Perkenalan

2101 Words
Bastian mengetuk pintu kamar Christian, “aku masuk ya,” ucapnya lalu membuka pintu kamar itu. Bastian masuk ke dalam kamar Christian sambil membawa nampan yang berisi satu piring makanan dan segelas susuu hangat. Ia lalu meletakkannya di atas nangkas. Christian tersenyum melihat penampilan Bastian yang sudah rapi dengan setelan jas di tubuhnya. Hari ini adalah hari pertama Bastian menjabat sebagai CEO di perusahaan keluarga Christian. Sebelum berangkat bekerja, ia ingin berpamitan dengan sepupunya itu. “Kamu terlihat sangat tampan dengan setelan jas itu,” puji Christian dengan menepiskan senyumannya. “Aku memang selalu tampan. Aku kesini hanya ingin berpamitan sama kamu. Selain itu, aku juga ingin mengingatkan kamu, supaya kamu jalan-jalan keluar kalau merasa kesepian.” Christian menganggukkan kepalanya, “tenang saja. Tanpa kamu suruh pun, aku akan melakukannya. Aku juga bosan di dalam kamar terus. Aku ingin menghirup udara segar.” “Tapi, kondisi kamu sudah lebih baik ‘kan?” tanya Bastian cemas. Bastian hanya takut, apa yang diusulkannya malah akan membuat kondisi Christian semakin memburuk. Ia tak ingin sampai Christian kembali masuk ke rumah sakit. Apalagi kalau penyebabnya adalah dirinya. “Tenang aja, aku udah enakkan kok. Mama dan Papa aja yang terlalu melarang aku untuk melakukan ini dan itu.” “Semua itu demi kebaikan kamu, Chris.” “Aku tau. Sekarang kamu keluarlah. Apa kamu mau terlambat berangkat ke kantor? padahal ini hari pertama kamu memimpin di perusahaan aku.” Bastian melihat jam di pergelangan tangannya. “Aku berangkat dulu. Jangan lupa dimakan makanannya,” ucapnya mencoba mengingatkan Christian—sepupu yang sangat disayanginya itu. “Hem, aku akan memakan nya nanti.” Bastian menatap wajah Christian, “kamu harus sembuh, Chris. Harus.” “Iya... iya. Pergilah. Jangan membuat para karyawan mu menunggu.” “Dasar! Seharusnya kamu yang ada di posisi ini sekarang,” ucap Bastian lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah menuju pintu. “Bas, jangan lupa makan meskipun kamu banyak kerjaan.” “Hem...” Bastian melambaikan tangannya, lalu membuka pintu dan keluar dari kamar Christian. “Sorry, Bas. Aku selalu merepotkan mu.” Christian lalu menatap makanan yang tadi dibawa oleh Bastian. Ia lalu mengambil makanan itu dan mulai memakannya. Hari ini, ia berencana untuk jalan-jalan di sekitar komplek rumahnya. Ia bahkan tak ingat, kapan terakhir kali dirinya pergi jalan-jalan keluar. Biasanya ada Bastian yang selalu menemaninya jalan-jalan, tapi kali ini Christian hanya akan ditemani oleh kedua pengawal pribadinya. Pengawal yang dipekerjakan kedua orang tuanya untuk selalu menjaganya. Christian yang sudah bersiap-siap melangkah keluar dari kamarnya. Saat ini, ia mengenakan kaos panjang dan celana jeans. Ia melangkah perlahan menuruni anak tangga. Christian melihat mamanya yang tengah duduk sendirian di ruang tengah. Ia lalu berjalan mendekatinya. “Ma, lagi apa nih?” tanyanya lalu mendudukkan tubuhnya di samping sang mama. Bella menatap wajah tampan putranya. Wajah yang mewarisi ketampanan sang suami saat masih muda dulu. “Sayang, kok kamu sudah rapi gini? Kamu mau pergi kemana?” tanyanya penasaran. “Aku mau jalan-jalan, Ma. Palingan ke taman dekat komplek. Boleh ya, Ma. Hanya bentar kok,” pinta Christian dengan mengatupkan kedua telapak tangannya. “Tapi, Sayang. Kamu baru saja pulih. Bagaimana kalau sampai terjadi apa-apa nantinya? Mama gak mau sampai itu terjadi.” Christian menggenggam tangan sang mama. “Mama gak usah cemas. Aku ‘kan perginya sama pengawal. Jadi gak akan terjadi apa-apa dengan aku. Aku bosan Ma, di kamar terus. Aku ingin melihat dunia luar. Aku bahkan sudah lupa, kapan terakhir kali aku jalan-jalan keluar sendirian seperti ini. Biasanya aku selalu pergi bersama dengan Bastian, sama Mama dan papa juga.” Bella menghela nafas. Ia juga tak mungkin selamanya mengurung putranya itu di dalam rumah. Sekarang Christian bukan lagi anak kecilnya. Dia sudah tumbuh dewasa dengan tubuh tegap dan berwajah tampan. Bella bahkan berharap, putranya itu bisa hidup seperti Bastian atau orang-orang yang ada diluar sana. Bahkan sampai detik ini, ia tak pernah melihat putranya itu berteman dengan orang lain selain Bastian. “Boleh ya, Ma. Please...” pinta Christian lagi. Bella menganggukkan kepalanya dengan senyuman di wajahnya. “Tapi kamu harus ingat. Kalau kamu sampai merasakan sakit lagi. Kamu harus segera hubungi Mama.” Christian menganggukkan kepalanya, “iya, Ma. Mama tenang saja, aku juga membawa obat yang harus aku minum siang ini.” Bella mengusap lengan putranya dengan lembut. “Mama ingin kamu bahagia, Sayang.” “Aku sudah sangat bahagia kok, Ma. Semua yang aku inginkan sudah terwujud. Apalagi ada Mama, Papa, dan Bastian yang selalu menemaniku.” Christian lalu beranjak dari duduknya, “aku pergi dulu, Ma,” pamitnya lalu mencium punggung tangan mamanya. Setelah itu Christian melangkah pergi. Ada rasa bahagia tersendiri di dalam hatinya. Apalagi setelah sekian lama, ia bisa menghirup udara segar, dan menikmati betapa indahnya dunia luar. “Kita jalan kaki saja. Lagian kita hanya akan jalan-jalan di sekitar sini saja,” ucap Christian kepada kedua pengawalnya yang bertubuh kekar. “Baik, Tuan,” jawab kedua pengawal itu sambil membungkukkan sedikit tubuhnya. Kedua pengawal itu lalu berjalan di belakang Christian untuk keluar dari rumah dengan dua lantai dan terlihat sangat megah. Christian bahkan bersenandung saat menapaki jalan secara perlahan. Ia seakan tengah menikmati momen-momen yang sangat dirindukannya ini. Setelah sekitar lima belas menit berjalan, Christian dan kedua pengawalnya akhirnya sampai di taman dengan komplek rumahnya. Tatapan matanya kini tengah terarah ke sebuah bangku taman. Dimana di bangku itu, duduklah seorang gadis cantik dengan rambut panjangnya yang tergerai indah. Siapa gadis itu? kenapa dia duduk sendirian di taman? Apa dia juga gak mempunyai teman seperti aku? Christian ingin sekali mendekati gadis itu. Tapi, ia merasa ragu, karena selama ini ia belum pernah mendekati seorang wanita. Dua pengawal yang berdiri di belakang Christian mengernyitkan dahinya saat melihat kelakukan tuan nya. Mereka saling menatap satu sama lain. Akhirnya salah satu dari mereka melangkah mendekati Christian. “Maaf, Tuan. Apa ada yang sedang Tuan pikirkan?” tanya pengawal yang bernama Beno itu. Christian menunjuk ke arah gadis yang duduk seorang diri di bangku taman. “Kamu lihat gadis itu ‘kan?” tanyanya. “Iya, Tuan. Apa Tuan mengenalnya?” Christian menggelengkan kepalanya, “dia duduk sendirian disana. Kira-kira dia sedang menunggu siapa?” Beno bingung harus menjawab apa. Kenapa juga Tuannya itu menanyakan hal yang sama sekali tak bisa di jawabnya. Memangnya ia harus peduli dengan urusan gadis itu? “Jika Tuan merasa penasaran. Kenapa Tuan tidak bertanya langsung padanya?” Christian menatap pengawalnya itu, “aku belum pernah mendekati satu wanita pun selama ini. Apa aku memang harus ke sana?” “Itu terserah sama, Tuan.” Christian kembali menatap gadis itu, “aku akan ke sana. Kalian tetaplah disini. Gadis itu akan takut sama melihat kalian nanti. Beno menganggukkan kepalanya, ‘wajah tampan begini, masa dibilang menakutkan?’ gumamnya dalam hati. Christian lalu melangkahkan kakinya mendekati gadis itu, dengan perlahan tapi pasti, akhirnya ia sampai di depan gadis itu. Tapi, ada yang membuatnya bingung, karena gadis itu tetap diam dan tak merespon kedatangannya. Christian akhirnya mengibas-ngibas kan telapak tangannya di depan kedua mata gadis itu. Kedua matanya seketika langsung membulat, saat gadis itu tetap tak merespon gerak tangannya. Gadis itu tetap diam sambil menatap kedepan. Astaga! Apa dia buta? “Apa yang kamu lakukan didepanku?” tanya gadis itu tanpa mengalihkan tatapannya. “Kamu menyadari kehadiranku?” tanya Christian sambil mengernyitkan dahinya. Gadis itu menganggukkan kepalanya. Christian lalu mendudukkan tubuhnya di samping gadis itu. “Tapi kenapa saat aku mengibaskan telapak tanganku di depan kedua mata kamu, kamu hanya diam?” “Aku buta.” Gadis itu lalu tersenyum, “dulu aku mengalami kecelakaan, karena kecelakaan itu kedua mataku jadi tak bisa melihat,” lanjutnya. Christian merasa sangat kasihan dengan gadis itu. Ia tak menyangka, jika di luar sana, masih banyak orang yang lebih menderita darinya. Ia memang tak bisa menjalani hidupnya seperti orang lain. Tapi, ia masih bisa melihat dunia dengan kedua matanya. “Kenapa kamu duduk disini sendirian? Bagaimana kamu bisa sampai kesini?” Christian bahkan tak melihat sebuah tongkat yang biasa dipakai oleh orang buta. Gadis itu tersenyum, “kita gak saling mengenal. Jadi, aku gak harus menjawab pertanyaan kamu.” “Astaga! Maaf, aku sampai lupa.” Christian lalu memberanikan diri untuk menjabat tangan gadis itu, “kenalin, nama aku Christian,” ucapnya memperkenalkan diri. “Jenny,” balas gadis yang ternyata bernama Jenny. Christian lalu melepaskan genggaman tangannya. “Sekarang kamu sudah bisa menjawab pertanyaan aku ‘kan?” Jenny kembali tersenyum, ia lalu menggelengkan kepalanya. “Kenapa? apa pertanyaan ku terlalu sulit untuk kamu jawab? Padahal aku hanya menanyakan alasan kamu duduk disini sendirian dan kamu kesini sama siapa.” “Kita baru saja berkenalan. Kita juga bukan teman.” Gadis yang menarik. “Ok, kalau gitu, apa kamu mau menjadi temanku?” Jenny hanya diam. Ia juga tak bisa langsung menerima ajakan pertemanan pria yang baru saja dikenalnya. Ia lalu mengambil tas yang ada di sebelahnya, mengambil tongkat yang biasa dipakainya untuk berjalan. O... ternyata disimpan di dalam tas. Makanya tadi aku gak melihatnya. Tapi, apa dia mau pergi gitu aja? Apa dia gak mau menerima tawaran pertemanan yang aku tawarkan? “Kamu mau kemana?” “Pulang. Aku sudah terlalu lama berada disini,” ucap Jenny lalu beranjak dari duduknya. Christian ikut beranjak dari duduknya, “kamu yakin bisa pulang sendiri?” tanyanya cemas. “Aku sudah terbiasa. Apa hanya karena aku buta, kamu mengasihani ku?” “Bu—bukan begitu. Aku gak...” Christian menghentikan ucapannya saat melihat Jenny yang sudah mulai melangkah pergi. Ia langsung mengikuti langkah Jenny. Begitu pun dengan kedua pengawalnya. “Biar aku mengantarmu,” ucapnya sambil berjalan di samping Jenny. Jenny menghentikan langkahnya, “berhenti mengikuti ku. Aku paling gak suka ada orang yang mengasihani aku. Meskipun aku buta, aku juga bisa menjaga diri.” “Aku gak mengasihani kamu. Aku hanya ingin berteman denganmu, itu saja. Jadi, izinkan aku untuk mengantarmu pulang. Lagian jalan ke rumah aku juga lewat sini. Jadi, gak ada salahnya ‘kan? Kita ‘kan pulangnya searah.” Jenny menghela nafas. Baru kali ini ia menemui pria yang begitu keras kepala dan sangat cerewet seperti Christian. “Terserah!” serunya yang sudah tak mau berdebat dengan pria yang baru dikenalnya. Dalam perjalanan menuju rumah Jenny, Christian benar-benar kagum saat melihat Jenny yang begitu hafal arah jalan ke rumahnya. Apalagi dengan kondisi kedua matanya yang sama sekali tak bisa melihat. “Apa kamu masih gak mau memberitahu aku, alasan kamu duduk di taman tadi?” Christian sepertinya belum menyerah, sebelum mendapatkan jawaban dari Jenny. Jenny sama sekali tak menggubris apapun yang keluar dari mulut Christian. “Aku gak akan diam sebelum kamu jawab pertanyaan aku. Aku...” Christian menghentikan ucapannya saat dirinya sudah berdiri di depan pagar sebuah rumah minimalis, tapi terlihat sangat asri. “Apa ini rumah kamu?” tanyanya kemudian. “Hem, sekarang kamu boleh pulang.” “Apa kamu gak ingin mengajakku untuk berkenalan dengan keluarga kamu?” Jenny mengernyitkan dahinya, “untuk apa aku mengenalkan kamu sama keluarga aku? kita bahkan tak saling mengenal.” Christian tersenyum, meskipun Jenny tak akan bisa melihat senyumannya. “Kita sudah berkenalan tadi. Aku juga sudah menawarkan persahabatan sama kamu. Tapi, kamu nya yang sok jual mahal!” Jenny yang merasa sangat kesal, akhirnya memilih untuk melangkahkan kakinya masuk kedalam pekarangan rumahnya. Berharap, Christian tak akan mengikutinya. “Biar aku yang buka,” ucap Christian sambil menggerakkan tangan kanannya untuk memegang handle pintu dan langsung membuka pintu itu. “Astaga! Kenapa kamu sejak tadi mengikuti ku!” Christian tak memperdulikan omelan Jenny. Ia memilih untuk masuk ke dalam rumah Jenny. “Dimana kedua orang tua kamu? apa kamu sendirian di rumah?” tanyanya sambil mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu yang ada di rumah Jenny. “Chris!” seru Jenny emosi. Christian tersenyum, akhirnya Jenny mau memanggil namanya. Ia lalu beranjak dari duduknya, melangkah mendekati Jenny. “Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Tapi, aku gak bermaksud untuk mengganggu kamu kok. Jujur, selama ini aku gak mempunyai seorang teman, itu sebabnya aku ingin berteman denganmu.” Jenny mengernyitkan dahinya, meskipun ia tak bisa melihat, ia tetap menatap lurus kedepan, karena ia yakin, Christian saat ini tengah berdiri di depannya. Jenny lalu menghela nafas, “ok. Mulai sekarang kita adalah teman.” Saking bahagianya, Christian langsung memeluk Jenny, “terima kasih,” ucapnya lalu melepaskan pelukannya. Jenny hanya menganggukkan kepalanya dengan tubuhnya yang mendadak menjadi beku saat Christian dengan tiba-tiba langsung memeluk. “Aku akan pulang dulu. Tapi, besok aku akan datang kesini lagi untuk mengajak kamu jalan-jalan,” lanjutnya. Jenny kembali menganggukkan kepalanya. Suara Christian terdengar sangat merdu, meskipun ia sangat cerewet, hingga membuatnya emosi. Ia bahkan menerka-nerka, kalau Christian seorang penyanyi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD