EPISODE || Amanda Membuka Pikiran Alice

1005 Words
SELAMAT MEMBACA _______________________________________ Aku melangkah keluar dari gedung apartemen dengan tangisan dan langkah cepat. Tidak kuhiraukan lagi tatapan aneh dari orang-orang di sekitar sana. Masih bisa berjalan sampai ke mobil pun aku bersyukur sekali. Kubanting paper bag ke kursi samping kemudi. Mobilku masih berhenti dan aku langsung menenggelamkan kepalaku di stir mobil dengan isak tangis yang tak kutahan lagi. Aku tidak peduli lagi jika dianggap gila atau akan ada orang yang mengetuk jendela mobilku dan bertanya kenapa. Tapi sepertinya tidak ada sampai aku sudah kehabisan air mata. Bekas air mata mengering dipipiku, mataku membengkak parah. Hidungku memerah dan tersumbat, suaraku pasti akan terderdengar sengau tapi sekarang aku mulai reda oleh tangisan. Berulang kali aku mengambil tisu dan menguras habis cairan dalam hidung. Kubuang bekas itu di tempat sampah dalam mobil. Tidak kutahu, sudah berapa lama aku menangis hingga tempat sampah penuh oleh tisu. Dan tak kutahu berapa lama aku di parkiran. Aku mencoba melihat jam lewat ponsel di dashboard yang sayangnya malah menampilkan wajah Benjy. Seketika aku menangis lagi mengingat wajah Benjy yang sayangnya saat itu dia sedang mencium pipiku. Begitupun kenanganku bersama Benjy seolah tak mau melihatku berhenti menangis. "Benjy ...." Aku menarik ingus dan sesegukan oleh tangis. "Kau begitu ... kau tega sekali Benjy ... hiks ...." Aku kembali menangis, mengelap ingus dan membuangnya. Begitu berulang kali sampai aku kuatkan untuk mengecek ponsel sekaligus melihat jam dan langsung mengganti wajah Benjy di ponselku dengan gambar entah apa karena aku tak sempat memikirkan apa yang harus kupajang di layar ponselku. Tiga menit berlalu lagi, ponselku tiba-tiba berbunyi. Anehnya, aku masih berharap itu Benjy yang meminta maaf padaku. Dan meminta untuk kita menjalin hubungan lagi tanpa ada Caroline. Sayangnya, Amanda-lah yang menelfonku. Dengan isakan yang mulai reda, tapi aku malah sesegukan karena tangis. "Ada---" Aku sesegukan lagi "Ada apa Amanda? Hari ini aku tidak ke butik dulu." Benar sekali, suaraku sengau. Haaah, pasti Amanda akan tahu kalau aku habis menangis. ["Iya aku tahu. Lagi pula kau masih di Jepang. Aku menelfonmu hanya untuk bertanya kabar."] Aku hampir lupa, aku belum memberitahu Amanda kalau aku sudah pulang. "Aku sudah pulang," jawabku dengan bibir bergetar. Kenapa setiap detik rasanya aku selalu mengingat kejadian tadi. ["Alice, katakan padaku, siapa yang membuatmu menangis?!"] Sepertinya suara sengauku sudah masuk ke pendengaran Amanda. Benar bukan, dia bahkan tak repot-repot bertanya apakah aku habis menangis atau tidak. Dan dia juga mengabaikan kepulanganku. Amanda langsung bertanya siapa yang membuatku menangis. Mungkin karena Amanda adalah asistenku--dia hampir tahu semua tentangku. Aku mengelap ingusku lagi. Pasti kedengaran di sana. Tidak peduli lagi, karena aku sudah tertangkap basah oleh Amanda. "Benjy ...," lirihku. Sial, mataku mulai berair lagi. Sehari mengatakan 100 kali nama Benjy. Sepertinya mataku tak akan bisa terbuka lagi. ["Kenapa? Ada apa dengan laki-laki b******n itu?!"] Suara Amanda langsung terdengar panik, tapi juga terselip sedikit kemarahan. Aku terdiam, mengingat sesuatu. Kurasa akhir hubunganku bersama Benjy adalah jawaban dari Amanda yang selalu menentang hubungan kami. Amanda tak seperti Caroline. Dia selalu menyuruhku untuk menjauhi Benjy dengan alasan Amanda selalu memergoki Benjy pergi dengan wanita lain. Saat itu, aku tidak pernah percaya. Kupikir Benjy hanya bertemu dengan klien atau rekan bisnis. Logika tertutup cinta. Dan sekarang aku teracuni oleh cintaku sendiri. Aku menangis lagi, awalnya pelan, sesegukan kecil lalu aku melebarkan mulut seolah ini adalah kesakitan yang paling sakit. "Huaaaa ... Amanda Benjy ... dia berselingkuh di belakang-- dia ... Hiks ...." Tak bisa kujelaskan lagi bagaimana aku sangat kacau sekarang. ["Kau dimana?! Katakan sekarang biar kuhabisi Benjy sekarang juga!"] Aku tak menjawab, menangis sejadi-jadinya. Tak peduli Amanda akan menganggapku seperti bocah lima tahun. ["Alice! Berhentilah! Tak perlu menangisi b******n sepertinya!"] Aku bergeming, masih menangis. Amanda terus memanggilku. ["Kyaa! Kau dimana?! Katakan padaku sekarang!"] "Aku ... hiks ... aku di dalam mobil. Aku berada ... berada di parkiran apartemen Benjy." ["Oke, tunggu aku. Jangan berkendara di kondisi seperti itu. Tetap tunggu aku. Aku akan datang sepuluh menit lagi."] Dan panggilan terputus tapi tangisku masih mengalir. ___________________________________________ Sambil bercerita aku menangis di dekat Amanda. Kondisiku sudah buruk sekali, apalagi wajahku. Make up-ku luntur, rambutku berantakan. Amanda merangkul pundak-ku. Mengusap punggung kepalaku dan tak berhenti mengulurkan tisu yang pada akhirnya kubuang di tempat sampah di kamar apartemen Amanda. Aku belum berani pulang dan duduk di ranjang. Masih banyak kenangan di apartemenku. Sekarang saja aku masih menangis, kalau aku pulang mungkin aku akan pingsan karena energiku menguap sia-sia untuk menangis. "Sudahlah Alice dia memang bukan laki-laki baik dan kau beruntung putus dengannya sebelum kalian menikah." Amanda mengatakan itu sudah ke ratusan kali. Aku sempat tak sadar kalau ternyata dia bisa memberiku nasihat selembut ini padahal Amanda adalah perempuan bar-bar. "Sebenarnya aku bukan menangis karena tak bisa melupakan Benjy. Aku hanya ... hiks ... aku hanya tak habis pikir kenapa dia tega mengkhianatiku ... hiks ...." "Ya aku tahu, memang menyakitkan saat dikhianati. Tapi sudahlah .... Hentikan tangisanmu itu. Benjy akan merasa menang jikau kau terus menangis." "Dia tidak melihatku." "Memang. Tapi apa arti namamu jika hanya karena pengkhianatan kau secengeng ini?" Aku ingat saat Sekolah Dasar dulu, Ayah dan Ibuku menceritakan padaku mengapa mereka memberiku nama Alice. Mereka ingin aku menjadi perempuan yang kuat, manis dan percaya diri. "Kau harus kuat. Melupakan pengkhianatan memang tidak mudah. Tapi ayolah Alice tunjukan pada b******n itu kau bisa membalas perbuatannya!" Amanda menyemangatiku. Air mataku sudah tak turun lagi sejak Amanda mengungkit arti namaku. Aku menatap wajah Amanda, dia tersenyum menguatkanku. "Kau ini Alice! Akan sangat mudah mendapatkan laki-laki yang lebih daripada Benjy. Apalagi hanya dalam waktu 40 hari? Ku yakin sebelum waktu itu habis pun kau sudah mendapatkannya." Amanda menepuk pundakku. Aku tersenyum. Sangat beruntung punya sahabat seperti Amanda. Sepertinya, aku tidak perlu menangis lagi. Aku harus bisa mencari pengganti Benjy sesegera mungkin. Dan membuat dia menyesal sudah mengkhianatiku. Ya, kupikir ini-lah saatnya melupakan Benjy si b******n dan mencari pria lain yang bisa membahagiakanku! _______________________________________ Gimana-gimana? Kalian dukung Alice buat cari cowok baru kan?! Boleh nih, kalian kasih saran cowok kayak apa yang pantes buat Alice! Tulis komentar kalian, dan ramaikan cerita ini, oke? Semoga kita sehat selalu. Kunjungi crtitaku yang lainnya juga ya! SALAM HANGAT, ZAYNRIZ :*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD