Bayangan dibalik cermin

1807 Words

Hujan belum reda malam itu. Gedung Dirgantara menjulang dengan kaca-kaca licin memantulkan lampu kota. Dari jauh, ia tampak seperti istana cahaya. Tapi di lantai paling atas, hanya satu ruangan yang masih hidup: ruang kerja pewarisnya. Fandi duduk di balik meja, punggungnya tegak tapi sorot matanya kosong. Di depannya, secangkir kopi sudah dingin. Ia tak peduli. Tangannya mengetuk meja pelan—tik… tik… tik—irama kecil yang hanya bisa didengar dirinya sendiri. Pintu berderit. Ardan masuk, mantel hitamnya masih basah. “Mereka berhasil,” katanya singkat. Fandi tidak menoleh. Hanya bahunya yang sedikit bergerak. “Berapa mayat?” “Dua dari pihak lawan.” Ardan berhenti sejenak, menimbang kata-katanya. “Anak-anak kita pulang utuh. Meski… Jaka hampir bikin bar itu jadi puing.” Ada senyum samar

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD