Pertemuan Pertama

1022 Words
Hazig sedang mengemudikan mobilnya menuju kantor setelah melakukan meeting dengan kliennya dan dilanjut makan siang bersama. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Ia melihat layar ponselnya bertuliskan nama kontak My Little Sister. Ia pun segera mengangkat panggilannya melalui bluetooth handsfree yang terpasang di telinganya. "Halo!" "Kakak! Kamu di mana?" seru Keyra. "Kakak lagi di jalan menuju kantor, Dek. Kenapa?" "Kakak bisa jemput aku gak?" tanya Keyra. "Jam berapa?" "Jam tiga sore ini. Habis itu temani aku ke mall beli buku sekalian kita jalan-jalan ya, Kak!" Hazig diam sejenak memikirkan tawaran adiknya. "Oke. Kakak jemput kamu di mana?" tanya Hazig. "Di kampus, dong! Nanti aku tunggu Kakak di parkiran depan fakultas, ya!" "Sip! Kalo gitu Kakak tutup dulu. Udah sampai kantor soalnya." "Oke, Kakakku yang gantengnya ngalahin Kim Bum! Aku tunggu lho!" "Iya, adikku yang bawel!" ejek Hazig. "Apa sih Kak!" pekik Keyra. Hazig tergelak mendengar adiknya yang langsung kesal. Ia mematikan panggilannya dan segera turun dari mobil dan melangkah menuju ruang kerjanya. Bila di depan keluarganya ia adalah sosok yang hangat dan sering tersenyum, tetapi di kantor ia memasang wajah datar. *** "Aduh, kakak gue mana sih? Kok belum datang juga!" gerutu Keyra yang kini berdiri di depan gedung fakultas Sastra. Gadis itu uring-uringan sambil berusaha menelpon Hazig. Sudah hampir satu jam ia menunggu, tetapi sang kakak yang ia tunggu belum datang juga. "Ck! Pake gak diangkat lagi." Nayyara yang kebetulan lewat di depan gedung fakultas Sastra melihat Keyra yang mengomel sendirian sambil memegang ponsel. "Keyra!" seru Nayyara. "Eh, Ibu Nay. Ada apa, Bu?" tanya Keyra. "Kamu yang ada apa?" tanya Nayyara balik. Gadis itu terlihat salah tingkah. Mungkin dosennya heran karena dirinya belum pulang sedangkan suasana gedung fakultas sudah sepi. "Saya lagi nungguin kakak saya, tapi sudah hampir satu jam belum datang juga," jawab Keyra lirih. "Memangnya kamu mau ke mana?" tanya Nayyara. "Mau ke mall sih. Mau beli buku." "Ya sudah. Kita pergi sama-sama saja. Saya juga kebetulan mau ke toko buku juga." "Wah, mau deh, Bu! Tapi, apa gak merepotkan?" tanya Keyra yang merasa tak enak hati. Nayyara menggeleng seraya tersenyum hangat. "Sama sekali tidak. Ayo!" ajaknya. "Oke, Bu!" Nayyara membuka kunci pintu di sebelahnya agar Keyra bisa masuk. Suasana begitu hening di dalam mobil Nayyara. Nayyara yang fokus mengemudi, berbeda dengan Keyra yang masih terus mencoba menelpon kakaknya yang akhirnya diangkat juga. "Kakak, ke mana aja sih? Udah satu jam lho aku nungguin!" gerutu Keyra pada sang kakak. Nayyara yang mendengarkan hanya tersenyum geli. "Maaf, Dek. Kakak baru selesai meeting dengan dewan direksi. Kamu masih di kampus?" tanya Hazig. "Udah di jalan. Aku pergi sama dosenku!" jawab Keyra ketus. "Lho? Kok bisa?" tanya Hazig heran. "Ya bisa dong! Lagi pula dosenku mau ke toko buku juga. Jadinya pergi bareng deh!" "Ya sudah. Kakak susul kamu, ya! Tunggu Kakak di sana!" titah Hazig. "Beneran lho, ya! Kan gak lucu kalau dosenku lagi yang antar aku pulang," ujar Keyra tak enak. "Iya, janji!" "Oke. Bye!" *** Bruk! "Astaghfirullah!" "Maaf. Maafkan saya, Nona!" Nayyara menunduk bersama seorang pria yang ikut membantunya mengambil buku-buka yang tak sengaja ia jatuhkan saat pria itu mencari adiknya. "Sekali lagi saya minta maaf, Nona." Nayyara yang masih menunduk kemudian mendongak ke arah pria tadi. Nayyara menatap datar sedangkan pria itu terpaku sejenak pada ekspresi wanita itu. "Kak Hazig!" Hazig menoleh ke belakang begitu mendengar suara Keyra. "Kak Hazig kok bisa sama Bu Nayyara?" "Eh, Itu ... Kakak gak sengaja nabrak dia sampai buku-bukunya jatuh," jawab Hazig dengan sesekali menatap Nayyara yang baru saja ia tabrak. "Udah? Kita pergi makan yuk!" ajak Hazig pada Keyra. "Aku belum bilang sama dosenku, Kak." "Ya udah telpon!" "Dosenku ada di depan Kakak!" "What!" pekik Hazig. Nayyara menaikkan sebelah alisnya pada pria yang ternyata adalah saudara dari mahasiswinya, sedangkan Keyra terkikik geli melihat ekspresi terkejut sang kakak. "Ehm ... Saya pikir dosennya Keyra bukan Anda." Hazig menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Nayyara hanya menggelengkan kepalanya. "Hazig." Pria itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya. "Nayyara." Ia hanya menangkupkan kedua tangannya di d**a. Hazig yang paham segera menurunkan kembali tangan kanannya. Baru kali ini ada seorang wanita yang gak terpesona sama gue juga gak menyambut jabatan tangan gue. Padahal di luar sana banyak yang bersaing cuma untuk mandang gue dari dekat! "Eh, Bu Nay udah bayar bukunya?" "Belum. Ini mau ke kasir." "Ya udah, Bu. Kami tunggu di depan, ya, Bu. Sekalian kita shalat maghrib dan makan malam. Makan malam sebagai tanda terima kasih dari saya karena Ibu telah menyelamatkan saya dari rasa bosan akibat menunggu SESEORANG!" Keyra menyindir Hazig sekaligus memberi tatapan tajam pada kakaknya. Sedangkan Hazig hanya terkekeh. Nayyara hanya tersenyum tipis, namun senyum itu sempat terlihat oleh Hazig. Cantik! Nayyara bergegas ke petugas kasir dan membayar buku-bukunya. Lalu ia menyusul mencari dua bersaudara tadi. *** Setelah shalat maghrib di mushalla mall tersebut, mereka makan di sebuah restoran seafood yang ada di lantai 3. Hazig dan Keyra makan sambil mengobrol disertai candaan ringan, sedangkan Nayyara hanya diam menikmati nasi, capcay, dan cumi goreng rica-rica miliknya sambil mendengarkan ocehan dua bersaudara yang ada di depannya. Sesekali Hazig memandang wajah cantik Nayyara yang tengah menunduk menikmati makanannya. "Nayyara ...." Sang pemilik nama mendongak begitu pria itu memanggilnya. "Ya?" "Kamu beneran dosennya Keyra?" tanya Hazig. Keyra yang mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh kakaknya seketika mencubit lengannya. "Aw! Sakit, Keyra!" pekik Hazig yang kini meringis kesakitan. "Kakak sih pake gak percaya segala! Udah jelas-jelas aku manggilnya 'Ibu' karena untuk menghormati beliau walaupun masih muda. Seorang CEO kok ngeluarin pertanyaan bodoh kayak gitu!" Jatuh sudah harga diri sang kakak di depan dosen cantik berjilbab panjang itu. Nayyara hanya geleng-geleng kepala karena tingkah absurd mereka. "Maafkan kakak saya, Bu. Kakak saya ini emang nyebelin." Nayyara pun tersenyum. "Tak apa-apa, Keyra." Suasana pun hening. Yang terdengar hanya suara keramaian restoran. Makanan mereka habis. Hazig dan Nayyara berdiri ingin ke kasir. "Biar saya yang bayar, Nayyara." "Tak perlu, Hazig!" tolak Nayyara. "Tolonglah! Sebagai tanda perkenalan kita, juga tanda terima kasih karena sudah membimbing adik saya selama ini." Hazig sedang tak ingin dibantah. Kapan lagi ia bisa bertemu dengan dosen secantik Nayyara. Eh? "Baiklah. Terima kasih," ucap Nayyara tulus sembari tersenyum tipis. Lagi-lagi Hazig menatapnya tak berkedip. Senyumnya benar-benar mengalihkan duniaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD