Delon menatap Keira yang kini terbaring di atas meja bar, tubuhnya gemetar, d**a terangkat turun tak teratur, tapi matanya tetap terbuka—bercahaya dan liar. Rambut panjangnya terurai di permukaan marmer yang dingin, kontras dengan bara panas yang menyala di antara mereka. “Kamu belum cukup?” tanya Delon pelan, suaranya dalam dan kasar, seperti bilah baja yang digesekkan di dinding d**a. Keira hanya mengangguk pelan, bibirnya setengah terbuka, nafasnya tercekat. “Belum… Masih jauh…” Delon menyeringai. Napasnya menghembus di atas perut Keira yang naik turun tak terkendali. Jemarinya menyusuri kulit itu lagi, menyapu dari rusuk ke pinggang, lalu meremas paha Keira dengan keras hingga tubuh wanita itu melengkung. “Kuat juga kamu, ya,” desisnya. “Padahal tadi aku kira kamu udah nyerah.” Ke

