Keira bisa membayangkan sosok Opa Benyamin sedang duduk di kursi malas kayunya, entah di beranda vila di Tuscany atau balkon apartemennya di Dubai. Mata tuanya yang tajam pasti menatap ke kejauhan, sementara jari-jarinya menekan batang cerutu seperti sedang menimbang sesuatu yang jauh lebih berat dari yang terlihat. “Delon Atmadja...” gumam pria tua itu akhirnya. “Cucu Opa memang selalu tahu cara membuat berita besar, ya?” Nada suaranya tidak menghakimi, tapi sarat makna. Keira hanya tersenyum kecil—senyum bersalah yang tak sepenuhnya menyesal. “Opa tahu, Kei nggak pernah main-main. Jadi kalau Keira sampai unggah foto begitu... Opa anggap ini serius?” Keira menggigit bibir bawahnya. “Serius, Opa... Delon—Om Delon—bukan sekadar pelarian. Bukan karena sakit hati ditinggal Elang. Bukan ka

