Bab 224 : "Temaram."

1245 Words
]Menjelang senja matahari baru memunculkan sedikit sinar dan rupanya hal itu sudah agak terlambat karena ufuk barat segera memanggil untuk kembali terbenam. Tapi sinar keemasannya yang menempel pada pepohonan dan bukit-bukit begitu memukau hingga sayang untuk dilewatkan. Anoosheh mengajak Mihlail untuk memanjat barisan bukit yang lebih tinggi dan agak bercadas. Ia membawanya ke pinggiran pohon elm di pinggir tebing, tepat di pinggir sekali hingga jika pohon itu bergeser sedikit saja maka ia akan musnah ke dalam jurang terjal sedalam puluhan kaki. Tapi pemandangannya luar biasa, matahari merah sebesar rumah berdiam dibalik pegunungan. Kilau keemasan menyiram tanah dan langit, menjadikan kesan kemilau cairan yang dibanjiri warna emas, sesuatu yang akan dijadikan inspirasi para naturalis untuk melukis. "Apa yang kau lakukan?" sahut Mihlail. Anoosheh menguatkan kakinya di kulit kayu weeping willow, ia mengembuskan nafas berat, "Tentu saja memanjat!" teriaknya. "Ayo!" Mihlail berpikir cukup lama. Akhirnya ia turuti Anoosheh dan dalam waktu kurang dari sepuluh menit, mereka berdua sudah berada di ranting-ranting willow. "Aku terbang!" seru Mihlail kegirangan. "Oh ya?" Anoosheh meledek. Mihlail mengangkat bahu. Lalu dengan senyum penuh niat, Anoosheh mendorong Mihlail hingga pemuda itu tergusur ke arah tepi dan terjungkal. Mihlail menjerit spontan. Ia berusaha meraih ranting-ranting pohon namun rupanya kedua tangannya terlalu jauh meraih apapun. Ia terpejam takut, dirasanya tubuhnya melayang seperti bulu dan...ya! Ia tersangkut. Mihlail membuka matanya. Pemandangan terbalik terbentang. Kaki di kepala, kepala di kaki. "Anoosheh!" pekik Mihlail. "Ya, kau pikir aku benar-benar akan menjatuhkanmu ke jurang huh?" Anoosheh terkekeh sembari memegangi kedua kaki Mihlail yang tersampir di ranting-ranting. Ia membiarkan bocah itu menikmati senja dari sudut pandang bagian bawah, merasakan bahwa gunung, padang dan jurang diatasnya, merasakan bahwa langit dan awan dibawah kakinya. Sepasang matanya berputar ke sekeliling. Mihlail melihat matahari lebih besar, bukit lebih cadas, dan angin lebih deras. Ia merasa bisa memegang pucuk gunung, membelai hutan-hutan, menggenggam matahari, mengumpulkan sinar jingganya, Oh dunia dibawah kakinya! Mihlail berteriak riang. Dunia dibawah kakinya! "Aku terbang!!!!!!!!!!!!!!!!" ***** Malam di bukit rahasia, pegunungan menyala oleh kunang-kunang yang bertabur seperti kismis, dan menjadikan kabut sewarna merah muda yang menelan kunang-kunang hingga timbul tenggelam. Sungai-sungai yang membelah pegunungan, dibingkai oleh lilin-lilin kudus yang dinyalakan oleh para jamaah dari Kapelarium, dan juga di Kapelarium sendiri lilin-lilin tak pernah selesai padam. Malam Dark Sanctus, ketika hari berganti, Populo Dei seperti surga cahaya, dan jauh di belakang segalanya, adalah keindahan kidung suci Tuhan. "Demi Tuhan," Demikian mereka mulai bernyanyi. Demi Tuhan, Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Hari ini telah kami saksikan kematian suci daripada hamba-Mu, Emirel Shofar di surga, pemilik sejati mahkota Populo Dei, Maha suci Tuhan, ampunilah dosa kami dan junjunglah kami, sebagai pengikut Emirel Shofar yang beriman dan setia. Sesungguhnya Engkaulah Sang Maha Kuasa atas segala sesuatu, Sang Maha Penyayang diantara para penyayang. Amin. "Indah sekali," ujar Mihlail, lembut. Dari puncak pohon, ia dan Anoosheh menyaksikan kekhidmatan suara himne yang dinyanyikan dan alam yang bergetar, mengapung dalam cahaya. Mereka bergenggaman tangan. "Inilah mengapa aku lebih suka berada disini," kata Anoosheh. Ia tersenyum, "Merupakan sesuatu yang indah menyaksikan seluruh alam patuh dan seluruh manusia mencapai titik terdekatnya dengan Tuhan." Mihlail mengangguk. Dan sampai malam menjelang habis, mereka tetap disana, duduk memandangi pegunungan dan cahaya, sambil bercerita tentang jiwa dan kedalaman hati. Mikhael dan Mihlail Jilid1 Malam Dark Sanctus, sebagaimana yang sudah dapat dinantikan oleh Mikhael adalah ritual menyalakan lilin dan menentukan lilin mana yang paling lama bertahan. Sebagaimana yang sudah diinginkan Mikhael pula, dialah pemenangnya. Dan sebagaimana kebiasaan tiap tahun, para The Great Salem sudah semestinya memberikan hadiah untuk Mikhael; sebuah rosario dari mutiara. "Tapi aku tidak mau hadiah itu, Salem," ujar Mikhael, mantap saat berada di ruangan para Salem yang ekslusif dan menolak rosario putih berkilauan yang mereka berikan. "Hari ini seorang anak telah berani kabur dan tidak mengikuti prosesi Dark Sanctus sampai selesai. Permintaanku cuma satu Salem, aku ingin ada transparansi diantara kita." Semua tercengang dan keheranan. Bisik-bisik berdengung. Para Salem mengernyitkan kening dan menggeleng-gelengkan kepala melihat Mikhael. "Apa maksudmu, Mikhael?" tanya Salem Ere. "Salem, aku tahu kalian tak akan membuat hukuman untuk Mihlail, meskipun aku sangat menginginkannya..." "Tenang saja, kita akan menghukum siapapun yang tidak mengikuti prosesi Dark Sanctus sampai selesai," potong Salem Henokh. "Ya, dia akan aku suruh memotong rumput dan membersihkan halaman belakang Kapelarium selama seminggu penuh," tegas Salem Yosafat. "Tidak, Salem," Mikhael membantah, "Aku tidak puas jika Mihlail hanya dihukum," Mikhael terdiam. "Dan karena pemenang Dark Sanctus ini adalah aku... maka...bisakah aku meminta satu hal kepadamu, Salem?" Para The Great Salem saling melempar tatap bergiliran. "Katakanlah apa permintaanmu!" Dengan senyuman jahat, Mikhael berkata, "Katakan padaku, Salem, bukankah aku jauh lebih dari dia?" Para The Great Salem mulai tak sabar menghadapi tingkah Mikhael yang amat sombong. Tetapi mereka masih menahan diri, "Yah, Mikhael, kau memiliki otak yang encer, kau adalah salah satu murid terbaik kami, kau selalu juara dimana-mana..." "Tidak, bukan itu yang aku inginkan Salem!" serobot Mikhael, naik pitam. "Tutup mulutmu, Mikhael! Berani sekali kau memotong ucapanku!" Salem Henokh marah padam. Mikhael bangkit dari duduknya, Salem Henokh bangkit dari duduknya. Kursi di dorong kasar. Mereka saling bertatapan penuh amarah. "Salem, mengapa semenjak ada Mihlail di Kapelarium ini, kau selalu mengistimewakannya! Tidak ada satu murid pun yang pernah mendapatkan perlakuan seistimewa Mihlail olehmu! Bahkan diriku, diriku yang jauh lebih baik dari Mihlail sekalipun tak pernah kau gubris! Apa yang sebenarnya tengah kau sembunyikan, Salem? Mihlail adalah bocah biasa! Hanya itu! AKU JAUH LEBIH BAIK DARINYA!" "Mikhael... tenangkan ucapanmu..." Salem Yosafat menginstruksi. "Kau tentu tahu siapa yang telah membawa kemajuan begitu besar bagi Tabliq Suci ini bukan?" Salem Henokh memberondong pertanyaan untuk Mikhael. "Kau tentu tahu siapa yang telah menyelamatkan kita? Orang tua Mihlail! Kau tahu itu! Kau harus hormat padanya..." "AKU JAUH LEBIH BERPRESTASI! LEBIH PINTAR DARINYA! AKU LEBIH BAIK DARI MIHLAIL!" "MIKHAEL!!!" Tamparan keras itu mendarat di pipi Mikhael. Semua terkejut. Hening. Mikhael menatap Salem Henokh yang telah menamparnya dengan perasaan hancur sekaligus benci. Dalam sepersekian detik, ia tegakkan kepalanya dan berdiri tegar, "Baiklah, aku tahu akhirnya akan seperti ini. Selalu aku yang disalahkan." "Kau tidak mengerti permasalahan yang sebenarnya, Mikhael," serobot Salem Ere. "Kau masih terlalu kecil untuk mengerti." "Apa yang tidak aku mengerti dan aku mengerti? Mengapa tidak ada transparansi disini?" Mikhael merasa terluka. "Kau bilang kau akan menghukum Mihlail, bukan? Bagaimana jika kau sebaiknya mengeluarkan dia dari Kapelarium ini? Huh? Itulah hadiah yang paling indah untukku. Hadiah yang akan aku persembahkan untuk Emirel Shofar di surga. Semoga ia tersenyum mendengar gema keadilan di Kapelarium ini." Oh Emirel Shofar! Kenapa anak itu harus bawa-bawa Emirel Shofar? Salem Henokh melenguh nafas panjang. Pada saat itu, Mihlail akhirnya datang menghadap para The Great Salem. "Darimana saja kau?" Salem Ere menyeletuk. "Maaf, Salem, aku tersesat. Tadinya aku ingin menyendiri membuat lilin untuk acara malam Dark Sanctus, namun rupanya aku tersesat di hutan." Kemudian, Mihlail mengeluarkan sebuah lilin merah berbentuk mawar yang sangat indah. Ia memberikannya kepada para The Great Salem. Mereka tersenyum dan dengan senang hati menerimanya. Mikhael melirik sinis. "Penjilat!" seru Mikhael. "Ada satu untukmu," kata Mihlail. Tapi seketika Mikhael membuangnya dan menginjak-injaknya. Salem Henokh pun semakin kesal dan menjewer telinga bocah itu, "Kau tak ingin menerima hadiah Dark Sanctus dan kau tak menghargai hadiah dari Mihlail! Apa sebenarnya maumu ini huh? Kau ini terlalu sombong! Kau pikir hanya kau saja manusia berotak di dunia ini huh? Tidak sepantasnya kau bersikap begitu kepada orang yang telah menyelamatkan Tabliq Suci! Kau benar-benar harus diberi hukuman!" Mikhael menangis. Maka hukuman diputuskan! Mihlail akan menjalani hukuman memotong rumput dan membersihkan taman di belakang Kapelarium selama seminggu, sedangkan Mikhael...harus tinggal bersama Mihlail selama seminggu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD