To Naia. Mba, perusahaan masa Dirga sedang dalam masalah keuangan. Bisakah mba menolongnya? Send. Silve tersenyum licik. Dia tinggal menunggu balasan dari Naia. Hanya saja waktu sudah lama berselang akan tetapi tidak ada balasan dari Naia. "Kau kira aku akan menyerah." Silvi mengirim pesan lagi pada Naia. Kali ini dia bertingkah seperti malaikat yang rela meninggalkan Dirga asal kekasihnya tidak hancur. To Naia Mba, aku tahu kalau mbak benci aku. Kalau mbak bersedia membantu mas Dirga maka aku akan meninggalkan dia. Send. Di tempat lain, Naia yang membaca pesan dari Silvi tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Pesan yang dikirim Silvi sangat bagus dan menguntungkan Naia. "Aku terharu kau mau berkorban untuk mas Dirga." Hanya itu kalimat yang Naia kirimkan pada Silvi. Setelah itu ia mengambil tas dan berniat pergi ke rumah ayahnya. Ada banyak hal yang akan ia diskusikan pada ayahnya. Lalu menunggu Dirga pulang dari kantor. *** Silvi segera menemui Dirga setelah membaca pesan dari Naia. Wajahnya berbinar seolah menemukan harta karun. "Mas, lihat pesan Naia. Dia setuju membantumu. " Dirga yang sejak tadi menghubungi semua rekan-rekannya mendongak. "Apa?" "Aku tahu mas akan menolak meminjam uang langsung dari mertuamu jadi aku mengirimkan pesan pada Naia." "Hah kenapa kamu melakukan itu?!" kesal Dirga. Ini seperti merendahkan dirinya di depan Naia. Silvi buru-buru menenangkan Dirga. Tangannya membelai sang kekasih agar tenang. "Jangan marah dulu mas. Ingat, pinjaman bank mas Dirga akan jatuh tempo. Usaha juga sedang sepi. Lagi pula mba Naia mau bantu kok. Ya meskipun nantinya kita pura-pura ngak berhubungan lagi." Dirga mulai mencerna apa yang Silvi katakan. Usaha ekspedisi ini milik keluarga. Hidup keluarga besarnya tergantung pada usaha ekspedisi ini jadi kalau sampai dia tidak membayar hutang bank besok maka bank akan melelang armadanya. 'Andai saja aku ngak jalan-jalan keliling Eropa kemarin sama Silvi, aku pasti bisa membayar angsuran bank.' Ekspedisi keluarga besar Dirga memang besar tapi tidak cukup besar seperti perusahaan taraf internasional. Jadi satu kesalahan bisa membuat usahanya hancur. Dan sekarang ia mulai merasakan imbas memiliki simpanan. "Baiklah. Aku akan menemui Naia. " "Gitu donk mas. Aku rela berhubungan diam-diam asal mas Dirga bisa Jaya lagi." "Kau memang sangat pengertian. " Malam itu Dirga menemui Naia di kamarnya. Dia berniat mengetuk pintu kamar Naia. Namun ia mendadak gerogi. Tangannya pun tak sanggup mengetuk pintu itu. 'Kenapa aku merasa tegang?' batin Dirga. Sudah setengah jam ia menunggu di depan kamar Naia. Selama itu pula ia menyiarkan diri untuk mengusir rasa bersalah dan gerogi yang menjalar. 'Ini demi perusahaan,' tekad Dirga dalam hati. Ketukan di pintu menarik perhatian Naia yang asyik mengetik sesuatu di laptop. Dia membuka pintu dan melihat semuanya berdiri dengan senyum aneh. "Mas Dirga? ada apa?" tanya Naia. "Aku dengar kalau kamu bersedia menolong ku asal aku berpisah dari Silvi. Besok dia udah ngak kerja di perusahaan ku lagi," jelas Dirga. Naia menatap Dirga yang saat ini melihatnya dengan penuh harap. "Siapa yang bilang kalau aku mau membantumu?" tanya Naia tenang. "Silvi sudah salah paham mas. Aku bahkan sudah menyiapkan surat cerai." "Apa? Naia, aku saat ini benar-benar butuh bantuanmu. Kalau tidak perusahaan ku akan bangkrut." "Kenapa aku harus membantu suami yang bangkrut gara-gara selingkuh? mas jalan-jalan keliling Eropa kayak orang bulan madu. Manjain Silvi dengan belanja has yang harganya semahal mobil. Mas kira aku gila?" ucap Naia. Dirga ternganga. Dia tidak menyangka kalau Naia tahu semuanya. "Dari mana kamu tahu?" Naia mengambil ponselnya dan memperlihatkan isi chat Silvi. "Simpanan mas yang pamer ke aku. Ngak hanya itu dia juga mengirim adegan ranjang kalian ke aku. " Dirga terdiam. Sungguh ia tak menyangka kalau Silvi bertindak sejauh itu. "Kalau kau masih punya harga diri, malam ini pergi dari sini. Ini rumahku." Dirga tidak bisa pergi begitu saja. Dia mulai berpikir apakah ia perlu berlutut di depan Naia agar istrinya ini tidak menceraikan dirinya dan membantu keuangan perusahaannya. Dirga tidak tahu bagaimana harus mempertanggung jawab kan tindakannya pada perusahaan ke keluarganya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD