Bab 2 - Meet Again (Kirishima's part)

1509 Words
Sebuah mobil mewah keluaran terbaru berwarna silver metalik berhenti didepan pintu masuk gedung K’s Enterprise, seorang pria tampan mengenakan setelan jas mahal keluar dari mobil mewah tersebut, ia terlihat tergesa-gesa masuk kedalam gedung. “Sial, aku terlambat beberapa menit untuk meeting.” Kirishima Yamada CEO dan pemilik K’s Enterprise mengumpat sambil berjalan cepat ke arah elevator sambil mengeluarkan kartu akses masuk pribadinya. “Ini semua gara-gara Reiko yang merengek minta di jemput dari bandara. Awas saja kalau dia membuat aku sampai terlambat untuk meeting penting ini” Kirishima masih bersungut-sungut sepanjang ia berjalan kearah elevator.  “Tunggu!!” Kirishima berseru dengan suara agak kencang sambil berlari saat ia melihat salah satu dari 6 buah elevator yang berada di dalam gedung perkantoran miliknya tersebut hendak tertutup.  Secara otomatis ia menggunakan tangannya untuk menahan pintu elevator itu agar tidak tertutup, ia segera masuk kedalam elevator sambil menghembuskan nafasnya. Kirishima melihat seorang wanita pengantar makanan dengan postur tubuh yang kecil mungil, yah kecil mungil bila dibandingkan dengan postur tubuhnya sendiri dengan tinggi 183 centimeter.  Wanita yang berdiri di sampingnya itu membelakanginya sambil menundukkan kepalanya kearah sudut elevator yang dekat dengan tombol angka dan tangannya menenteng kotak makanan yang terbuat dari besi aluminum yang terlihat berat bagi tubuhnya yang kecil. “Mengantar pesanan?” walaupun ia sudah tahu tapi tetap saja ia bertanya dan hanya menganggukkan kepala yang ia terima dari wanita itu.  “Lantai berapa?” lagi-lagi Kirishima bertanya. Wanita pekerja itu hanya menunjuk ke deretan tombol angka 16 yang menyala selain tentu saja tombol angka 25 yang merupakan lantai dimana kantornya berada.  Ia membungkukkan badannya sambil menenglengkan kepalanya kesamping agar bisa lebih jelas melihat wajah wanita itu, ia memang melihat sekilas dan mengetahui wanita itu mengenakan kacamata, namun tindakannya tersebut membuat wanita pengantar makanan itu semakin menunduk dan memalingkan wajahnya yang membuat Kirishima sulit untuk melihatnya.  Kirishima sangat penasaran melihat sikap wanita itu yang semakin menundukkan kepalanya, seakan-akan ia adalah monster yang bikin wanita itu takut untuk melihat kearahnya, ia tidak marah hanya merasa heran saja.  “Apa kita pernah bertemu?” Kirishima bertanya dengan rasa penasaran, namun jawaban yang ia terima dari wanita itu hanya gelengan kepala. Jawaban itu membuat Kirishima terdiam karena wanita itu menjawab semua pertanyaannya dengan anggukan dan gelengan kepala.  Walaupun begitu Kirishima sempat melihat bagian samping dari raut wajah wanita pengantar makanan itu yang mengenakan kacamata saat ia sampai di lantai 16 dan keluar dari elevator, Kirishima berpikir, "Sepertinya aku mengenali wajah itu tapi aku lupa dimana dan kapannya".  *** Entah apa yang terjadi pada dirinya yang membuat ia tidak bisa konsentrasi saat rapat, yang ada di pikirannya hanya bayangan perempuan kecil mungil pengantar makanan itu.  “Siapa wanita kecil mungil yang mengenakan kacamata itu? Apa ia bisu sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan dariku? Tapi ia bisa mendengar perkataanku yang artinya ia tidak bisu atau mungkin ia takut padaku? Kalau ia takut padaku, apa yang sudah aku perbuat padanya yang bikin ia takut?” pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk didalam pikiran Kirishima selama rapat berlangsung.  *** Kirishima berdiri di jendela kaca besar yang berada di kantornya, keningnya berkerut, tangan kirinya berada didalam saku celana panjangnya, jari telunjuk tangan kanannya menggetuk-ngetuk ujung hidungnya yang lumayan mancung yang menjadi kebiasaannya saat ia sedang berpikir keras.  “Siapa dia? Dimana aku pernah bertemu dengannya? Pikir Kirishima.., pikir.., dimana dan kapan.. Pikir..” ia berkata pada dirinya sendiri.  Kirishima merasa sangat penasaran karena ia sangat yakin pernah bertemu dengan perempuan tersebut dan ia sudah memikirkan diri wanita itu selama hampir tiga puluh menit dan ia masih tidak bisa mengingat kapan dan dimana ia bertemu dengan wanita tersebut.   Tiba-tiba sebuah ide melintas dipikirkannya, membuat Kirishima tersenyum dan ia segera berjalan ke meja kerjanya yang terbuat dari kayu mahogani, memencet tombol intercom yang berada di atas meja kecil di samping meja kerjanya yang besar itu. “Moriyama, tolong cari tahu siapa yang memesan makanan jam sebelas tadi dan dari devisi mana. Lalu tolong beritahu dia agar menghadap saya secepatnya”. “Baik, Yamada-san” Beberapa menit kemudian pintu ruang kantornya diketuk.  “Masuk” dan sesaat setelah Kirishima menjawab ketukan pintu tersebut, Moriyama sekretarisnya masuk bersama dengan Sagara, mereka membungkukkan badan sebelum berbicara padanya.  “Yamada-san, ini Sagara-san dari devisi pemasaran yang tadi memesan makanan” ucap sekretarisnya.  Kirishima mengangguk, “Terima kasih Moriyama, kamu bisa kembali ke tempat kerjamu”. Kemudian ia menoleh ke arah Sagara dan melihat ketakutan diwajah karyawannya tersebut. “Duduk” Kirishima tersenyum dan menunjuk kursi yang berada di depan meja kerjanya pada Sagara, lalu Sagara pun segera maju dan mengambil tempat duduk di depannya dengan sikap takut.  Kirishima menyandarkan punggungnya di sandaran kursi kerjanya, meletakan kedua sikunya di sandaran tangan serta menangkupkan kedua telapak tangannya, “Sagara-san, sudah berapa lama kamu bekerja di devisi pemasaran di perusahaanku ini?” “Du.., dua.., ta.., hun, Yamada-san” dengan suara takut Sagara menjawab pertanyaan dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja.  Kirishima mengangguk, “Anda sering memesan makanan dari restaurant yang tadi anda pesan?” “I.., Iya.., Yamada-san” Sagara menjawab masih dengan takut disertai anggukan kepalanya. “Apa saja yang dijual disana?” tanya Kirishima sambil sedikit memutar-mutar kursi kerjanya.  “Ramen” “Hanya itu?” Kirishima sedikit menyipitkan matanya.   Karyawannya menganggukkan kepalanya beberapa kali.  “Apa rasa ramen itu enak?” Dan lagi-lagi karyawannya mengangguk.  “Kalau begitu tolong pesankan aku semangkuk ramen dan tolong katakan pada mereka agar pengantar ramen itu langsung mengantarkannya ke kantorku” Kirishima mengatakan keinginannya pada karyawannya tersebut.  “Baik.., Yamada-san, akan segera saya pesankan” Sagara segera berdiri dan membungkukkan badannya. “Saya permisi keluar” dan Sagara segera berlalu keluar dari ruangan boss nya setelah Kirishima menganggukkan kepalanya.  Setelah Sagara keluar dari ruangannya, Kirishima memencet tombol intercom lagi, “Moriyama, kalau nanti pengantar makanan sudah datang biarkan ia masuk ke ruanganku” “Baik, Yamada-san. Akan saya antar ke dalam” sekretarisnya menjawab.  Kirishima tersenyum sambil memutar-mutar kursinya, ia tidak sabar untuk bertemu dengan wanita muda itu lagi dan mengetahui serta memastikan apakah benar ia pernah bertemu dengan wanita itu. *** Setelah menunggu hampir 30 menit akhirnya terdengar ketukan di pintu ruangannya, “Masuk” Kirishima menjawab namun perhatiannya tetap tertuju pada berkas laporan yang sedang ia baca dan periksa. “Maaf mengganggu, Yamada-san. Ini pengantar makanannya sudah datang” mendengar itu Kirishima serta merta mengangkat kepalanya dan ia kecewa ketika melihat bukanlah wanita tapi pria sekitar umur 19 tahun yang mengantarkan pesanannya.  Yah, Kirishima memang kecewa tapi bukan Kirishima bila otaknya tidak bisa mencari ide dan solusi dengan cepat, jadi ia tetap mempersilahkan pengantar makanan itu untuk masuk. “Tolong letakan disana” Kirishima menunjuk ke arah satu set sofa berwarna putih yang terdiri dari meja kaca berbentuk oval, sofa panjang dan dua buah sofa ukuran satu badan.  Pemuda itu berjalan kearah meja kaca setelah membungkukkan badannya, “Silahkan di nikmati ramen pesanan anda Tuan” kata pemuda itu setelah ia meletakan mangkuk ramen.  “Berapa?” tanya Kirishima sambil berdiri dan mengeluarkan dompetnya.  “850 yen, tuan” “Ini” Kirishima memberikan selembar uang pecahan 10.000 yen pada pemuda itu, karena ia yakin pemuda pengantar makanan itu tidak akan membawa uang kembalian yang cukup.  Benar saja, pemuda itu tampak kebingungan, “Maaf tuan tapi apakah tidak ada uang dengan nominal yang lebih kecil atau uang pas?” “Tidak ada” “Saya tidak bawa uang yang cukup untuk kembalian uang anda, tuan” “Tidak apa-apa, kamu bisa ambil kembaliannya untuk kamu” Walaupun ia tidak diperbolehkan untuk menerima tip dari pelanggan tapi pemuda itu masih seorang pelajar yang membutuhkan uang lebih untuk membeli buku-buku pelajaran atau kebutuhan lainnya, maka dengan wajah berseri-seri pemuda itu bertanya “Benarkah itu tuan?” “Ya untuk kamu” “Terima kasih banyak tuan” “Tapi kamu harus menjawab beberapa pertanyaan saya dulu” “Baik, aku akan menjawab semua pertanyaan tuan” “Silahkan duduk dulu” kata Kirishima sambil menunjuk ke salah satu sofa dan setelah pemuda itu duduk Kirishima juga duduk di sofa panjang tepat di seberang pemuda itu duduk, ia menumpukan tangannya di atas lututnya, “Pertanyaan pertama, siapa nama kamu?” “Noda, Tsuguru Noda” “Pertanyaan kedua, kamu tahu siapa yang mengantarkan pesanan makanan ke kantor ini sekitar pukul sebelas siang tadi, Noda-kun?” “Sebelas siang” pemuda yang bernama Tsuguru Noda tampak berfikir beberapa saat.  “Ah, aku tahu!” seru Tsuguru sambil mengancungkan telunjuknya.  “Siapa namanya?” tanya Kirishima sambil tersenyum melihat tingkah pemuda itu. “Aoi.., yah benar. Aoi yang mengantar ke sini”  “Aoi?” Kirishima melihat Tsuguru mengangguk dan nama Aoi seperti tidak asing di telinga Kirishima namun ia masih perlu untuk memastikannya lagi.  “Nama keluarganya?” “Watanabe, Aoi Watanabe” Kirishima seperti tersengat listrik beribu-ribu volt mendengar nama itu, tapi ia masih bisa mempertahankan raut wajahnya agar terlihat biasa-biasa saja, “Noda-kun, apa kamu tahu dimana dia tinggal sekarang?” Tsuguru mengangguk dan menyebutkan alamat tempat tinggal Aoi.  “Dengan siapa ia tinggal?” “Setahu saya Aoi hanya tinggal bertiga saja dengan anak kembarnya” “Dia sudah punya anak?” Alis Kirishima bertaut mendengar berita itu.  Disertai anggukkan kepalanya, pemuda bernama Tsuguru itu kembali menjawab pertanyaan Kirishima, “Ya, tuan. Kedua anak kembar Aoi itu laki-laki, mereka anak-anak yang lucu dan pintar, tuan”  “Siapa nama mereka?” “Ryuu-kun dan Nao-kun.” “Berapa umur mereka?” “Hmm.., 3 tahun aku rasa.” “3 tahun?” Sebersit kekecewaan muncul didalam hati Kirishima.  “Ehh, bukan!” Tsuguru berseru dengan menggoyang-goyangkan kedua tangannya ke kiri dan kanan.  “Bukan? Jadi mereka sebenarnya mereka berdua umur berapa?”  “3 tahun tapi dalam 2 bulan lagi mereka akan menjadi 4 tahun” jelas Tsuguru.  “Jadi bulan September anak-anak itu akan berulang tahun” “Ya.., betul sekali tuan” “Tanggal?” “18 September tuan” “Baiklah, ini untukmu dan kamu bisa pergi sekarang” Kirishima memberikan lembar uang pecahan 10.000 yen itu pada Tsuguru yang membungkukkan badannya sambil mengambil uang itu dengan kedua tangannya, “Terima kasih, tuan” “Oh..iya tuan, sebelum saya lupa. Besok pagi sekitar jam 10 saya akan mengambil mangkuk bekasnya” selesai mengatakan itu pada Kirishima, Tsuguru membungkukkan badannya dan segera beranjak pergi dari ruang kantor Kirishima. (Sedikit penjelasan dari Author : Di Jepang untuk menyebut atau menuliskan nama seseorang selalu dimulai dengan nama Marga terlebih dahulu, baru kemudian nama dari orang tersebut, tapi untuk cerita ini saya memutuskan untuk menuliskan nama sebenarnya terdahulu baru kemudian nama Marga, jadi harap maklum)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD