Bab 210 : "Luna dan Julius."

1147 Words
Pada malam hari, Luna dan Julius menonton salah satu film Charlie Chaplin di bioskop pribadi. Luna tertawa pada beberapa adegan lucu dan terbius momen-momen sedih nan haru yang dipraktikan sang legendaris itu. Julius mendekap Luna beberapa kali dan menyelimutinya dengan mantel sebab diluar hujan turun bersama angin ribut dan dingin merembes ke gedung bioskop. Luna pergi mengejar Charlotte dan memanggilnya berulang kali. Charlotte terperanjat dan seketika ia hendak menjerit melihat Luna jika saja Julius tidak buru-buru membawa perempuan berambut merah itu masuk ke dalam mobil. *** “Maafkan aku,’’ kata Charlotte berulang kali, “Aku tidak menyangka kau bisa berada di tengah-tengah keramaian ini, Lady,’’ Luna menghela nafas. Susah ia hendak menjawabnya kecuali Charlotte benar-benar berada di posisinya sebagai orang yang setiap saat dipotret kanan kiri. Julius melarikan mobilnya ke jalanan lengang dan dalam perjalanan itu mereka berbicara, “Ini Julius Torrence,’’ kata Luna menepuk pundak Julius yang tengah menyetir. Yang ditepuk hanya menengok sebentar kepada Charlotte dan tersenyum. “Dia kekasihku,’’ Charlotte membuka mulutnya lebar-lebar seperti ada sesuatu yang ingin meloncat dari rongga dadanya itu, tetapi ia ternyata hanya melafalkan “Oh’’. “Kau tidak bersama Gavin?’’ tanya Luna, mendadak penasaran dan macam-macam ingatan tentang Gavin kembali ke dalam kepalanya. Charlotte menggeleng, “Selain di atas panggung, kami berpencar mencari penghidupan sendiri-sendiri.’’ “Maksudmu?’’ Julius menyela. Charlotte menatap Julius dengan kosong, “Ya, maksudku, kita hidup sendiri-sendiri.’’ Mobil berbelok secara mekanik menuju gedung-gedung apartemen kelabu dan menyebrangi sebuah sungai dengan jembatan yang dipenuhi grafiti; Sacred Love, My Lovely Idol, Luna I Love You, Luna I want to f**k you, Luna Im gonna die for you, dan beberapa kata jorok dari kotoran hati manusia. Luna menarik nafas, “Aku pikir kau sahabat baiknya,’’ Sekarang, giliran Charlotte yang susah menjawab. Ia terkenang beberapa menit lalu ketika ia pergi untuk melihat pertunjukkan jalanan di broadway dekat Museum Nasional. Seorang flutist melantunkan Donna Donna. Irama pilu itu mengingatkannya pada kesepian sendiri. Malam ini Charlotte menemukan sesuatu, bahwa kedekatannya dengan Gavin hanyalah selubung luar. Mereka tidak pernah membicarakan hal yang dalam-dalam atau makan bersama dan menangis bersama. Gavin memang seorang malaikat yang hadir untuk mewujudkan impian Charlotte, tetapi selain itu tidak ada apa-apa lagi. Charlotte berpikir barangkali inilah kelemahan Gavin yang waktu itu tidak mau ia akui di hadapan Alexei, atau jangan-jangan ini adalah kelemahannya, atau beginilah cara mereka menjaga kedekatan diantara keduanya, atau Gavin memang sebenarnya merupakan pria yang dimanapun akan selalu mengambil jarak. Charlotte kurang memahami hal ini sebagaimana ia tidak memahami perasaannya sendiri. Pikiran-pikiran sedih yang berloncatan dari kepalanya telah mencengangkan dirinya sendiri. *** “Aku bahkan belum pernah ke rumahnya, “ kata Charlotte, pelan. Luna langsung teringat kartu nama yang diberikan Gavin padanya. “Aku rasa tidak ada seorang pun yang diizinkan untuk memasuki rumahnya, bahkan untuk sekedar tahu dimana rumahnya berada.’’ sambung Charlotte. “Orang kaya seperti Gavin tentu memiliki banyak rumah, “ jawab Julius. Ia mengenang dirinya sendiri yang juga memiliki kediaman dimana-mana. “Kau hampir tidak akan bisa menebak dimana sebenarnya ia telah tinggal.’’ Luna terdiam. “Sekarang apakah kau tahu dimana Gavin?’’ tanya Julius, sambil tetap menyetir. “Aku rasa dia tidak akan pernah memberi tahu siapapun dimana dia berada kecuali dia ingin bertemu seseorang, dan biasanya jika dia ingin bertemu aku, kami akan janjian di suatu gedung atau cafe dan semacamnya. Kau tidak bisa memaksanya untuk bertemu denganmu jika ia tidak ingin bertemu denganmu,’’ Charlotte menjelaskan panjang lebar, pengalaman telah berbicara padanya. Luna, sekali lagi, hanya diam. Julius mengangguk-angguk. Setelah beberapa lama, Charlotte minta diturunkan di persimpangan jalan. Gadis itu meneruskan perjalanannya sendiri. Luna dan Julius memandangi Charlotte yang berjalan di trotoar, melewati bangunan kotak-kotak serta gereja. Lonceng pada gereja itu tengah berdentang-dentang. Hujan telah usai. Tetapi kesunyian yang diakibatkan oleh hujan telah memunculkan kebesaran tersendiri pada suara lonceng yang berdentang-dentang, menciptakan irama dan alunan sendiri yang indah sekaligus menyeramkan. *** “Gavin meminta dirinya menjadi perdana menteri sebagai imbalan mengatasi kelompok rebelution,’’ Luna mulai bercerita. Julius tetap menyetir untuk beberapa lama. “Sekarang aku khawatir dengan Lord Leonel dan partai Mata Angin,’’ lanjutnya. “Dari awal, negeri ini sudah salah, Luna. Mengapa meminta bantuan kepada wangsa B jika waktu itu mereka bisa mengkudeta Raja Humbert dan Ratu Bethany sendiri? Pada akhirnya, akan selalu ada imbalan dibalik setiap bantuan. Keikhlasan hanya terjadi pada orang-orang lugu dalam suatu komunitas kecil, yang tentunya tidak akan diterjunkan ke dunia politik, bahkan ekonomi dan bisnis. Pengalamanku di Jerussalem telah mengatakan suatu kebenaran, Luna.’’ “Apa maksudmu?’’ Untuk sekian lama, Julius tidak menjawab. Ia merasa bersalah mengatakan kalimat itu sebab itu berarti ia menyalahkan Lord Alastairs, yang mana adalah ayah Luna, atas kemalangan yang ditimpa Great Alegra saat ini. Dengan demikian, ia tentu menyalahkan Olivander juga, yang mana adalah ayahnya sendiri. Belum sampai disitu, Julius menyalahkan dirinya sendiri karena sudah terlibat dalam lingkaran elit ini. “Pengalaman seperti apa yang kau dapat dari Jerussalem?’’ Luna bertanya sekali lagi. “Seperti ayahmu....juga ayahku....dan teman-temannya yang dahulu susah payah ingin membangun suatu negeri. Begitulah kiranya yang terjadi di Timur Tengah. Bedanya, untuk mendirikan suatu negeri, mereka telah sebelumnya membantu negara-negara yang terlibat perang dunia satu dan dua, untuk kemudian mereka mengadakan konspirasi yang menuntut belas kasihan dunia, lalu mereka berbicara tentang agama dan moralitas, sehingga ketika mereka mulai menginvasi suatu kaum dan mengadakan pengusiran, hal itu dianggap wajar dan orang-orang yang pernah mereka bantu sekarang harus membantu mereka. Kau mengerti, Luna?’’ Luna diam lagi beberapa saat sambil melihat kepada Julius. “Lalu, untuk siapakah kau disana, Julius? Untuk kepentingan apakah kau memakai seragam tentara dan berdiri dengan senjata lengkap disana?’’ Julius hanya mengangkat bahu. “Semoga apa yang aku lakukan, baik ataupun buruk, Tuhan akan mengampuniku, Luna.’’ Luna agak kaget mendengar ucapan Julius bernafaskan Tuhan, seolah-olah ia belum pernah mendengar kata itu sebelumnya. Luna bahkan baru saja melintasi gereja, bukan? Tetapi memang sulit bagi Luna untuk mengingat interaksi terakhir antara dirinya dengan Tuhan. Ia pernah berdoa untuk beberapa malam sebelum tidur, ditemani cahaya redup kamar, dan segala barang mewah di sekelilingnya. Ia berusaha untuk berbicara dan mengeluarkan suara hati, tetapi hanya hampa ganjaran yang ia dapat. “Wangsa B membantu finansial partai Mata Angin saat peristiwa kudeta itu, “ jelas Luna. Julius mengangguk-angguk. “Membantu dan menghancurkan lebih tepatnya. Wangsa B terkenal dengan berbagai konspirasinya di dunia, bahkan wangsa itu juga terlibat dalam upaya pembentukan negara Yahudi. Percayalah Luna, setelah perang dunia satu dan dua, akan datang lagi perang dunia ketiga. Entah apakah itu esok, minggu depan, atau lima puluh tahun yang akan datang, tetapi perang dunia ketiga akan terjadi, dan itu sudah direncanakan..........dan wangsa B tahu akan hal itu.’’ “Aku yakin banyak hal yang telah kau temukan di Jerussalem, Julius. Aku terkesan dengan pengetahuan terlarangmu itu. Tapi aku berharap aku sudah mati ketika perang dunia ketiga terjadi.’’ Julius tertawa. Permohonan yang putus asa, katanya. Luna tidak mendengarkan. Setelah mengitari jalanan, mereka memutuskan untuk pulang. Hujan mengguyur lagi. Dalam perjalanan, Luna merebahkan kepalanya ke jendela dan tertidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD