EPISODE || Akhir Dari 3 Tahun Dan Tantangan Baru

1706 Words
SEBELUM LANJUT, YUK MASUKAN CERITA INI KE LIBRARY :* SELAMAT MEMBACA _______________________________________ "Kau?!" geramku tertahan. Aku sangat yakin, sekarang wajahku yang memerah ini semakin merah padam setelah melihat wajah perempuan di atas ranjang tersebut. Mataku membelalak melebihi lebarnya bola basket sambil memegangi dadaku yang terasa nyeri. Napasku tersengal-sengal menahan marah yang terus meluap. Perempuan di atas ranjang itu ternyata .... Oh! sungguh benar dugaanku. Aku hapal betul bagaimana suara itu selalu mendukung hubunganku dengan Benjy. Membujuk Benjy untuk segera menikahiku. Tapi ... lihatlah, tanpa malu Caroline bertelanjang di depan Benjy! Aku merasa benar-benar diberi makanan beracun dan sekarang racunnya tengah bekerja. Efeknya menyerang tepat disekujur tubuhku. Bukan lagi terkejut seperti balon yang pecah tepat depan wajah, ini bom yang meledak lalu memecahkan jantungku. Siapapun suka diberi kejutan, begitupun denganku. Tapi aku tak pernah meminta kejutan seperti ini. Akulah yang berniat memberi Benjy kejutan, tapi mengapa aku yang harus mendapatkannya? "Aku bisa menjelaskannya Alice. Kuharap kau tenang dulu ...." Benjy sudah berdiri di hadapanku, menghalangiku melihat ke Caroline sepenuhnya. Kulihat wajahnya semakin panik. Langsung kutatap Benjy dengan tak suka. "Penjelasan apa yang ingin kau berikan padaku?!! Aku frustasi dan mengguncang pundak Benjy. "Pindah! Biarkan aku menjabak rambut wanita jalang ini!" Kuayunkan paper bag di tanganku, mengenai pundak Benjy berulang kali hingga dia menyisih ke tempat lain sementara aku baru akan menghujani Caroline dengan pukulan, Benjy melingkarkan tangannya di perutku dan menarik-ku menjauh dari Caroline. "Lepaskan!" "Tidak! Biarkan aku menjelaskan semuanya!" "LEPASKAN AKU BENJY! BIARKAN AKU MEMUKUL WANITA ITU!" Aku tidak berhenti berteriak, menggeram dan bahkan memukul Benjy yang terus menghalangiku untuk tidak mendekat ke Caroline. "Jadi kau lebih melindungi Caroline, huh?! Sekertaris jalangmu, itu?!" "Tutup mulutmu Alice!" Benjy membentak-ku. Oh s**t! Aku terpaku lagi untuk kedua kalinya. Benjy membentak-ku? Untuk ukuran dia yang selalu sabar denganku dan sekarang dia bahkan berani membentak-ku? "Kau ...." Aku menggeleng tak percaya. Kututup mulutku dengan tangan yang bebas. Semoga saja tatapanku menyorotkan kekecawaan yang mendalam padanya. Atau lebih tepatnya, semoga Benjy melihat itu. "Apa yang kau inginkan huh?!" Dia menantangku, berkacak pinggang dan berdiri tegap di hadapanku yang mulai lunglai dan seperti tak dapat bertopang pada kaki yang semakin lama malah terasa seperti jeli. Kurasa dia sudah tak mau bersusah-susah membujuk-ku untuk percaya padanya. Benjy mengangkat dagunya. "Kau pikir, aku akan meminta maaf lalu kembali padamu?!" Alisnya terangkat. "Aku bahkan akan lebih memilih Caroline daripada kau yang sama sekali tak bisa memuaskanku!" Kuharap aku sedang bermimpi. Kuharap Benjy tak serius dengan ucapannya. Aku mencoba mencubit lenganku dan tetap terasa sakit. Aku tak menyangka, Benjy tak benar-benar menginginkan cintaku. Dia hanya ingin kepuasaan. Jadi, selama ini yang dia inginkan hanya seks? Jadi, selama ini yang dia inginkan hanya kepuasan? Bukan hubungan serius yang sudah kami jalanani selama 3 tahun. Lalu selama ini Benjy menganggapku apa?! Hatiku semakin perih mendengar Benjy berkata seperti itu. Aku sudah seperti tak kuat untuk berdiri dan menopang tubuhku sendiri. Tapi aku tak mungkin terduduk lalu menangis di saat itu juga. Meski mataku sudah tergenang. "Jadi ... selama ini kau sama sekali tidak menghargai perasaanku? Kau tidak menghargai perhatian kecil yang kuberikan untukmu? Yang kau inginkan hanya kepuasaan, huh?" Aku menukas dengan suara yang tertahan. Mataku memanas, sebentar lagi kurasa akan turun air dari sana. "Ya, sepertinya tak perlu kujelaskan lagi." Benjy tersenyum mengejekku. "Dan kurasa kau harus tahu itu. Aku tak bisa berlama-lama menjalin hubungan yang monoton. Aku butuh perubahan dan sedikit hal yang menantang." "Benjy ...." Bibirku bergetar. Sungguh kalimatnya begitu membuatku ingin melempar paper bag ini ke wajahnya. Tapi sayangnya kesabaranku masih terus mengisi diriku yang lemah ini. Hingga aku masih menghargainya sebagai manusia. Andai Benjy meminta maaf padaku, aku mungkin masih bisa memaafkannya. Tapi satu kata maaf pun tak keluar dari mulutnya. "Jikalau kau ingin sesuatu yang memuaskan, kau ingin hubungan yang tidak monoton. Kau tidak seharusnya terus menggantungku dengan janji di mana kau akan menikahiku." Semoga dia merasa tersindir. Dia menginginkan hubungan yang pergerakannya signifikan. Kenapa dia tak menikahiku? Kenapa dia tak mengatakannya dari awal dan justru berselingkuh di belakangku?! "Dan kau justru berselingkuh dengannya!" Aku menunjuk tepat ke arah Caroline, aku murka lagi menatap ke arahnya. Andai aku bisa mengutuk, aku akan mengutuk dua orang ini saat ini juga. "Intinya aku tak mau menikah denganmu." "Oh begitu? Baiklah ...." Kujawab dengan kalimat seolah aku tegar menghadapi halilintar dari mulut Benjy. Berpisah? Aku tidak pernah memikirkan ini sebelumnya. Tiga tahun bersama. Kupikir itu waktu yang lama untuk mengenal satu sama lain. Kupikir 3 tahun adalah waktu yang pas untuk saling menyayangi. Ternyata tidak, 3 tahun bagi Benjy adalah waktu yang pas untuk membohongiku. Dan tiga tahun adalah waktu yang sia-sia ku gunakan untuk dibohongi. Aku bahkan tak tau sejak kapan mereka berdua mulai menusukku dari belakang. Cukup sudah aku mendengar pengakuan menyakitinya darinya. Jangan ditanya lagi, jantungku sudah remuk berulang kali dihantam oleh kalimat mengejutkan. Hatiku juga, tidak berlu dicek apa masih baik-baik saja. Aku tersenyum getir. "Baik aku terima semua pengakuanmu. Kau pantas mendapatkan Caroline. Kalian punya sifat yang sama." Rasanya, mulutku seperti sudah diberi pelumas, mudah mengatakannya. Tapi hatiku? Bagai mesin berkarat yang sulit untuk menerima hubungan mereka. "Kupikir aku akan bisa mendapatkan lelaki yang lebih darimu Benjy." Aku tak mau membuat permusuhan, setidaknya tidak dengan Benjy. Kutarik napas lebih dalam lalu menghembuskannya perlahan. Aku mencoba tersenyum agar terlihat baik-baik saja. Benjy akan semakin menang jika aku menangis dan terlihat tak menerima semua ini. Sekarang aku bisa tegar, seolah kuat dan menerima semuanya. Tidak kupastikan setelah aku pergi dari apartemen yang cukup familiar untukku ini. Walaupun aku jarang bersama Ibuku, tapi dia selalu memberi nasihat untuk tidak bermusuhan dengan siapapun. Itu sebab, kurasa aku memang kecewa tapi tak ingin membuat buku permusuhan antara aku dan Benjy. Sekarang ini Benjy memang tidak ku maafkan. Tapi sekali lagi, mungkin aku masih bisa menjalin hubungan yang baik. Dengan Caroline, aku tidak suka seseorang yang munafik. Kuberi cap pada Caroline sebagai wanita ular. Aku memang jahat, sekarang aku tak suka dia. Berulang kali aku menghembuskan napas. Mencoba menerima semuanya. Mataku masih memanas. Suasana di sini juga sama. Hening dan panas. Lalu kulihat Benjy dengan mata kaburku. Dia menyunggingkan bibir. Aku tidak mengerti maksudnya apa. Tiba-tiba dia berubah seperti itu. "Aku bahkan tidak yakin kau akan mendapatkan penggantiku. Kurasa, kau akan menjadi tua dan tinggal sendirian, mungkin dengan kenangan kita selama tiga tahun. Aku tau Alice, tak akan mudah melupakanku." Aku bisa melihat Caroline menegakan kepalanya saat Benjy berkata demikian. Aku juga menegakan kepalaku. Sekali lagi ingin kutampar wajah memuakan Benjy. Awalnya aku sudah menurunkan bendera perang. Tak ada kebencian karena mungkin aku akan meratapi kepergian Benjy. Tapi, lihatlah bagaimana dia meremehkanku! Bagaimana dia menyombongkan diri mengklaim lebih awal bahwa aku tak bisa tanpanya. Kupikir, sekarang aku tak akan menuruti kata Ibuku. Tak ada yang namanya kedamaian antara aku dan Benjy. Mengapa juga aku tak sadar bahwa aku sudah dikhianati dan aku masih mau memaafkannya? Sebenarnya, malaikat mana yang merasuki tubuhku, hingga sebaik itu. Dia pikir, siapa yang lebih tua dan dia seenaknya menyumpahiku dengan kalimat seperti itu daripada meminta maaf padaku atas semua yang dia lakukan? Apa Benjy searogan itu? Aku bahkan tak mengenalnya cukup baik. Jemari di sisi tubuhku tak akan baik-baik saja kalau aku terus meremasnya. Tapi meluapkan dengan pukulan keras di wajah Benjy juga akan membuatku masuk ke jeruji besi. "Ya, kupikir kau akan menjadi tua tanpa pasangan. Lalu kau akan kembali padaku dengan rengekanmu." Bisa-bisanya dia masih melanjutkan kalimatnya. Kupikir Benjy dengan sengaja menyulut emosiku agar lebih membara. Benjy mendekat ke Caroline. "Jadi, sebelum hari itu datang. Lebih baik, kau menerimaku lagi dan lupakan hari ini. Maksudku, bersedialah menjadi kekasihku ... ah atau lebih tepatnya mainanku." Benjy berkedip ke arahku. Lalu menoleh ke arah Caroline dan mengangkat dagunya, mendekatkan wajah mereka. Aku langsung memenjam mata dengan kuat-kuat saat Benjy menyatukan bibir mereka di hadapanku. Jujur aku merasa mual saat itu juga. Apalagi aku benar-benar kehilangan tenaga yang malah kugunakan untuk mengepal tanganku kuat-kuat. Dalam diam dengan mata tertutup, darah berdesir di sekujur tubuh, jantung dan hati tak lagi membaik. Otak-ku mencoba bekerja. Aku tak terima dilecehkan seperti itu. Tak terima disumpahi oleh orang yang lebih pantas disumpahi daripada menyumpahiku. Kutarik napas panjang dan kubuka mataku lebar-lebar, meski mendapati mereka masih berciuman bahkan lebih intens dan suara decapan mereka menggema di kamar ini, aku langsung maju dan mengayunkan paper bag di tanganku langsung ku arahkan ke wajah mereka berdua. PLAK! Ciuman mereka terurai. "Hei! Apa yang kau lakukan?!" Benjy menutup wajahnya dengan tangan bersilang. Aku sudah tidak perduli. PLAAK! "KALIAN PANTAS MENDAPATKAN INI." PLAKK! "DAN KAU, BUKANNYA MEMINTA MAAF KAU JUSTRU MENYUMPAHIKU SEOLAH MENGUTUK-KU!" Aku memukul tepat di kepala Benjy. "HEI!" Dia memelotot. Aku berkacak pinggang. "Apa kau pikir, hanya kau yang tersisa di dunia ini?! Aku bahkan bisa mencari laki-laki yang lebih baik darimu Tuan Benjy! Jangan menjadi sombong hanya karena kau bisa mendapatkan dia, wanita JALANG yang nantinya akan kau buang juga!" Aku mendengus pelan. "Kau terlalu meninggi sedangkan kau berada di dasar." Aku hendak pergi dari kamar tersebut dengan amarah yang masih tersisa. Tapi Benjy menahanku dengan kalimat yang diteriakan olehnya. "Jika kau memang bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik dariku! Maka pertemukan dia padaku di acara pernikahanku dengan Caroline!" Aku menegang saat itu juga. Pernikahan? "Dalam waktu empat puluh hari! Kuyakin kau tak akan bisa mendapatkannya!" Dia meremehkanku? Sungguh? Sejak aku berpacaran dengannya saja aku punya banyak teman lelaki. Aku bisa memilih yang manapun jika aku mau. Aku berbalik, dengan sudut bibir terangkat sebelah. "Kau pikir, aku takut dengan tantanganmu? Oke! Aku akan membawa kekasihku, di acara pernikahanmu dengan p*****r itu." Aku langsung pergi dari apartemen Benjy dengan kutukan yang kuberikan pada mereka. Kukutuk, pernikahan mereka tak akan terjadi. Dan kubuat tercengang Benjy dengan kekasih baruku. ______________________________________ SIAPA PENDUKUNG BENJY? SIAPA PENDUKUNG CAROLINE?? SIAPA PENDUKUNG ALICE??? KOMEN YA GUYS! SEMAKIN BANYAK KOMENS DAN LOVE CERITA INI AKAN SERING DAN SEMAKIN CEPAT UPDATE-NYA! Baca ceritaku yang lain juga yuk : 1. Dating With Psychopath (Sudah tamat) 2. My Tetangga Is My Husband (tamat) 3. Oke, Bos! (tamat) 4. Dua istri abu-abu (season I tamat, season II on going) 5. Possesive Ghost (On Going) Terima kasih sudah mampir, dan semoga kalian nggak bosan untuk terus support cerita ini. SALAM HANGAT, ZAYNRIZ! FOLLOW JUGA AKUN INI YA :*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD