TANPA PENDAMPING

2730 Words
          Suasana pagi ini di sambut oleh rintikkan hujan. Cuaca dingin yang menusuk tulan membuat siapa pun ingin tetap di balik selimut. Termasuk seorang laki - laki yang kembali menarik selimut tebalnya untuk menutup tubuh nya. Clek Pintu kamarnya terbuka dari luar, muncul sosok gadis dengan seragam putih abu - abu yang sudah terkihat rapi. "Dek, bangun " seru gadis bertubuh tinggi jakung itu sambil berjalan masuk. Ia menghela napas berat melihat kamar laki - laki yang baru saja beranjak remajak ABG itu seperti abis di lempar bom. "Dek " panggil nya lagi kini berdiri di samping kasur springbed yang lansung menyentuh lantai. Terlihat pergerakkan dari bawah selimut. Tapi tidak juga berniat untuk bangun. "Gracio Putra Dwiki!" Mendengar nama nya di sebut dengan nada begitu datar. Reflek laki - laki itu langsung bangun dan duduk. "Lima..." "Cepat mandi atau kakak tinggal " ujarnya dengan nada dingin dan datar. Kemudian tanpa menunggu jawaban dari laki - laki yang masih bermuka bantal itu, ia langsung berbalik dan melangkah pergi meninggalkan si adik yang sedang mencabik bibirnya kesal. Dengan terpaksa ia beranjak dari kasur nya, berjalan menuju pintu kamar mandi. Sedang kan gadis cantik itu berjalan menuruni anak tangga, ia menyapa seorang wanita yang juga semakin cantik di usia nya pertengahan 30 an itu. "Pagi, Ma " sapa nya dengan senyum manis dan menawan. "Pagi, sayang " jawab nya juga dengan senyum yang begitu manis. Keduanya langsung menuju ruang makan bersama. "Cio udah bangun ?" Tanya sang Mama sembari meletakkan tas kerja nya di atas meja makan. "Udah kok, tadi Shania udah nyuruh dia mandi " jawab Shania juga mengambil duduk di samping sang Mama. Veranda, Mama nya Shania tersenyum lembut. Ia pun mulai mengambil roti dan mengolesi nuttella di atas nya. Kemudian menaruhnya ke piring Shania. "Makasih " ucap Shania, Veranda mengangguk. "Good morning my mom and my sister " seruan Gracio membuat keduanya menoleh ke arah pintu. Dan melihat laki - laki remaja tanggung sudah rapi dengan seragam putih biru nya. Ia melangkah mendekati Ve, mengecup pipi Ve dengan lembut setelah itu baru ia mengambil duduk nya. "Makasih Mama nya aku yang paliiiiiinnnggg cantik " ujarnya berseru dengan ceria. Ve tersenyum senang, ketiga nya pun memulai sarapan mereka dengan obrolan ringan. Ve menanyakan kegiatan apa saja yang akan di lakukan anak - anak nya hari ini. Dan akan pulang jam berapa. Itu selalu rutin akan ia tanyakan setiap paginya. *** "Pagi, mbak " "Pagi " "Pagi mbak " "Pagi " Veranda terus melangkah melewati beberapa karywan nya. Ia membalas sapaan mereka seadanya dan senyum tipis. Hingga ia tiba di ruangan nya dengan di ikuti oleh seorang gadis muda. "Sendi, busana pengantin milik Danu Hutama, sudah siap kan ?" Tanya Ve, ia melangkah duduk di balik meja nya. Membuka laptop dan juga agenda yang baru saja di berikan oleh Sendi. "Iya, nanti siang pak Danu dan calon istri nya akan datang untuk fitting lagi " jawab Sendy dengan santai. Veranda mengangguk sembari membaca agenda nya hari ini. "Hmm.. baik lah. Thanks, Sen " ucap Ve. Sendy mengangguk, kemudian ia kembali pamit untuk melanjutkan kerjaan nya. Ve memiliki sebuah butik yang sudah di rintis sejak Gracio masih kecil. Sudah sepuluh tahun ia merintis karir nya dari nol. Bekal yang ia dapat saat kuliah dulu, kini di pergunakan dengan baik. Selama sepuluh tahun ia jatuh bangun mendirikan JV fashion. Dan sekarang ia menikmati hasil yang luar biasa. Dunia menyukai karya tangan nya dan juga selera nya. Bahkan beberapa kali ia memenangkan penghargaan sebagai di sainer terbaik se asia. Ia sangat bersyukur dengan apa yang telah ia capai. Sebagai seorang single perents tidak lah mudah. Ia melakukan semua nya sendiri. Membesarkan kedua anak nya dengan kedua tangan nya sendiri, dan melewati semua masa sulit sendirian. Ia berjuang sekuat mungkin, bekerja siang dan malam. Semua ia lakukan untuk kedua anak nya. Harta yang paling berharga saat ini. Bagi nya, Shania dan Gracio adalah permatanya. Ia sadar, kalau kedua nya sedikit kekuranga kasih sayang dari nya. Tapi, ia bersyukur kedua anak nya sangat mengerti akan kesibukkan nya. Ada saat nya ia lelah, tapi sebisa mungkin ia tidak mengeluh. Veranda, sejak memutuskan bercerai 14 tahun silam. Kehidupan nya berubah total. Ia menjadi wanita tangguh. Melalui semua ujian hidup dan semua rintangan sendiri. Veranda mulai menyibukkan diri dengan kerjaan nya. Ada beberapa baju lagi yang harus ia kerjakan sekarang ini. "Permisi mbak, " seorang gadis muda membuka pintu ruangan nya. Mengalihkan perhatian Ve dari laptop nya. "Leni, ada apa ?" Ujar Ve menatap gadis dua puluhan tahun yang melangkah masuk. "Ini ada titipan, baru aja nyampe " ujarnya meletakkan satu karangan bunga yang cantik di atas meja nya. "Makasih " ucap Ve dengan senyuman manis nya. Leni mengangguk, kemudian ia pamit untuk kembali kerja. Veranda meraih bunga itu, ia mengambil kartu ucapan yang tersemat di sana. Langsung membuka nya untuk mengetahui siapa pengirim bunga di pagi - pagi seperti ini. Kau pagi ku yang terindah. Dafa Kedua sudut bibir Ve tertarik berlawanan. Ia mencium bunga cantik itu dengan senang. Kemudian ia mengambil ponsel dari dalam tas nya. Veranda beranjak dari duduk nya, berjalan menuju dinding kaca yang tirai nya di buka lebar. Ia menempelkan ponsel di telingan nya menelfon seseorang. "Morning, sayang " senyum Veranda mengembang dengan indah. "Thanks bunga nya " ucap Ve tidak kuasa Suasana pagi ini di sambut oleh rintikkan hujan. Cuaca dingin yang menusuk tulan membuat siapa pun ingin tetap di balik selimut. Termasuk seorang laki - laki yang kembali menarik selimut tebalnya untuk menutup tubuh nya. Clek Pintu kamarnya terbuka dari luar, muncul sosok gadis dengan seragam putih abu - abu yang sudah terkihat rapi. "Dek, bangun " seru gadis bertubuh tinggi jakung itu sambil berjalan masuk. Ia menghela napas berat melihat kamar laki - laki yang baru saja beranjak remajak ABG itu seperti abis di lempar bom. "Dek " panggil nya lagi kini berdiri di samping kasur springbed yang lansung menyentuh lantai. Terlihat pergerakkan dari bawah selimut. Tapi tidak juga berniat untuk bangun. "Gracio Putra Atmaja !" Mendengar nama nya di sebut dengan nada begitu datar. Reflek laki - laki itu langsung bangun dan duduk. "Lima..." "Cepat mandi atau kakak tinggal " ujarnya dengan nada dingin dan datar. Kemudian tanpa menunggu jawaban dari laki - laki yang masih bermuka bantal itu, ia langsung berbalik dan melangkah pergi meninggalkan si adik yang sedang mencabik bibirnya kesal. Dengan terpaksa ia beranjak dari kasur nya, berjalan menuju pintu kamar mandi. Sedang kan gadis cantik itu berjalan menuruni anak tangga, ia menyapa seorang wanita yang juga semakin cantik di usia nya pertengahan 30 an itu. "Pagi, Ma " sapa nya dengan senyum manis dan menawan. "Pagi, sayang " jawab nya juga dengan senyum yang begitu manis. Keduanya langsung menuju ruang makan bersama. "Cio udah bangun ?" Tanya sang Mama sembari meletakkan tas kerja nya di atas meja makan. "Udah kok, tadi Shania udah nyuruh dia mandi " jawab Shania juga mengambil duduk di samping sang Mama. Veranda, Mama nya Shania tersenyum lembut. Ia pun mulai mengambil roti dan mengolesi nuttella di atas nya. Kemudian menaruhnya ke piring Shania. "Makasih " ucap Shania, Veranda mengangguk. "Good morning my mom and my sister " seruan Gracio membuat keduanya menoleh ke arah pintu. Dan melihat laki - laki remaja tanggung sudah rapi dengan seragam putih biru nya. Ia melangkah mendekati Ve, mengecup pipi Ve dengan lembut setelah itu baru ia mengambil duduk nya. "Makasih Mama nya aku yang paliiiiiinnnggg cantik " ujarnya berseru dengan ceria. Ve tersenyum senang, ketiga nya pun memulai sarapan mereka dengan obrolan ringan. Ve menanyakan kegiatan apa saja yang akan di lakukan anak - anak nya hari ini. Dan akan pulang jam berapa. Itu selalu rutin akan ia tanyakan setiap paginya. *** "Pagi, mbak " "Pagi " "Pagi mbak " "Pagi " Veranda terus melangkah melewati beberapa karywan nya. Ia membalas sapaan mereka seadanya dan senyum tipis. Hingga ia tiba di ruangan nya dengan di ikuti oleh seorang gadis muda. "Sendi, busana pengantin milik Danu Hutama, sudah siap kan ?" Tanya Ve, ia melangkah duduk di balik meja nya. Membuka laptop dan juga agenda yang baru saja di berikan oleh Sendi. "Iya, nanti siang pak Danu dan calon istri nya akan datang untuk fitting lagi " jawab Sendy dengan santai. Veranda mengangguk sembari membaca agenda nya hari ini. "Hmm.. baik lah. Thanks, Sen " ucap Ve. Sendy mengangguk, kemudian ia kembali pamit untuk melanjutkan kerjaan nya. Ve memiliki sebuah butik yang sudah di rintis sejak Gracio masih kecil. Sudah sepuluh tahun ia merintis karir nya dari nol. Bekal yang ia dapat saat kuliah dulu, kini di pergunakan dengan baik. Selama sepuluh tahun ia jatuh bangun mendirikan JV fashion. Dan sekarang ia menikmati hasil yang luar biasa. Dunia menyukai karya tangan nya dan juga selera nya. Bahkan beberapa kali ia memenangkan penghargaan sebagai di sainer terbaik se asia. Ia sangat bersyukur dengan apa yang telah ia capai. Sebagai seorang single perents tidak lah mudah. Ia melakukan semua nya sendiri. Membesarkan kedua anak nya dengan kedua tangan nya sendiri, dan melewati semua masa sulit sendirian. Ia berjuang sekuat mungkin, bekerja siang dan malam. Semua ia lakukan untuk kedua anak nya. Harta yang paling berharga saat ini. Bagi nya, Shania dan Gracio adalah permatanya. Ia sadar, kalau kedua nya sedikit kekuranga kasih sayang dari nya. Tapi, ia bersyukur kedua anak nya sangat mengerti akan kesibukkan nya. Ada saat nya ia lelah, tapi sebisa mungkin ia tidak mengeluh. Veranda, sejak memutuskan bercerai 14 tahun silam. Kehidupan nya berubah total. Ia menjadi wanita tangguh. Melalui semua ujian hidup dan semua rintangan sendiri. Veranda mulai menyibukkan diri dengan kerjaan nya. Ada beberapa baju lagi yang harus ia kerjakan sekarang ini. "Permisi mbak, " seorang gadis muda membuka pintu ruangan nya. Mengalihkan perhatian Ve dari laptop nya. "Leni, ada apa ?" Ujar Ve menatap gadis dua puluhan tahun yang melangkah masuk. "Ini ada titipan, baru aja nyampe " ujarnya meletakkan satu karangan bunga yang cantik di atas meja nya. "Makasih " ucap Ve dengan senyuman manis nya. Leni mengangguk, kemudian ia pamit untuk kembali kerja. Veranda meraih bunga itu, ia mengambil kartu ucapan yang tersemat di sana. Langsung membuka nya untuk mengetahui siapa pengirim bunga di pagi - pagi seperti ini. Kau pagi ku yang terindah. Dafa Kedua sudut bibir Ve tertarik berlawanan. Ia mencium bunga cantik itu dengan senang. Kemudian ia mengambil ponsel dari dalam tas nya. Veranda beranjak dari duduk nya, berjalan menuju dinding kaca yang tirai nya di buka lebar. Ia menempelkan ponsel di telingan nya menelfon seseorang. "Morning, sayang " senyum Veranda mengembang dengan indah. "Thanks bunga nya " ucap Ve tidak kuasa menahan senyum nya. "Kau suka ?" "Hm.. " "Haha syukur lah, aku tadi sengaja mampir ke toko bunga sebelum ke kantor. '" "Makasih " ujar Veranda. "Iya. Hmm.. siang nanti sibuk ? Mau makan lunch bareng ?" "Dinner di rumah, gimana ?. Siang ini ada janji sama client " "Oh.. oke. Enggak masalah. See you, to nigth " "See you " jawab Ve, kemudian sambungan telfon terputus. Ve menggenggam ponsel nya, matanya menatap lurus ke luar dinding kaca di ruangan nya. Senyum nya belum luntur sama sekali. Ve tidak melewati hidup sendirian. Ia masih memiliki Dafa Subrata. Sahabat nya sejak sekolah dulu. Pria yang selalu ada di samping nya sejak masa MOS dulu. Dafa selalu membantu nya, menolong nya untuk bangkit dari keterpurukkan nya. Bagi nya Dafa adalah sahabat terbaik, dan pria yang selalu ia sayangi. Begitu dengan kedua anak nya. Mereka juga sangat menyayangi Dafa. Dan Dafa juga sudah menganggap Gracio dan Shania seperti anak sendiri. Dan satu hal lagi, sudah dua tahun ini juga ikatan sahabat itu beralih menjadi kekasih. Ya, Dafa akhir nya memberanikan diri untuk menyatakan cinta nya yang sudah terpendam sejak sekolah dulu. Dan Ve menerima nya setelah berfikir cukup lama. Ia memberanikan diri untuk kembali menjalani hubungan baru. Ia tidak ingin lagi ke gagalan yang menyakitkan terus membayangi nya. Ia tidak akan bisa selama nya terus menoleh ke belakang. Setelah menelfon Dafa, Ve kembali ke meja kerja nya. Kembali melanjutkan perkerjaan yang sempat tertunda. *** Brak!! Kelas 11 ipa 2 langsung kaget dan juga menoleh ke sumber suara. Di mana seorang laki - laki terhempas membentur meja - meja. Sedang kan seorang lagi berdiri dengan menatap remeh. "Alvaro, Alvaro. Loe tau kan, gue itu paling benci penindas. Apalagi nindas anak kecil.. " ujar si laki - laki yang tersenyum remeh. Dari meja paling belakang, Shania menatap jengah pada laki - laki yang terlihat sok jagoan di depan sana. "Sikat, aja Dani. Nih anak emang udah sering banget malakin anak kelas sepuluh. Bahkan anak SMP juga tuh " ujar seorang laki - laki lain nya yang berdiri di ambang pintu kelas. Alvaro berdiri dengan muka meringis. Ia menatap tajam pada laki - laki tampan bernama Dani itu. "Gue gak melakkin mereka, mereka sendiri yang mau ngasih " ucap Alvaro dengan sinis. Dani mendesis marah, ia langsung maju dan menendang perut Alvaro hingga laki - laki itu terhempas ke lantai. "Arhhhh " "Loe ngancem mereka b*****t !!" Tukas Dani marah. Ia akan kembali maju untuk memukul Alvaro. Tapi, sebuah tangan menahan lengan kokoh nya. " sia... " ucapan nya menggantung saat ia menoleh dan mendapati Shania lah yang menahan lengan nya. Shania menatap dingin dan datar padanya nya. "Gue tau loe pemegang sabuj hitam di karate. Tapi, sayang otak loe gak lebih dari pemegang sabuk putih. " Ucapan Shania membuat Dani mengeraskan rahang nya. Shania tidak takut sama sekali. Ia melirik Alvaro, temen sekelasnya. Siswa paling bandal di SMA Bintang. "Gak semua masalah harus di selesaikan dengan otot. " ujar Shania lagi dengan nada datar. Dani menggertakkan gigi nya kuat - kuat. Menahan gejolak amarah yang sangat ingin meninju wajah cantik dan manis nya Shania. Tapi alih - alih melakukan itu, ia malah berbalik pergi dengan dengusan keras. Shania hanya menatap kepergian Dani bersama ke tiga teman nya. Kemudian ia melirik malas pada Alvaro. Lalu kembali ke meja nya, tidak memperdulikan tatapan kagum dari teman - teman kelas atau sekolah nya yang menyaksi kan semuanya. *** Di koridor pemisah antara SMP Bintang dan juga SMA Bintang. Segerombolan anak - anak SMP sedang berkumpul. Mereka semua sedang menatap ke arah mading. Pagi ini yayasan Bintang memang sedang di heboh kan oleh sebuah puisi cinta dari salah satu karya seorang siswa SMP nya. Yaitu Gracio. Yang dengan terang - terangan menulis puisi cinta untuk salah satu kakak senior nya. Yang bahkan usia nya berbeda tiga tahun di atas nya. "Cio !" Panggil seorang laki - laki bersergam putih biru yang keluar dari kerumunan siswa siswa lain nya. Gracio yang baru saja akan menuju ke kantin menghentikan langkah nya. Menoleh pada si pemanggil. "Frans, apa ?" Ujar Gracio padanya. Fransisko menunjuk ke belakang nya, di mana gerombolan yang masih setia membaca karya nya. Gracio melirik itu. "Oh.. gimana? Bagus kan puisi gue. Gila.. semaleman gue tulis itu " "Dan loe sebarin ke semua mading sekolah kita ?" Dengan polos Gracio mengangguk mantap. Frans akan kembali membuka mulut saat melihat tiga gadis berseragam putih abu - abu mendekat. "Ssts.. " kode Frans pada Gracio mengendikkan dagu nya ke arah tiga kakak - kakak SMA yang menghampiri mereka. "Cio " Gracio langsung menoleh kaget, dan kemudian tersenyum dengan lebar. "Eh.. kak Shani. " ujar nya dengan cengiran bodoh nya. Gadis yang berdiri di antara dua teman nya menatap lelah pada Cio. "Kamu kenapa usil banget sih?" "Hah ? Usil ? Maksud nya apa ?" Tanya Gracio sembari menggarukkan kepalanya yang tidak gatal. Shani menghembuskan napas frustasi nya. Ia terlihat jelas sangat lelah menghadapi anak SMP yang masih kelas 8 itu. Tapi, ia juga tidak bisa menampik kalau Gracio sangat terlihat menggemaskan. "Kakak gak mau tau ya, Cio. Pulang nanti semua tempelan puisi norak kamu yang yang tertuju ke kakak udah harus hilang dari semua mading " ucap Shani. "Ohh.. itu.. hahaha.. aku buat nya semalaman tau kak. Masa tega sih di copot gitu aja. Aku gak tidur lho buat itu " ujar Gracio menunjukkan tampang sedih se sedih nya di depan Shani. "Gracio!" Geram Shani kini. Yang langsung membuat Gracio menghela napa pasrah. "Iya iya, nanti aku sama Frans lepasin deh " jawab nya dengan lemah. Shani pun mengangguk. "Yaudah, kakak pergi dulu. Lain kali jangan gitu lagi. Malu tau !" Lagi - lagi Gracio mengangguk dengan patuh. Bibir bawah nya nya maju kan, membuat dua teman Shani tersenyum gemas. Bahkan memberanikan diri untuk mencubit gemas pipi Gracio. "Ya ampun, Dek. Kamu lucu banget sih " ucap Natalia mencubit pipi Gracio. "He eh.. kamu tau gak sih, Dek. Kalau kamu udah bikin cewek - cewek meleleh hanya dengan senyum manis mu itu " lanjut Nadse kini. Shani hanya memutas bola matanya malas melihat Gracio mulai mesem - mesem tidak jelas. Tbc.         
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD