PENGAWAS TERSEMBUNYI

1629 Words
                 Veranda pulang cepat hari ini, karena ia harus memasak untuk makan malam nanti bersama Daffa dan dua anak nya. Jadi, sore hari ia sudah berada di rumahnya. Rumah mewah yang memiliki dua lantai itu di beli Veranda sekitar lima tahun yang lalu. Ia membelinya dengan jerih payah nya sendiri. Ve turun dari mobil kesayangan, seorang wanita paruh baya datang menghampiri nya. Dan membantu Ve membawa barang belanjaan yang tadi sempat ia beli sebelum pulang. "Makasih, Bi " ucap Ve dengan ramah dan sopan pada Bi Noni. Wanita itu mengangguk, kemudian berjalan masuk kedalam rumah. Veranda tersenyum lebar kala melihat Gracio sedang duduk menonton di ruang keluarga. Dengan tivi menyala menanyanhkan kartun malaya. Cup "Eh " kaget Gracio ketika tiba - tiba pipi nya di kecup dari belakang. Ia langsung menoleh kebelakang. "Mama !" Ucap nya. Veranda tersenyum lebar, lalu ia berjalan memutari sofa yang di duduki Gracio, anak bungsu nya. "Sore, sayang " sapa nya dengan sayang. Ia duduk di samping Gracio dan langsung memeluk nya dengan gemas. "Mama tumben pulang nya awal sore gini " ujar Gracio dalam pelukan Mamanya. "Mau masak, buat dinner nanti " jawab Ve mengecup lagi pipi Gracio. "Oya ? .. dalam rangka apa nih ?" Tanya nya lagi. Veranda mengulum senyum nya, sikap Gracio yang gampang penasaran dan juga kepo memang sudah melekat sejak kecil. "Gapapa sih, cuma dinner biasa aja. Sama Om Daffa juga " ujar Veranda lagi. Mendadak mimik wajah Gracio berubah. Ia hanya membulatkan mulut nya saja. Kemudian mengangguk paham. "Kenapa ?" Tanya Veranda yang menyadari binar antusias di mata Gracio meredup. "Hah ? Gapapa kok " jawab Gracio mengalihkan matanya pada tivi lagi. "Sayang, mama tau banget kamu gimana ? Katakan ada apa ?" Tanya Veranda memeluk lagi. Tangan nya mengusap kepala Gracio dengan lembut. "Gak ada, " jawab Gracio mencoba meyakin kan sang Mama. Ve menghela napas kasar nya, akhirnya ia memilih mengangguk, tidak ingin memaksa putra nya. "Kakak mana ?" Tanya Ve beralih menatap ke sekitar. "Di atas. Lagi telfonan sama pacar nya " jawab Gracio mengendikkan dagu nya ke atas. "Yaudah, Mama ke kamar dulu ya. " pamit Ve. Gracio mengangguk, Ve pun beranjak dari sofa, tidak lupa ia melayangkan lagi kecupan lembut di kepala Gracio. Cklek Gracio menatap pintu kamar Mama nya yang berada di dekat tangga. Ia bukan tidak tau hubungan Mamanya dengan Daffa. Bahkan ia sangat tau. Hanya saja, entah kenapa kalau akhir - akhir ini ia merasa tidak seantusias biasanya jika membahas nama Daffa. Ia dan Daffa sangat lah dekat, bahkan sudah seperti Papa sendiri. Gracio sendiri tidak tau kenapa ia mendadak tidak rela Mama nya bersama Daffa. Huft Ia menghela napa kasarnya. Dan kembali menoleh pada tivi di depan nya. *** "Keynal " seorang pria tua berjalan dengan tergesa dari arah ujung koridor lantai dua rumah susun. Menuju pada pria bertubuh tegap, dengan menggunakan pakaian serba hitam dan juga topi di kepalanya. "Boleh saya minta bantuan kamu ?" Tanya pria tua itu kala ia tiba di hadapan pria yang di panggil Keynal. Keynal menatap tanpa ekspresi pada pria tua itu. Kemudian melirik kiri kanan. "Ada apa ?" Tanya Keynal dengan nada datar. Sama sekali tidak ada ekspresi di sana. "Lampu kamar saya putus, boleh tolong kamu perbaiki ?" Keynal diam sejenak, kemudian ia mengangguk. Pria itu tersenyum senang. Ia pun mengajak Keynal menuju tempat tinggal nya. Yang kebetulan berada di ujung koridor. "Ayo masuk, " ajak pria tua itu mempersilahkan Keynal untuk masuk. Dengan langkah tegas Keynal masuk, ia mengitari matanya ke sekitar. Lalu menoleh ke atas pada lampu. Pria tua tadi datang membawa sebuah kursi dan juga bola lampu baru. "Kamu kan tinggi, jadi pasti sampai " ujar pria itu memberikan lampu baru pada Keynal. Tanpa mengatakan apapun lagi, Keynal menaiki kursi, ia melepas bola lampu lama dan mengganti dengan yang baru. Pria itu tersenyum lebar kala ia melihat lampu rumah nya sudah menyala. "Makasih, Key. " ucap nya. Keynal hanya mengangguk. Lalu berbalik pergi, membuat Pria tua itu menggeleng heran. *** Di dapur, Veranda sedang di sibukkan dengan aktivitas nya memasak bersama Bi Noni. Keduanya terlihat sangat kompak dalam menjalan kan tugas masing - masing. Tapi, kali ini Ve lebih banyak ambil kendali. "Wuiihh... ada acara apa nih? " seru Shania ketika ia masuk kedapur dan mendapati meja penuh dengan bahan - bahan masakan. Ve menoleh kebelakang, ia tersenyum menyapa anak gadis nya. "Ada tamu besar ya, Ma ?" Tanya Shania mencomot tempe goreng. "Gak kok, cuma Om Dafa mau makan malam di rumah kita " jawab Ve santai. "Ooo.. pantes. Mama turun tangan sendiri " ucap Shania dengan sedikit menggoda. Ve hanya tersenyum membalas godaan anak nya. Bi Noni menahan senyum sendiri. Gracio masuk dapur, ia mengambil duduk di kursi bundar dekat meja. "Banyak banget masak nya. Mau makan malam atau mau pesta ?" Celetuk Gracio menatap bahan - bahan makanan di atas meja. "Biar loe kenyang. Loe kan makan nya banyak" ucap Shania mencubit pipi Gracio. "Ish.. apa sih Kak.. sakit tau " keluh Gracio menarik tangan Kakak nya. Ve hanya menggeleng sambil mengulum senyum melihat tingkah dua anak nya. Yang kadang akur kadang ribut. Tapi, di balik semua itu. Ve tau kalau Gracio dan Shania saling menyayangi satu sama lain. Ve kembali fokus pada alat perang nya. Shania memilih pamit untuk ke ruang santai aja. Sedangkan Gracio memilih untuk menjadi tukang icip di dapur. *** Di tepi jalan yang sepi, tepat di sebrang sebuah rumah yang besar dan mewah. Tampak, Keynal berdiri dengan bersandar pada sebuah pohon mangga. Ia menatap pada bangunan rumah besar dan mewah di seberang sana. Tatapan mata nya begitu sendu dan juga penuh kerinduan. Dengan mata memerah ia terus bertahan. Bertahan agar genangan di pelupuk matanya jatuh. Ia menunduk dalam saat sebuah mobil mewah melintas dan berhenti tepat di depan gerbang rumah mewah di seberang sana. Tin Tin Keynal menganggkat lagi kepalanya dan menatap pada pemilik mobil yang baru saja turun. Seorang pria dalam balutan jas hitam. Dengan rapi dan tampan turun dari mobil tersebut. Ia juga tampak membawa seikat bunga mawar putih. Dengan gagah ia berjalan memasuki gerbang saat gerbang di buka oleh seorang satpam. "Daffa " gumam Keynal pelan. Perlahan bibir nya tersenyum lirih. Lalu bersandar di balik pohon, memejamkan kedua matanya dengan erat. "Ceraikan aku, Key.. hiks.. hiks.. " "Maaf " "Aku benci kamu. Key. Aku membenci mu !" Tangan Keynal menyentuh dadanya sendiri. Menekan perasaan yang tiba - tiba saja kembali terasa sesak. Di kala ia mengingat masa lalu. Hal yang paling bodoh yang ia lakukan, namun juga merasa kalau itu juga adalah hal yang benar. Kembali Keynal menatap rumah mewah tersebut. "Aku merindukan, mu. Ve. Aku merindukan Shania. Dan juga Jagoan kita. " Gumam nya dengan lirih. Namun saat matanya menangkap dua orang satpam yang sedang berpatroli maka ia langsung memilih pergi. *** Di dalam ruang makan tampak rame dan santai. Shania tampak antusias saat Dafa datang tadi. Ia langsung menarik lengan Dafa dan membawa nya ke ruang makan. "Ini semua, mama yang masak." Ucap Shania melirik Veranda. "Oya ? Waa.. jadi tersanjung " ujar Dafa melirik pada Veranda. "Hm.. Mama masak khusus buat Om. Bahkan Mama bela - belain pulang cepat cuma buat masak untuk Om Dafa " ujar Shania lagi yang memang hobby menggoda Mama nya jika di depan laki - laki yang sudah di anggap seperti Papanya sendiri. "Makasih, sayang " ucap Dafa tersenyum lembut pada Ve. "Udah ayo makan, kamu jangan ladenin Shania,nanti makin menjadi dia nya. " ujar Ve dengan muka sudah memerah. Dafa dan Shania yang melihat itu hanya tertawa. Suasana meja makan tampak begitu santai dan penuh dengan kecerian. Shania dan Dafa selalu mendapat kesempatan untuk menggoda Ve. Sedangkan Gracio tampak tidak terlalu menikmati nya. Semua itu tampak terlihat dengan jelas dari raut wajah nya. Hanya sesekali ia tersenyum, saat Ve menatap nya. Ada apa dengan ku ? Om Dafa pria yang baik. Dan cocok dengan Mama. Aarghhh Batin Gracio frustasi sendiri. Ia melirik pada Dafa dan juga ibu nya secara bergantian dan lagi - lagi ia menghela napas kasar nya. Makan malam selesai, Dafa tidak bisa tinggal lama. Ia harus mengurus beberapa pekerjaan lagi. Jadi, dengan berat hati ia harus pamit. Ve baru saja kembali dari mengantar Dafa ke mobil nya, saat ia melihat Gracio termenun di depan kulkas. Ia sudah sejak tadi sadar kalau ada yang lain dengan putra nya itu. Ve memutuskan untuk menghampiri Gracio. "Cio " sapa Ve dengan ramah dan juga lembut. Gracio menoleh, lalu tersenyum. "Anak Ganteng Mama kenapa ?" Tanya Ve mengusap pipi anak nya. Gracio memandangi wajah cantik Mama nya dengan lekat. Kemudian menghela napas berat. "Sayang, kamu kenapa ? Ada masalah lagi sama Kak Shani ? Dia nolak kamu lagi ?" Tanya Ve dengan sedikit godaan nya. Gracio menggeleng lemah, ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri kini. "Sedikit " jawab Gracio. "Tadi di sekolah aku menulis puisi buat kak Shani. Dan menempelkan nya di seluruh mading sekolah. Dan , kak Shani menyuruh ku untuk melepaskan kembali " cerita Gracio dengan muka sedih. Veranda mengulum senyum nya sendiri melihat sikap Gracio. Lalu ia mengajak Gracio untuk duduk di meja Bar. "Suka banget ya, sama Kak Shani ?" Tanya Ve. Gracio langsung mengangguk dengan cepat. Membuat Ve tekekeh geli. Gracio kembali menghela napas berat. Membuat Ve kembali heran, pasal nya Gracio sudah seperti orang yang di beri beban yang berat. "Ma " panggil Gracio menatap kosong pada lantai marmer. Veranda bergumam ia menatap lekat pada Gracio. "Mama bahagia ?" "Maksud kamu ?" Tanya Ve heran. Gracio menghela napas lagi. Lalu ia menoleh penuh pada Veranda. Ia menatap lekat pada sepasang mata teduh milik Veranda. "Mama bahagia sama Om Dafa ?" "Kamu kok nanyak nya gitu ?" Tanya Ve semakin bingun akan sikap anak nya. "apa... mama... " Gracio tampak ragu untuk bertanya. Karena ia tidak pernah menanykan hal ini selama ini pada Mamanya. "Pernah merindukan papa ?" Ve tersentak akan pertanyaan yang tidak pernah di sangkanya. Lalu ia kembali merasa hati nya seperti di je "Ma, pit begitu kuat. Hingga membuat nya kesulitan bernafas. "Ma.." "Udah malam, mending kamu tidur. Besok sekolah kan ?" "Jawab dulu, Cio cuma mau tau aja " sela Gracio kekeh. "Mama ke kamar dulu " Ve langsung beranjak dari kursi nya. Gracio tau, kalau Mama nya menghindar. Ia tau Mama nya sedih. Hanya saja ia tidak mengerti, kenapa setiap ia menanyakan itu, ia seolah menyakiti sang Mama. Gracio pun hanya bisa menghela napas berat nya. Tbc.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD