PROLOG

492 Words
“Oke, saya setuju!” ucap pria itu dengan suara tegas.Khalilla masih menunduk. Memikirkan siapakah orang di depannya ini, apakah dia orang yang ingin dijemput oleh Ratu? Lalu, apa maksudnya dengan kata 'setuju'? “Pak, sebenarnya b-“ “Lusa kita tunangan!” sela pria itu tanpa mengalihkan pandangannya dari Khalilla. Pria itu mengangkat tangannya sebagai kode untuk menghentikan perkataan dari dua orang di belakangnya. Khalilla menengadah dengan perlahan, hingga iris matanya mendapati sosok tinggi yang berdiri di depannya. Pria itu tampak tampan dengan kemeja silvernya, terlebih lagi iris mata yang berwarna kebiru-biruan membuat Khalilla terpana. Pria itu pun sama, ia mengernyit heran memperhatikan seragam sekolah yang digunakan gadis di depannya. Ia bingung, apakah ia salah orang? Tapi, dengan cepat ia merubah kembali mimik wajahnya. Toh, tidak penting masih sekolah atau sudah janda, yang jelas wanita. Pikirnya. Sadar dengan apa yang dilakukannya, Khalilla segera beristighfar seraya menunduk kembali. “Maaf, Pak, saya ada sedikit urusan mendesak sehingga meminta bantuan sepupu saya ini untuk menyambut Bapak,” tiba-tiba Ratu muncul di tengah kebingungan melanda Khalilla. “Tidak apa-apa. Terima kasih atas bantuannya." ucap pria itu pada Ratu. Ketika ingin menyalami Ratu, pria itu mendapat penolakan halus. Dengan perlahan, tangannya berpindah ke arah gadis berseragam sekolah di samping Ratu yang masih saja menghindari tatapannya. Namun sayang, ia kembali mendapat penolakan untuk bersalaman. “Maaf, Pak, kita bukan mahram. Saya juga senang bisa kerja di tempat Bapak.” tolak Ratu dengan wajah bersalah. Pria itu mengangguk dan menarik tangannya yang sudah dua kali diabaikan hari ini. “Baiklah, Ratu, saya setuju dengan pilihan kamu. Nampaknya, dia akan sangat membantu. Untuk itu, saya minta pertunangan kami diselenggarakan lusa. Urus semuanya dengan baik tanpa cela. Oke!” Seperti disambar petir, Ratu memandangi atasannya kemudian beralih pada Khalilla yang berdiam kaku di sampingnya. “Maksud, Bapak? Coba lihat isi map yang saya bawa terlebih dahulu sebelum memutuskan.” pinta Ratu hati-hati. Pria itu mengambil map yang masih berada ditangan Khalilla hingga merobeknya. Srekk... srekk.... “Sebagai orangnya saya, kamu hebat! Tapi, saya tidak peduli lagi dengan isi map ini. Saya sudah memutuskan bahwa yang akan saya nikahi adalah ... dia!” tegas pria itu pada Ratu seraya menunjuk Khalilla. Khalilla tersadar bahwa dirinya sudah dilibatkan terlalu jauh di sini. Untuk memastikannya, Khalilla pun bersuara, “Maaf, maksud Anda apa ya? Kenapa nunjuknya ke arah saya gitu?” Pria itu menarik sudut bibirnya, tergerak ingin menyentuh tangan Khalilla yang terangkat seperti meniru gerakannya. Namun, Khalilla langsung menghindar. Kembali menarik dan menyimpan tangannya, pria itu menimpali Khalilla, “Seperti yang saya katakan, saya akan menikahi kamu. Pertunangan kita akan dilaksanakan lusa, jadi kamu harus siap-siap.” Kemudian, ia melanjutkan yang kali ini menuju Ratu, “Ratu, kamu atur semuanya agar terlihat natural dan juga temani saya menemui orang tuanya. Kamu masih keluarganya, bukan? Maka akan lebih mudah.” Ratu kembali menyela, namun atasannya itu mengangkat tangannya seolah tidak ingin mendengar sepatah kata pun. “Saya tidak bersedia menarik apa yang sudah saya ucapkan. Kamu jalankan saja sesuai perintah saya!” Pria itu beralih menghadap Khalilla. “Besok saya akan menemui orang tua kamu,” tak langsung melengkapi perkataannya, ia melirik name tag yang tergantung di kerudung putih Khalilla kemudian melanjutkan lagi, “Khalilla Arresha Okhtara ... saya pilih kamu!”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD