Bab 153 : "Menerima Keputusan 1"

1527 Words
David menarik tangan Luna dan membawanya meninggalkan lapangan itu. Mereka menelusuri jalanan selebar lima kaki yang berliku, ditemani bunga-bunga marigold dan Honeysuckle yang memajang kecantikannya di sepanjang jalan. "Naahh!!! Inilah ruang kelas kita,'' seru David sumringah. Luna memandang lama bangunan panjang itu, memang agak beda dengan semua bangunan disini, bangunan untuk kelas berwarna walnut. Tapi bentuknya tak jauh beda dengan yang lain. "Ruang kelas kita tidak ada pendingin, kau harus terbiasa dengan panasanya.'' Luna terbelalak memandang ke arah David. Pria itu hanya nyengir-nyengir saja. "Kau jangan panik begitu, semuanya akan baik-baik saja. Udara disini sejuk, kau takkan pernah mengalami kepanasan.'' David menyimpan kedua tangannya di saku celana. "Baiknya, bangunan ini mempunyai atap yang bisa dinaiki. Anginnya sangat kencang di atap, kalau kau mau, kau bisa kesana.'' David memandang Luna dan mengulum senyum, "Di dalam bangunan ini juga ada perpustakaan, laboratorium, ruang guru dan kepala sekolah, serta ruang tata usaha. Multifungsi!'' katanya semangat. Ia menggamit lagi jemari Luna, "Sekarang, ayo kita ke taman, kau mesti tahu kalau Honeysuckle punya taman yang sangat indah. Aku yakin kau pun akan menyukainya.'' ***** Taman itu mempunyai kesan yang menyenangkan. Laksana tempat rekreasi keluarga dan taman bermain dipersatukan. Kolaborasi yang indah, di taman ini akan lebih banyak lagi ditemukan bunga-bunga yang indah, dari mawar, melati, daisy, marigold, sampai dandelion sekalipun. Juga ada pohon-pohon dari poplar, neem, maple kecil, dan jalinan tumbuhan belladonna. "Dari taman ini, kita bisa melihat beberapa bangunan penting di Honeysuckle,'' David menunjuk ke sebuah bangunan bertingkat di utara taman. "Itu kantin, toilet, dan satu yang special...''David menunjuk sebuah menara bercat walnut, "Gedung Kesenian. Jika kau ingin menggali bakatmu, disanalah tempatnya.'' Luna tersenyum gembira mendapati Honeysuckle adalah asrama yang cantik. Di pandanginya sekeliling taman, Luna terperanjat senang begitu melihat dua buah ayunan teronggok di tengah-tengah taman itu. Luna berjalan mendekati ayunan, David mengekor. "Naiklah, tak apa. Itu memang khusus untuk murid.'' Luna hendak meraih tubuh ayunan itu. Seketika ia terdiam dan mulutnya bungkam. "Kenapa?'' tanya David penasaran. "Apa seorang Lady tak boleh bermain ayunan?'' Luna tergelak menatap David. Bukan karena tidak boleh, tetapi karena Luna belum pernah bermain ayunan. "Naiklah,'' bujuk David, lelaki itu pun sudah lebih dulu duduk di atas ayunan sambil memandangi Luna yang masih ragu-ragu. "Aku belum.......pernah....naik ayunan.....'' David ternganga. Mulutnya terbuka. Hening. "Baiklah, " kata David. "Berarti sekarang adalah waktu yang tepat untuk mencobanya, bukan?'' Luna masih terdiam. "Kau bisa mengganggap hari ini tidak pernah ada kalau kau bermain ayunan, tapi aku mohon kau mesti menaikinya dan menikmati ekskalasi nikmatnya,'' David mengulurkan tangannya pada Luna, "Ayolah, Lady..'' Luna menatap tangan David yang mengulur kepadanya. Akhirnya, meski sedikit takut, ia sambut tangan David dan duduk di atas ayunan. ***** David berdiri di belakang Luna, bersiap mendorong ayunan yang ditumpangi Luna. David mendorong ayunan Luna pelan, Luna menikmatinya dan tersenyum senang. Ia mendongak ke atas, melihat wajah David yang berpendar sinar matahari. Tak bisa dipungkiri, ia memang sangat tampan, garis wajahnya halus dan hidungnya sangat mancung, alis matanya juga tebal. Baru kali ini Luna merasa terpesona pada seorang pria pada pandangan pertama. Baru sekali ini, dan ia merasa ia gila kalau sampai ia tergila-gila pada David. Pudarlah rasa sedihnya. Merasa dipandangi, David balas memandang, menyunggingkan senyum menggoda. "Kenapa kau memandangiku terus, Lady?'' Luna terkesiap, tak kuasa menjawab. Pipinya merah padam dan David hanya mengulum senyum melihatnya. Deg! Deg! "Apa aku terlihat sangat tampan, Lady?'' Luna menatap David dengan heran. Percaya diri betul pemuda ini, merasa dirinya tampan. Luna cukup yakin pasti lelaki tipe David adalah pahlawan di sini. Terlihat dari kepercayaan dirinya yang kuat, barang kali pemuda ini berani mengatakan dirinya tampan lantaran sudah bejibun gadis yang tergila-gila padanya. Hmm..... Menyadari Luna hanya termenung di atas ayunan yang bergerak tenang. David seperti mendapatkan ide iseng, dan tanpa diramal sebelumnya, ia tiba-tiba mendorong ayunan itu dengan kuat, makin lama makin kuat hingga Luna ketakutan dan tak sadar ia telah berteriak kencang. David tertawa pelan mendengar teriakan Luna, ayunan sudah bergerak sangat cepat sehingga David menghentikkan dorongannya dan berjalan ke depan untuk melihat sang Marchioness yang ketakutan. "Haahh!!'' seru David. Ia memandang Luna yang panik setengah mati, dan.......Buukk!!!!! ***** "Auw!!'' Luna berteriak kesakitan ketika tubuhnya mendarat di atas tubuh David. Ia membuka matanya dan merasakan dengusan nafas David mengenai pipinya. David pun bisa merasakan hembusan udara menerbangkan rambut menawan Luna yang mengenai wajahnya. David menatap Luna, perempuan itu juga sebaliknya. Mereka beradu mata dalam beberapa detik sebelum sadar bahwa mereka berada dalam keadaan yang sangat dekat. "Kamu sungguh cantik, Luna....'' ungkap pria itu, pelan. "Dunia apa yang kau jalani hingga kau tak mengenal ayunan?'' Luna membeku. Perlahan, jemari David menyentuh rambut Luna yang tergerai... lembut sekali... dan David, dalam keadaan mabuk harum kecantikan gadis di dekatnya, mencoba mengangkat kepalanya dan menempelkan bibirnya ke bibir Luna, tetapi belum sampai pada kecupan..... Deg! Deg! ini adalah momen yang begitu emosional, namun.... "Ha..ha..''David tertawa kecil, entah apa yang ditertawakan. Ia menjadi salah tingkah. Luna bangkit, David juga bangkit. Suasana hening selama beberapa jurus sebab keduanya sama-sama kikuk. Luna mengambil headpiece-nya yang terjatuh dan mendarat kasar di tanah, dan memakainya dengan gugup. Suasana kembali mencair ketika mereka meneruskan perjalanan menuju belakang asrama yang dipenuhi ilalang setinggi d**a dan pohon-pohon berusia tua-bahkan ada yang mencapai ribuan tahun. Luna mengamati sekeliling pekarangan belakang asrama yang dindingnya dirambati dengan sulur-sulur belladonna. Dinding yang dirambati itu, di atasnya juga ada pecahan beling dan kawat-kawat berduri sebagai penghalang. Kawat-kawat yang mengingatkannya pada gerbang istananya. David menunjuk ke arah padang ilalang di depannya. ''Mengapa di asrama udara sangat sejuk, banyak pepohonan sementara disini hanya ada ilalang yang kering?'' tanya Luna, gugup. David tertawa kecil. ''Anomali alam. Aku juga tidak tahu. Tetapi apapun itu, ini sangat menyenangkan, bukan?'' Luna diam. ''Jika kau terus berjalan menyusuri padang itu, kau akan tahu, daratan ini menurun menuju pesisir setelah berkilo-kilo meter. Yah, begitulah. Aku pikir, tempat ini penuh pegunungan yang masih tidak mustahil untuk menikmati laut?'' Luna tersenyum. Ilalang-ilalang bergoyang ditiup angin. "Ini tempat favoritku.'' kata David. Lalu, pemuda itu memetik sekuntum daisy di dekatnya dan memberikannya pada Luna. "Selamat datang di Honeysuckel, Lady Luna Lavina Cobbold.'' Honeysuckle adalah hal baru baginya. Kedatangannya di sebuah tempat berguru terpencil di sudut negeri cukup membuat seisi negeri heboh. Siapa sangka seorang anak (adopsian) presiden bisa sekolah disini. Tanda tanya tercuat, tapi Lord Alastair adalah seorang penyanggah terpandang, kilahan-kilahannya seperti pedang kata yang membungkam tanya. "Mengapa kau tak menyembunyikan identitasku? Itu lebih bagus, mereka takkan mencecarmu, mereka juga takkan curiga?'' tanya Luna di suatu waktu ketika diskusi akan kepindahannya ke Honeysuckle dibahas. Lord Alastair tertawa renyah mendengarnya, "Ini bukan film, sayang!'' serunya. "Aku tak mengajarimu untuk berbohong kan? Aku juga tak mengajarimu untuk menjadi orang lain, bukan?''Luna hanya menggeleng dan Lord Alastair diam dalam senyuman. ***** Luna mendapat jatah di kelas A. Ia duduk di barisan ketiga dari depan. Ia baru sedetik menaruh p****t di atas kursi ketika seorang lelaki dari Holland di belakangnya memanggil. " Hei Lady... aku Kermit,'' katanya setengah berbisik. Anak-anak lain yang mendengar, menimpali sambil setengah tertawa. "Kermit Naakt Geboren, Lady.'' Kermit langsung cemberut. Seperti biasa, namanya Kermit Naakt Geboren (Orang bebas yang terlahir telanjang) selalu jadi bahan lelucon di Honeysuckle. Namanya selalu mengundang gelak tawa dan biasanya akan dijodoh-jodohkan dengan anak perempuan dari satu kampungnya bernama Dolores de Scheele (Orang yang bersedih karena matanya juling), padahal mata Dolores sama sekali tidak juling. Kadang-kadang hal-hal seperti ini memang bisa membuat tawa dari lingkupan jenuh dunia yang sedang dijalani. Kermit kadang-kadang kesal, tapi lebih banyak ia tidak merasa tersinggung karena orang memanggil namanya lebih seperti meledek. Ia punya hati yang besar. Ia juga humoris. Luna seperti biasa, hanya melempar senyum sambil sedikit menahan tawa. Kermit melambung tinggi ketika Luna tersenyum manis dan menatapnya. "Ehem...Ehem...'' Mr. Jerome, seorang guru matematika yang tengah memberi penjelasan atas pelajarannya berdehem. Semua anak tiba-tiba langsung sok sibuk dengan buku-bukunya. Luna menyapu keadaan sekitar dengan heran. "Ku harap kalian memang benar-benar sedang mempelajari pembahasan kita kali ini, atau.....''Mr. Jerome mengernyitkan dahinya, "Mungkin kalian terlalu asyik memandangi murid baru kita.'' Hmmm, sepertinya Luna ikut berkontribusi pada teman-teman di kelasnya yang tengah tenggelam dalam buku matematikanya, tapi matanya, melirik ke arahnya tanpa pernah berhenti. Luna jadi kikuk, merasa tidak enak pada Mr. Jerome sekaligus merasa bahwa kedatangannya kemari terlalu menggemparkan. Dari samping kanannya, seseorang tampak berdehem. Luna menoleh dan ya.... Ternyata ia adalah David Melchars. Saat istirahat seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan untuk Luna. Tapi keadaan di Honeysuckle mengatakan lain, Luna dibungkus manusia-manusia bermata liar, berbakat onar, tidak ada hal yang paling terkenal untuk kaum proletar selain adatnya yang rusuh. " Oh, aku tak menyangka kalau aku satu kamar denganmu, Lady Luna.'' ucap seorang perempuan gendut, sebut saja Cayleigh, Caley Cayleigh. "Aku harap kau tidak berpikiran macam-macam tentang kami karena melihat kamar tidurku yang berantakan seperti kapal pecah.'' Luna hanya melempar senyum. Seorang perempuan bermata cokelat menyerobot omongan Caley. "Kau mesti berjiwa besar jika satu kamar dengan Caley, Lady. Dia akan banyak mengambil lahan tidurmu. Kau bisa lihat sendiri kan betapa lebar badannya?'' "Eh, beraninya kau berkata seperti itu pada Lady Luna, Rosemary!!!'' " Yah karena itu kenyataannya. Kau kan juga sering mengambil jatah lahan tidurku.'' "Oh, jadi rupanya kau kesal padaku ya?'' " Tentu saja, dan aku tak akan membiarkan hal yang sama terjadi pada Lady Luna.'' " Kau ini...!!!!''
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD