Chapter 1

1911 Words
Mobil Carl Wetzel terparkir didepan rumah sakit, ia sengaja membawa sepupunya yang tak lain paman Tachana untuk menyetir mobil. Langkah kaki Tachana sudah mendekati mobil dengan Carl Wetzel membukakan pintu mobil untuk istrinya, Fame yang menggendong Sam memasuki mobil dengan memeluk bayi mungil yang saat ini berada di pelukan Fame. "Kita akan tiba di rumah sebentar lagi ya sayang," ucap Fame dengan menutup selimut supaya Sam tak kepanasan, wajah mungilnya terlihat lucu dan menggemaskan dengan warna kulit merahnya. Tachana duduk di sisi Fame, perjalanan menempuh sejam lebih dengan kemacetan Kota Jakarta siang ini. Pikiran Tachana masih saja memikirkan Sam dan juga dirinya, rumah yang ia tempati masih menjadi milik Tory. Apa jadinya jika ia berpisah dengan Tory, map dokumen berisikan perceraian masih ada dan lengkap berada di tas koper berisikan perlengkapan Tachana. Suara obrolan ayahnya bersama pamannya terdengar dengan Tachana yang hanya memandangi pemandangan dari balik jendela mobil, melihat pemandangan sekitar wilayah jakarta menuju kediamannya. Sesekali mata Fame melirik ke wajah putrinya. Fame sangat mengerti dengan kondisi putrinya yang baru saja melahirkan dan mengalami permasalahan rumah tangga bersama Tory, "Tachana, jangan melamun. Jika ada obrolan masih ada ibu yang akan mendengarkanmu." Tachana hanya menoleh dengan mengangguk, senyuman dengan tak menjawab ucapan Fame. Masih banyak hal lain yang ada dalam pikirannya, terlebih handphone miliknya yang dibiarkan off sementara. Mobil berwarna abu-abu metalik memasuki Kawasan Cibubur, mobil apv keluarga terparkir di salah satu cluster mewah dimana Tachana dan Tory tinggal. "Selamat datang di rumah keluarga," ucap Fame dengan senyum bahagianya, wajah Sam masih tertidur dengan lucu setelah Tachana memberikan asi selama satu jam di rumah sakit. Seorang asistant membukakan pintu gerbang dengan menyambut kedatangan Tachana dan juga anak yang baru saja ia lahirkan. Tak ada sambutan seperti perayaan lainnya, tak ada ucapan spesial dengan hanya suara orangtua Tachana yang menyambut kelahiran Sam. Asistant yang bekerja pun tak berani berkata apapun. Karena ia tahu Tachana akan berpisah dengan Tory, Tachana memasuki rumah dengan tersenyum, Fame membawa Sam berada di pelukannya untuk menuju kamar Tachana dan juga Tory. Carl Wetzel tak mengucapkan hal apapun, bahkan kelahiran putranya tak disiapkan kamar anak dari seorang Tory. "Laki-laki macam apa kamu ini, bahkan putramu terlahir saja kamar anak tak disiapkan," kekesalan Carl Wetzel terlihat dengan menahan rintihannya, ada luka di hatinya dengan menahan jerit kesedihannya. Entah karma apa yang ia lakukan sehingga putri kesayangannya di perlakukan tak baik dengan seorang pria bernama Tory. Carl Wetzel menaruh beberapa tas milik Sam dan juga Tachana, dengan cepat asistant membawa tas yang Carl Wetzel taruh di sofa menuju kamar Tachana. "Mbak, Tory masih bekerja? Apa dia tidak tahu jika istrinya akan pulang hari ini ke rumah," ucap Carl Wetzel dengan menghentikan langkah kaki sang asistant. "Masih bekerja, Tuan Carl," jawabnya dengan berjalan kembali menuju ruangan kamar Tachana. Rasa kecewa Carl Wetzel sangat terlihat dengan dirinya yang tak ingin berlalu lama berada di kediaman Tory, jika saja Tachana tak ada sangkut pautnya bersama Tory mungkin hari ini ia membawa putrinya ke kediamannya. Rasa kecewa seorang Carl Wetzel sudah tak tertahan, hati nurani seorang pria dan juga seorang ayah bagi Carl Wetzel tak ada lagi di dalam benak seorang Tory. Carl Wetzel menghapus air matanya yang keluar dari matanya, menyeka air mata seorang ayah. Yang ia pikirkan tak hanya Tachana, ada Sam cucunya yang ia pikirkan. Carl Wetzel memegang sapu tangan miliknya, tak ada keinginan untuk minum teh yang disajikan oleh asistant ataupun kue yang di sajikan di atas meja. Nafsu makannya hilang, tapi ini adalah rumah tangga putrinya yang tak bisa ia ikut campuri. Langkah kakinya berjalan menuju ruangan kamar Tachana dan Tory, ada Sam yang tertidur di atas ranjang dengan wajah imutnya disana. Wajah anak yang tak bisa membuat Carl Wetzel tega untuk menyakitinya, entah apa yang ada dalam benak menantunya. Bahkan kelahiran putranya tak diberikan sambutan ataupun acara perayaan kecil. "Cucu ayah sangat tampan, Tachana jika lapar jangan lupa makan. Jika ada hal apa-apa bisa menghubungi ayah dan ibu, jangan ada diet karena kamu baru saja selesai melahirkan," ucap Carl Wetzel dengan menunggu istrinya, Fame. Fame pun membereskan beberapa perlengkapan cucunya di kamar, ada perasaan khawatir yang istrinya rasakan. Carl Wetzel sangat memahaminya, Carl Wetzel menunggu Fame untuk membawa Fame pulang ke kediamannya. Fame mencium kening Tachana dengan mengusap rambut putrinya, "Ingat pesan ayahmu, jika ada apa-apa langsung menghubungi ibu dan ayah." Anggukan dari Tachana terlihat dengan melepas pelukan Fame, asistant yang berdiri di dekat Carl Wetzel pun mengantar Carl Wetzel dan juga Fame ke luar rumah. Suara mobil terdengar dengan Tachana menyalakan ac dengan suhu sedang, senyuman dari wajahnya terlihat dengan wajah Sam putranya yang masih tertidur. Tachana melepaskan selimut dari tubuh putranya, membiarkan Sam bernapas lega dengan aroma bayi di sekitar ruangan. Koper miliknya masih berada di kamar, melihat putranya tentu saja tak ada keinginan Tachana membuka map yang diberikan suaminya untuk menandatanganinya, seandainya saja Tory mengizinkannya selama enam bulan, enam bulan untuk asi ekslusif dengan fasilitas milik Tory. Selama berumah tangga bersama Tory hampir selama rumah tangga Tachana tak pernah meminta apapun, apapun yang diberikan Tory, ia menerimanya. Bahkan perlengkapan kebutuhan rumah dan juga kebutuhan keperluannya Tory yang mengaturnya. Tachana berdiri dengan memperhatikan putranya, helaan napasnya terlihat dengan Tachana menghampiri tas miliknya. "Nyonya, ada tamu menunggu nyonya," ucapan sang asistant dengan wajahnya yang menunduk. Ada rasa tak enak dengan apa yang dirasakan Tachana ia pun merasakannya. Tachana menyuruh asistantnya untuk menjaga putranya, "Tolong jaga sebentar ya mbak, saya menerima tamu dulu. Jika agak menangis tolong panggil saya." Anggukan sang asistant terlihat, ia ingat dengan ucapan Carl Wetzel, akan ada perawat setiap pagi dan sore untuk merawat Sam cucunya. Tachana berjalan menuju ruang tamu, sudah ada seorang wanita dengan ditemani seseorang. Wajahnya melihat ke sekitar rumahnya dengan beberapa jamuan minuman dan kue yang di sediakan asistant rumahnya. "Ada keperluan apa ya kalau saya boleh tahu," ucap Tachana dengan duduk di dekat tamu yang mencarinya. Dengan ditemani seseorang yang menemaninya. Wanita yang dilihat Tachana dengan perut membuncit, rambut panjangnya terlihat dengan perhiasan yang dikenakan sang wanita. Berbeda dengan dirinya yang hanya mengenakan perhiasan minimalis. "Apa anda Ibu Tachana," tanya seorang wanita yang wajahnya lebih dewasa dari wanita yang berada di sebelahnya. Tachana menatap heran sang wanita dengan mengangguk. Bibirnya agak terkatup dengan kebingungan. "Iya dengan saya sendiri, ada apa ya?" Tanyanya dengan wajah Tachana yang semakin penasaran. "Saya istrinya Tory," jawab wanita yang berada di hadapan Tachana, dengan sikap tenangnya. Tachana mengumbar senyum disana. Tak terkejut dan juga tak ada ekspresi gemetar, ia menahan segalanya dengan menerima tamu yang ingin bertemu dengannya. Tachana melirik ke arah perut wanita yang kini ada di depannya, mungkin janin berusia tiga bulan, tak sebanding dengan putranya yang baru saja ia lahirkan. Tachana pun menerima kembali ucapan tamunya. Tamu yang menginginkan hati Tachana sakit sebagai seorang istri sah Tory. "Kamu ingin bertemu dengan Tory? Kebetulan Tory masih ada di kantor, nanti saya hubungi dia. Kamu bisa menunggunya di rumah kamu atau kamu bisa ke kantornya, Tory enggak ada disini," jawab Tachana dengan menohok. Ada cincin yang tersemat di jari manis dirinya dengan perbandingan wanita yang mengaku istri Tory, beberapa jarinya berisikan perhiasan. Sangat berbeda dengan Tachana yang berpenampilan biasa. "Tapi rumahnya disini, jadi kami menunggunya disini. Saya harap mbak memahami istrinya yang sedang hamil," ucap seorang wanita yang ada di sebelah wanita yang mengaku istri Tory. Ingin rasanya Tachana marah dengan apa yang mereka katakan, rumah milik Tory dengan baru saja kepulangan dirinya dan juga Sam dari rumah sakit. "Apa kamu tak punya hati nurani berbicara seperti ini?" Tanya Tachana dengan pertanyaan yang sebenarnya tak ingin ia perpanjang. Rasa kecewanya terlihat dengan wanita yang ada di depannya sedang hamil. "Tapi ini benar rumahku dan Mas Tory, sebenarnya yang harusnya sadar diri itu mbak. Mbak sudah di cerai oleh Mas Tory, seharusnya mbak tak ada di rumah ini lagi. Mbak harusnya berpikir, mbak enggak lihat jika istrinya ini sedang hamil? Bahkan pernikahannya saja sah," ucapan dari wanita kedua membuat seorang Tachana meringis, ingin rasanya ia marah kepada Tory atas apa yang ia terima dengan baru saja melahirkan seorang anak darinya. Tak ada jawaban dari Tachana dengan melihat kedua wanita yang menyakitinya, bahkan suara tangisan Sam terdengar hingga ruang tamu. Sang asistant pun menggendong Sam dengan menenangkan disana, Tachana masih duduk di kursi dengan melihat kedua tamunya. "Apa kalian tak memiliki hati nurani? Kalian lihat anak siapa yang di gendong disana, anak Tory. Anakku bersama Tory, kalian tak berhak mengusirku seperti ini, pergi kataku. Aku akan menunggu Tory dengan penjelasannya," ucap Tachana dengan melihat kedua wanita yang tak mau kalah dengan Tachana. "Dasar wanita tak tahu diri, sudah di ceraikan masih saja berharap. Bukan alasan jika anak menjadi alasan berat, jika berpisah ya berpisah. Rumah ini milik Tory dan adikku. Seharusnya kamu berkaca diri sebagai wanita, masih berharap jika Tory suamimu, dasar wanita enggak tahu diri," ucap seorang tamu yang berbicara kasar kepada Tachana. "Saya tak peduli jika dia anak Tory atau kamu, jika dia anak Tory pun akan aku anggap dia anakku. Yang jelas ini rumahku dan juga anak yang ada di kandunganku. Menjadi wanita yang di ceraikan harusnya berpikir, lagipula dokumennya sudah diberikan. Tory itu milikku bukan milik mbak. Harusnya mbak sadar diri, masih ngaku Tory suami mbak," ucap seorang wanita yang meninggalkan Tachana. "Dengar ya, sampai kamu belum lepas dari Tory jangan harap restu keluarga Tory akan berpihak sama kamu. Wanita enggak tahu diri, dicerai tapi masih bertahan," ucapan wanita tersebut berhasil membuat Tachana kecewa. Entah apa kesalahannya bersama Tory hingga Tory tega menyakitinya. Suara Sam terdengar di kejauhan, Tachana berjalan dengan memasang senyuman, senyuman yang ia berikan dengan sejuta kesedihan yang ia tahan. Sang asistant memahaminya dengan menutup kamar Tachana, membiarkan Tachana bersama bayinya saat ini. Tachana menggendong putranya dengan berada di pelukannya, air mata menjatuhi pelipis wajahnya, apa yang ia khawatirkan menjadi kenyataan. "Enggak apa-apa ya sayang, nanti ibu kerja kita bisa beli rumah," ucap Tachana dengan membiarkan air matanya menangis. Suara tangisan bayinya masih terdengar dengan keras, Tachana menyanyikan lagu buatannya dengan mengayunkan tubuh putranya saat ini. Hanya beberapa menit suara tangisan itu mereda, mengingat tamu yang bertemu dengannya. Tentu saja Tachana masih tak percaya, ia masih menunggu Tory dengan penjelasannya. "Jika ingin bercerai kenapa menginginkan seorang anak dariku, entah kesalahan apa sehingga ayahmu menyakiti ibu. Tak apa-apa ya sayang, nanti kita beli rumah," ucap Tachana dengan melihat wajah imut putranya, ia bahagia bisa memberikan asi untuk putranya, menjadi seorang ibu dengan banyak doa untuk putranya. Harapannya menginginkan melahirkan normal hanya saja Tuhan berkehendak lain, Sam terlahir lewat operasi cesar yang Tachana lalui. Tanpa suami yang berada di sisinya, senyuman Tachana terukir dengan jelas saat ini. Ia menginginkan Sam menerima asi ekslusif darinya, wajah yang tampan bagi seorang Tachana. Menjadi seorang ibu muda dengan pernikahan di usia muda. Tachana menaruh Sam dengan beberapa guling di sisinya, menjaga Sam dengan boneka miliknya. Ia beranjak dari tempat tidur dengan mendekati tas, membaca beberapa lembar dokumen yang tak sempat ia baca sepenuhnya, Tachana membaca lembar demi lembar dokumen disana. Tak perlu datang selama proses persidangan, kita resmi berpisah. Tory Sebuah kertas tersemat diantara beberapa lembar dokumen. Tangisan Tachana terlihat dengan rasa hatinya yang menahan sesak, entah setan apa yang merasuki suaminya saat ini. Padahal ia melahirkan anak yang ia inginkan hasil hubungan pernikahannya selama ini. Tak memakai lama Tachana pun membuka tasnya kembali, melihat buku tabungan miliknya dan juga barang miliknya yang ia beli dari hasil bekerjanya. Sesekali ia melirik ke putranya yang terlihat tenang, Tachana masih membiarkan air matanya menangis saat ini. Ada anak yang harus ia bahagiakan, tak mungkin ia menuntut beberapa kepada Tory karena wanita yang datang kepadanya sedang hamil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD