Bab 150 : "Malam Pertama."

1289 Words
"Kenapa kau tidak mencoba mengalihkan pikiranmu yang tidak kontekstual itu?'' gerutu Olivander. "Kau tahu, kemarin aku mendapat surat khusus dari dia.'' "Siapa?'' "Dia?'' Olivander mendelik. "Secret man. Wangsa 'B'.'' Lord Alastairs segera menelan ludah. "Ia menginginkan obligasi dari negeri kita.'' tutur Olivander. "Bank sentral akan membeli obligasi dari kita, berapa pun kita mengeluarkan harganya.'' "Apalagi rencana Wangsa 'B' itu?'' Lord Alastairs mendengus dan membolak-balik kertas-kertas di hadapannya yang terlihat penting. "Apa motivasi dia mengatakan itu? Dia menyuruh kita terjerat hutang padanya?'' "Aku tidak tahu, tetapi mengingat adanya peningkatan defisit anggaran belanja negara, pemberhentian beberapa proyek pembangunan, melemahnya investasi asing, dan meningkatnya inflasi saat ini. Aku pikir ini kesempatan yang baik untuk memperbaiki.'' Lord Alastairs memegang keningnya. "Baru saja terpikir olehku bahwa kemungkinan adanya keterlibatan dia dan keturunan-keturunannya dalam melesukan kekuatan ekonomi kita.'' Ia mengerling pada Olivander. "Itu bukan suatu tuduhan, bukan?'' "Tidak, aku pun tidak kaget mendengarnya." Olivander tersenyum simpul. "Melihat respon dia atas ekonomi negeri ini, aku tidak tahu pasti apakah dia memang ingin membantu atau ada maksud lain.'' "Mengapa dia tidak langsung mengirim surat itu padaku?'' Olivander mengangkat bahu. "Aku pikir kau sudah pernah ditegurnya.'' "Mungkin, namun aku berkilah. Aku rasa aku mesti berhenti menjual apapun lagi padanya.'' Olivander memandang Lord Alastairs. "Sebenarnya dia telah mengirim surat itu berkali-kali.'' "Yah, mereka pantang menyerah.'' Olivander tertawa kecil. "Kau merasa ditekan dan disudutkan dalam hal ini, presiden?'' ''Yah, satu kabar lagi, kawan.'' lanjut Olivander pada kesunyian. ''Tentang korban-korban opium...'' ''Oh, jangan katakan apapun tentang itu.'' potong Lord Alastairs. Dan dengan berkata demikian, Olivander membalikkan badannya menghadap pekarangan di balik jendela, mencari celah-celah kedalaman diantara keheningan. Lord Alastairs yang tadi kelihatan sibuk dengan kertas-kertasnya akhirnya tak tahan lagi. Ia membongkar pertahanan pikirannya untuk berlabuh kepada Catherine. ***** Catherine dan Lord Alastairs, adalah dua insan yang bergabung bukan sebagai yin dan yan, namun mereka adalah sinergi tak terbantahkan. Catherine, seorang gadis muda yang bekerja sebagai pelayan di Istana Courtland-tempat tinggal presiden, telah mencintai Lord Alastairs begitu hebat. Andai saja yang dicintai menyadarinya dari dahulu. Tetapi seperti dalam peperangan yang terjadi saat itu, salah satu pihak jatuh menderita, tanpa simpati, tanpa ampun. Lord Alastairs saat itu adalah manusia berwajah kadal, berkulit binatang, dan seorang penderita kusta moral. Ia mengalami masa-masa aneh dimana suatu kegairahan yang jahat menyerbunya tanpa henti. Ratu Bethany, Ratu Great Brescon yang dahulu merupakan kekasih gelapnya telah mengatakan bahwa sang presiden adalah manusia terburuk yang pernah ia temui. Replika dari ribuan Hitler yang menjadi satu. Ia tak termaafkan. Ratu Bethany bersumpah atas nama Raja Humbert, kalau sampai neraka menerima kehadiran pria itu, maka ia pasti berada di kasta yang terbawah. Jadi, setiap sulbi Lord Alastairs mengalami gejolak perasaan yang berdarah-darah, mengiris-irisnya. Ratu Bethany, ratu yang sangat dicintainya. Ia bersumpah akan menghentikan pemberontakannya, ia bersumpah bersedia masuk penjara asalkan Bethany mau bersamanya. Seperti dahulu, seperti dahulu saat segalanya terasa damai, dan mereka bisa mengeksplore tubuh masing-masing di atas pasir putih, di bibir pantai, di puncak pegunungan, di si cantik kota Paris, dimana pun seandainya ia bersedia. "Aku takkan menyakitimu, aku takkan menyakitimu,'' begitu kata Lord Alastairs pada Ratu Bethany. "Tolong hidup bersamaku..'' dengan segenap hati ia memohon-mohon, membiarkan harga dirinya terbang. Sebagai bangsawan ternama, apa yang bisa ia lakukan di hadapan seorang wanita yang kecantikannya melebihi perhiasan paling diinginkan sekalipun? Jadi pada akhirnya seseorang yang dibilang monster itu tak mendapatkan apa-apa selain penolakan dan kegairahan yang mendidihkan kepalanya, dan... Lord Alastairs pun menikahi Lady Earlene tanpa cinta sebagai penyamaran bahwa ia bukanlah seseorang yang tidak memiliki cinta. Namun kemudian kedatangan Catherine begitu menggairahkan Lord Alastiars, dan gadis muda yang cantik itu menyambut masa-masa itu sebagaimana ia dengan keluguannya menerima seks keras yang dilakukan Lord Alastairs padanya. Sekonyong-konyong dengan gilanya, cinta tanpa harapan itu menjerumuskan mereka berdua ke dalam lubang terdalam bumi. Catherine yang normal, mencintai tanpa mengharapkan yang kurang ajar dari Lord Alastairs. Lord Alastairs yang abnormal, mencintai karena tak mampu lagi mengerti cinta. Dua bulan, dua bulan mereka bersama dalam kenikmatan yang kejam. Akhirnya Catherine hamil dan melahirkan Luna. ***** "Bruukkkk!!!!'' Limosin itu ditabrak mobil lain dari belakang. Lagi-lagi Luna kembali terjaga. Kaget. John menoleh padanya, tepatnya menoleh ke belakang. Sebuah chevrolet hitam terdampar di belakang, merasa bersalah dan diam. "Biar saya lihat apa yang terjadi, Lady.'' katanya seraya keluar ditengah hujan. Luna hanya mengamati dari kaca belakang mobilnya. Sesosok pria dari mobil itu keluar sembari menyibak payung dan membelakangi Luna, John datang kepadanya dan membincangkan sesuatu, serius. Tak lama, John kembali masuk ke dalam mobil. Dengan kuyup, ia berkata, "Seorang The Duke telah menabrak mobil ini, ada retakan dan goresan lecet, Lady.'' Luna tercenung. Mendengar kosa kata The Duke membuatnya bergidig. Gema katanya tak mengenakan hati Luna. The Duke? Oh Ya Tuhan, itu adalah gelar bangsawan tertinggi... tapi... apa? Luna menatap heran pada sang sopir. "Ya, Lady... ia bilang bahwa ia adalah The Duke of Madison.'' Luna menoleh ke mobil tersebut dari kaca belakang mobilnya, pria itu masih berdiri membelakangi Luna dengan payung hitam memayunginya. Luna terpesona, tubuhnya proposional, dan rambutnya yang sewarna madu amat sangat mengesankan, begitu manis. Tapi dia mengaku The Duke? Oh yang benar saja, Luna berpikir pria itu pasti sudah gila karena sekarang ini, tidak ada bangsawan bergelar The Duke of Madison. "Katakan pada pria itu, masalah ini sudah selesai. Ia tak perlu mengganti kecacatan mobil ini. Tak perlu ganti rugi,'' ucap Luna pada sang sopir. "Orang itu pasti sedang stress.'' pikirnya. Si sopir menaikkan alisnya keheranan. "Bukankah damai itu lebih baik?'' John mengangguk senang. Lalu ia kembali kepada pria penabrak mobil tersebut dan menjelaskan semuanya. Si penabrak kebingungan, John kembali masuk ke mobil majikannya. "Sang Duke itu ingin bertemu dengan Anda, dia ingin berucap terima kasih atas kebaikan hati Anda, Lady.'' Luna terkejut. Apakah ia mesti memenuhi permintaan pria sinting itu? Oh, Luna berpikir yang tidak-tidak. Pria itu pasti penipu. Pertama, dengan sembarangan ia menganggap dirinya The Duke. Kedua, dengan sembarangan pula ia ingin bertemu dengannya. Tapi bagaimana jika pria itu benar? Luna melihat pria itu sekali lagi, mengapa ia tidak berbalik supaya Luna bisa mengenali wajahnya? Ah, ini benar-benar mengesalkan. Luna menghela nafas dan menatap John. Mungkin tidak apa-apa sekiranya bagi Luna bertemu dengannya, selama tujuannya baik. Maka John segera berlari kepada si pria dan berdiskusi sebentar dalam selimut hujan. Luna hanya terpekur, tak sedetikpun menoleh ke belakang atas apa yang terjadi. Tak lama John kembali, wajahnya sedikit muram. Terpaksa ia berkata bahwa sang Duke itu telah pergi, ia hanya menyampaikan salam terima kasih untuk Luna. "Ia bilang sedang buru-buru, Lady. Tapi entahlah... mimiknya berubah terkejut saat ku beritahu bahwa majikanku seorang anak presiden.'' Luna tergelak. Ya, dia juga terkejut mendengarnya. Seperti merasa diremehkan, atau dilecehkan. Ia merasa dikutuk, merasa dikhianati nasib. Ia tahu alasan Sang Duke itu tiba-tiba pergi meninggalkannya. Pasti ini karena dia seorang anak adopsian. Ini bukan kejadian pertama, berulang kali, bahkan sering lebih parah dan blak-blakan. Tapi selalu hatinya tiada pernah kebal akan ini. Dalam hatinya ia bertanya-tanya mengapa sebuah status begitu penting bagi mereka? Anak kandung, anak pungut? Apa pula bedanya, mereka tetaplah anak-anak juga. Mobil Luna meluncur kembali di jalanan beraspal yang basah. Luna menatap langit dari balik kaca mobil yang melaju di tengah guyuran hujan. Ia mencoba melupakan perlakuan tidak mengenakan dari seorang-yang-mengaku The Duke itu. Tetapi ternyata sulit bukan main jika harus melupakannya seperti angin padang pasir sementara sakit hati yang ditorehkan begitu menusuk. Namun betapapun, Luna memang harus segera menghiraukannya atau kesedihan yang dalam akan menderanya. ***** "Tuan Presiden memanggil saya?'' seorang pelayan muda membungkuk di hadapan Lord Alastairs yang duduk di balik meja. Kertas-kertas berserakan, dan dibalik kacamatanya yang melorot ia mengalihkan pandang pada si pelayan. "Mana tehnya?'' "Oh...'' pelayan itu menyeret-nyeret kata 'Oh' sebagai tanda dari kekhilafannya. Ia membungkukkan badan lebih bungkuk lagi sehingga sekarang ia terlihat seperti nenek-nenek osteoporosis. "Baik, Tuan...'' dan pelayan itu menghilang di balik pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD