Teman

1932 Words
Bella mengernyitkan dahinya saat melihat putranya masuk ke dalam rumah dengan tersenyum bahagia. “Sayang, apa ada hal yang begitu membahagiakan sampai kamu senyum-senyum kayak gitu?” tanyanya penasaran. Christian mendudukkan tubuhnya di samping sang mama, ia lalu memberikan pelukan hangat padanya, setelah itu melepaskannya kembali. “Mama pasti akan ikutan senang saat mendengarnya,” ucapnya dengan senyuman yang masih melekat di kedua sudut bibirnya. “Sekarang katakan sama Mama. Apa yang sudah membuat putra tampan Mama ini bisa sebahagia ini?” tanya Bella sambil mengubah posisi duduknya menghadap putranya. “Sekarang aku sudah mempunyai teman, Ma.” Christian berbicara dengan raut wajah yang berbinar. Terlihat begitu bahagia. Seakan dirinya saat ini tengah mendapatkan lotre dengan hadiah milyaran rupiah. “Benarkah? Siapa namanya? Cowok atau cewek?” Bella pun kini mulai tersenyum. Tentu ia sangat bahagia mendengar kabar yang Christian katakan. Selama ini ia belum pernah melihat putranya seantusias ini menceritakan kebahagiaan. “Dia cewek, Ma. Namanya Jenny. Dia juga sangat cantik. Tadi aku ketemu sama dia di taman deket komplek. Ternyata rumahnya tak jauh dari sini.” Bella mengernyitkan dahinya, “kok kamu bisa tau rumahnya? apa kamu datang ke rumahnya?” Christian menganggukkan kepalanya, “tadi saat dia pulang, aku mengikuti dia sampai di rumahnya.” Christian lalu menundukkan wajahnya, “tapi dia gak bisa melihat, Ma,” lanjutnya. Kedua mata Bella membulat dengan sempurna, “apa? maksud kamu dia buta?” Christian menganggukkan kepalanya, “aku pikir hanya aku yang paling menderita selama ini karena penyakit yang aku derita. Tapi ternyata, diluar masih banyak orang yang lebih menderita dari aku. Seharusnya aku bersyukur, karena selama ini aku masih bisa melihat dunia. Tapi Jenny...” Christian menghentikan ucapannya, rasanya sangat menyesakkan saat kembali mengingat tentang keadaan Jenny saat ini. Selama ini ia selalu mengeluh, dan bahkan sempat ingin menyerah dengan kondisinya saat ini. Bella mengusap lengan putranya, “Sayang, Mama seneng kamu sudah mempunyai teman selain Bastian. Apa Mama boleh bertemu dengan Jenny? Mama ingin sekali bertemu dengannya,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya. “Mama gak marah, aku berteman dengan Jenny?” Bella menganggukkan kepalanya, “justru Mama ingin berterima kasih sama dia, karena sudah mau berteman sama kamu.” Christian memeluk mamanya, “terima kasih, Ma. Aku pikir Mama akan marah, karena aku berteman dengan orang buta. Dia juga bukan berasal dari keluarga kaya. Kedua orang tuanya harus bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.” “Besok bawalah dia kemari. Mama ingin berkenalan dengannya. Mama ingin melihat, seberapa cantik dia, sampai bisa membuat kamu begitu bahagia,” goda Bella. “Ah... Mama apa-apaan sih. Kita hanya teman, Ma. Teman. Itu saja aku terus mendesak dia agar mau berteman denganku,” ucap Christian sambil mengerucutkan bibirnya. “Kenapa? apa dia gak mau berteman denganmu, sampai kamu harus memaksanya?” “Bukan begitu, Ma. Mungkin dia belum percaya sama aku. Mungkin dia pikir aku orang jahat, jadi dia hanya ingin menjaga jarak. Apalagi kami kan baru pertama kali bertemu.” Christian lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, “tapi aku bahagia, Ma. Akhirnya aku mempunyai teman selain Bastian,” ucapnya dengan senyuman di wajahnya. Sedangkan di ruangan lain, saat ini Bastian baru saja selesai membersihkan tubuhnya setelah pulang dari kantor. Tubuhnya menjadi lebih segar setelah mandi. Rasa lelahnya sedikit berkurang. “Apa Christian tadi jadi pergi jalan-jalan keluar gak ya? kenapa dia gak menghubungi aku? biasanya sehari bisa sampai empat kali dia menghubungi dan membicarakan semua yang dilakukannya hari itu.” Bastian yang merasa sangat penasaran, akhirnya memutuskan untuk ke kamar Christian. Setelah selesai berpakaian, ia melangkah keluar dari kamarnya. Bastian yang sudah berdiri di depan pintu kamar Christian, mengangkat tangan kanannya untuk mengetuk pintu itu, setelah itu membukanya. Tapi, ia terkejut saat melihat kamar itu ternyata kosong. “Kemana dia pergi? gak kayak biasanya dia gak ada di kamarnya.” Bastian lalu memutuskan untuk turun kebawah mencari keberadaan Christian. Ia takut sampai terjadi apa-apa dengan sepupunya itu. Ia bahkan membayangkan, penyakit Christian kambuh karena ia telah mengusulkannya untuk pergi jalan-jalan keluar rumah. Bastian berjalan menuju ke dapur, ia melihat Christian tengah duduk sambil melihat mamanya yang sedang memasak. “Astaga! Aku cariin di kamar ternyata malah enak-enakan duduk disini,” kesal Bastian lalu menarik salah satu kursi yang ada di samping Christian. “Kenapa kamu nyariin aku? kamu kangen sama aku?” “Aku!” menunjuk dirinya sendiri, “kangen sama kamu? PD banget kamu,” cebik Bastian. Bella yang sudah selesai memasak, menghidangkan masakannya itu ke atas meja. “Kok kamu sudah pulang, Bas. Terus Om kamu?” “Iya, Tan. Bastian disuruh pulang duluan sama Om. Om bentar lagi pasti pulang,” ucap Bastian sambil membalikkan piring yang ada di depannya. Bella hanya mengangguk, “Tante bikin nasi goreng, katanya Christian lagi ingin makan nasi goreng,” ucapnya sambil menarik kursi yang ada di depan Christian. “Aku juga suka kok, Tan. Apa saja pasti aku makan,” ucap Bastian lalu mengambil nasi goreng dan diletakkan di piring kosongnya. “Mau aku ambilkan sekalian?” tawarnya kemudian kepada Christian. “Boleh, aku gak akan pernah menyia-nyiakan kebaikan kamu, Bas,” ucap Christian sambil menopangkan dagunya di tangan kanannya yang ditumpu di atas meja, dengan kedua mata menatap ke arah Bastian dengan senyuman di wajahnya. “Dasar! Aku tau, kamu pasti akan bilang kayak gitu. Sudah hafal aku,” cebik Bastian lalu meletakkan makanan yang diambilnya di depan Christian. Setelah selesai makan malam, Christian dan Bastian mengobrol di kamar Christian. Kamar Christian sekarang pindah di lantai bawah, karena Christian merasa ia tak sanggup untuk naik tangga berkali-kali untuk masuk ke dalam kamarnya. Apalagi sekarang Christian akan sering keluar dari kamarnya untuk keluar rumah menemui sahabat barunya—Jenny. Dulu, ia tak begitu masalah dengan kamarnya yang diatas, karena ia jarang keluar kamar, karena Bastian dan kedua orang tuanya selalu mendatanginya ke kamar. “Kayaknya ada yang ingin kamu ceritakan sama aku?” Bastian mendudukkan tubuhnya di sofa. “Hem... aku tadi pergi jalan-jalan keluar seperti usulan kamu. Aku pergi ke taman. Disana aku bertemu dengan seorang gadis. Namanya Jenny, tapi sayang, dia buta.” “Terus, kemana lagi kamu pergi?” “Aku dan Jenny sekarang berteman. Aku mengantarnya sampai ke rumahnya.” Bastian menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, “syukur deh. Akhirnya kamu punya teman. Ternyata ada gunanya juga aku menyuruhmu untuk jalan-jalan keluar.” Bastian lalu memiringkan wajahnya menatap Christian yang ada di sampingnya. “Apa gadis itu cantik?” tanyanya kemudian. “Hem... sangat cantik. Tapi, dia sedikit judes. Mungkin karena kita baru pertama kali bertemu kali ya.” “Mungkin. Apalagi Jenny ‘kan gak bisa melihat. Jadi dia gak tau kamu seperti apa. Takutnya kamu orang jahat yang akan mencelakainya. Dia bersikap judes, mungkin hanya untuk melindungi dirinya, karena gak mudah juga percaya dengan orang yang baru pertama kali kita kenal.” Christian mengangguk mengerti, “iya juga sih. Tapi, kalau Jenny bisa melihat, mungkin dia gak akan bersikap seperti itu sama aku.” “Apa kamu tau, kenapa Jenny bisa buta kayak gitu?” Christian menggelengkan kepalanya, “aku gak tanya. Mungkin lain kali akan aku tanyakan. Besok aku akan ajak dia kesini.” Christian sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Jenny. Kali ini, ia tak akan dikawal oleh kedua pengawalnya, tapi ia diantar oleh supir pribadinya untuk pergi ke rumah Jenny, karena ia berniat untuk mengajak Jenny jalan-jalan memakai mobilnya. Bella tersenyum melihat penampilan putranya yang sudah rapi dan terlihat sangat tampan. “Jangan lupa nanti ajak Jenny ke rumah.” Christian menganggukkan kepalanya, “tenang saja, Ma. Aku akan ajak Jenny kesini setelah pulang dari jalan-jalan. Mama jangan lupa masak yang enak untuk makan malam.” “Hem... Mama akan memasakan makanan yang enak nanti.” Cleo yang baru saja keluar dari kamarnya, berjalan menghampiri istri dan putranya. “Chris, kamu mau kemana?” tanyanya penasaran. “Aku mau jalan-jalan, Pa. Sekarang aku ‘kan sudah mempunyai teman,” ucap Christian dengan senyuman di wajahnya. “Yang Mama ceritakan semalam, Pa. Masa Papa sudah lupa,” ucap Bella sambil geleng kepala. “Maaf, Ma. Papa lupa,” ucap Cleo sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Papa gak pergi ke kantor?” tanya Christian penasaran. Cleo menggelengkan kepalanya, “sekarang semua sudah Papa serahkan kepada Bastian. Saatnya Papa untuk menikmati masa tua Papa.” Bella mengusap lengan Christian, “pergilah, temui teman kamu itu,” pintanya. Christian mencium punggung tangan kedua orang tuanya, “aku pergi dulu ya Ma, Pa,” pamitnya. “Hem... hati-hati. Jangan terlalu lelah,” ucap Bella dan mendapatkan anggukkan kepala dari Christian. Christian lalu melangkah menuju pintu utama untuk keluar dari rumahnya. Masuk ke dalam mobil, saat supir pribadinya sudah membukakan pintu mobil untuknya. “Nanti aku akan minta nomor teleponnya Jenny. Meskipun dia buta, dia masih bisa menjawab panggilan telepon dari aku ‘kan?” Tak butuh waktu lama, mobil Christian masuk ke halaman rumah Jenny. Christian meminta supir pribadinya untuk menunggu di dalam mobil saat dirinya menemui Jenny. Christian mengetuk pintu yang lebih kecil dari pintu utama di rumahnya, “semoga dia ada di rumah.” Tak berselang lama, pintu itu terbuka. Nampak wanita paruh baya yang tengah berdiri di depan Christian. “Maaf, kamu mau mencari siapa ya?” “Maaf, Tante. Jenny nya ada?” “Ada. Tapi, kalau boleh Tante tau, kamu siapanya Jenny? Soalnya Tante belum pernah melihat kamu sebelumnya.” “Nama saya Christian, Tante. Saya temannya Jenny. Teman barunya,” ucap Christian dengan senyuman di wajahnya. Wanita paruh baya yang ternyata ibunya Jenny itu mempersilahkan Christian untuk masuk dan memintanya untuk duduk di sofa ruang tamu. “Tante akan panggilkan Jenny dulu,” pamitnya lalu melangkah menuju kamar Jenny yang berada di belakang ruangan itu. Susan mengetuk pintu kamar Jenny, “Sayang, ada teman kamu di depan.” Jenny yang sedang duduk di tepi ranjang, beranjak berdiri dan melangkah menuju pintu. Ia tak memerlukan tongkatnya untuk sekedar membuka pintu kamarnya. “Siapa, Bu?” tanyanya penasaran. “Christian. Kenapa kamu gak pernah cerita sama Ibu kalau kamu punya teman yang bernama Christian?” “Aku baru kemarin mengenalnya, Bu. Tapi untuk apa dia datang kesini?” “Lebih baik kamu temui dia dulu, biar Mama buatkan minuman untuk dia.” “Gak usah, Bu. Jenny akan langsung menyuruhnya untuk pulang. Lagian aku males ngobrol sama dia.” Susan mengusap lengan putrinya, “jangan begitu. Bukankah ini pertama kalinya ada teman kamu yang datang ke rumah semenjak kecelakaan itu terjadi?” “Tapi aku gak tau siapa itu Christian, Bu. Aku hanya gak ingin dia mau berteman denganku hanya karena kasihan padaku. Ibu ‘kan tau, aku paling benci dikasihani.” Susan menghela nafas. Ia tau apa yang dirasakan putrinya selama ini. Setelah kecelakaan yang menimpa putrinya dan membuat putrinya menjadi buta, semua sahabat putrinya menjauhinya satu persatu-satu. “Jangan berburuk sangka dulu. Siapa tau, Christian tulus mau berteman denganmu.” “Aku gak bisa percaya dengan pria yang baru aku kenal, Bu.” “Temui aja dia dulu, kasihan, dia sudah bela-belain datang kesini,” bujuk Susan sambil mengusap lengan putrinya. Susan lalu masuk ke dalam kamar untuk mengambil tongkat yang biasa Jenny pakai untuk alat bantunya berjalan. Meskipun Jenny sudah hafal setiap sudut ruangan, tapi ibunya masih saja mengkhawatirkannya kalau tak memakai tongkat bantu itu. Jenny melangkah menuju ruang tamu dengan perlahan. Christian yang melihat Jenny tengah melangkah ke arahnya pun beranjak dari duduknya. Ia berniat untuk membantu Jenny duduk. “Aku bisa duduk sendiri,” ucap Jenny sambil menyingkirkan tangan Christian dari lengannya. Jenny lalu mendudukkan tubuhnya di sofa, “mau apa kamu kesini?” tanyanya dengan nada ketus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD