EPISODE || Daisy atau Amanda, Pilih yang Mana?

1281 Words
Sebelum membaca, masukan cerita ini ke library dulu yuk! Dan follow akun ini ya :* Untuk informasi update ada di f******k dan ** PS : Author nggak maksa kalian suka sama cerita ini. Cerita ini akan aku tulis sesuai yang ada di imaginasi author. Dan, lapak-lapak aku memang selalu penuh dengan Author Notes. Jadi yang nggak suka, nggak akan bikin author berhenti nulis cerita ini :). SELAMAT MEMBACA _______________________________________ Hari ini sudah empat hari berlalu sejak Benjy memberiku tantangan. Aku tidak mau menyebut hari itu sebagai hari dimana kami berdua mengakhiri hubungan. Sekali lagi, mengingat kesakitan hanya akan membuat sakit lebih dalam. Aku sudah cukup baik-baik saja hingga hari ini. Kupikir sesekali mataku berair tidak apa-apa, anggap saja itu manusiawi. "Apa hanya foto-foto Benjy saja yang kau bakar?" Daisy bertanya sambil melihat ke perapian yang ada di ruang tamu. Apinya masih setia membara, membakar Benjy dalam bentuk foto. Semua foto Benjy, tidak ada yang tersisa. Juga barang-barang yang Benjy berikan padaku. Tapi tidak semuanya, aku masih menyimpan barang yang masih bisa kujual. Oh tentu, barang mahal tidak akan kubakar. Kalau bisa dijual, kenapa harus dibakar? Andai mungkin foto Benjy berharga mahal, akan kujual juga. Kemarin aku menurunkannya dari setiap dinding apartemen. Dan siang ini aku membakarnya. Satu persatu semua tentang Benjy harus musnah. "Tidak juga. Ada beberapa barang yang sudah kubakar lebih dulu sebelum kau datang," jawabku. Aku meletakan secangkir teh untuk Daisy di meja lebar yang agak pendek. Kami berdua hanya duduk di karpet. "Kau memang harus melakukan itu. Dan kalau aku boleh memberi saran. Sebaiknya kau posting fotomu di sosial media. Dengan caption yang sedikit menjelaskan bahwa kau sudah tidak ada hubungan dengan Benjy." Benar sekali. Daisy memang selalu punya ide cermelang. Aku langsung memeluknya yang sedang fokus dengan laptop. "Terima kasih Daisy. Kau memang briliant!" ucapku. "Tidak perlu berterima kasih. Aku akan membantu apapun yang kau butuhkan." Daisy tersenyum tulus dan berkutat lagi dengan laptopnya. Untunglah Daisy yang memberiku saran, jika itu Amanda, pasti akan meminta penambahan gaji. Daisy adalah perempuan yang lugu dan baik. Dia bekerja sebagai sekertaris sekaligus asisten pribadi dari CEO agensi SJN Entertainmen. Aku mengenalnya sejak kami di bangku Sekolah Dasar. Saran Daisy langsung kukerjakan. Karena waktu terus bergulir maju, dan aku tak mau kalah dari Benjy. Sebelumnya aku sudah menghapus semua foto Benjy jadi tidak perlu khawatir akan menangis lagi setelah membuka ponsel. Aku memosting foto diriku yang sedang duduk di bangku taman sendirian. Ini salah satu foto yang diambil oleh Amanda. Aku menuliskan caption di sana; [Sendirian itu tenang tapi akan lebih menyenangkan jika bangku di sebelahku tak kosong.] Tentu saja itu kalimat tersirat. Dalam hati aku berharap ada laki-laki yang mengerti dengan maksud kalimat itu. Semoga saja, karena laki-laki kebanyakan tidak peka. Dan tak mungkin aku menuliskan caption; [ Sedang sendiri, butuh pasangan. Segera!] Ingatlah, aku sedang tidak menjual barang. Atau bahkan menjual diriku. Hanya mencari seseorang yang pantas untuk menepati ruangan di hatiku. "Wow, kau pintar membuat caption, Alice!" puji Daisy dia menatapku bangga. Aku membusung d**a dan kutepuk di sana berulang kali. "Ini memang makananku," sahutku dengan alis naik turun. Kurasa orang tuaku tak salah memberiku nama Alice, percaya diri. Daisy terkekeh. "Lihatlah, beberapa orang mulai berkomentar. Dan aku melihat Dave, teman SMA kita dulu." Perkataan Daisy membuatku penasaran. Kucek postinganku dan benar, beberapa mulai berkomentar dan mengirim banyak suka. Salah satunya adalah Dave. Dia teman masa SMA sekaligus laki-laki yang dulu pernah mengincarku. Tapi aku tidak menanggapi rasa sukanya. Itu waktu dulu, tapi sekarang sepertinya aku bisa mempertimbangkan jikalau dia memang masih suka. "Bagus Alice, kau bergerak cepat!" Daisy lagi-lagi terkekeh saat dia mungkin melihat balasan komentar yang kuberikan kepada Dave. Kupikir Dave tidak serius saat mengatakan dia akan menelfonku dan meminta nomor ponsel lewat Direct Message. "Cepat angkat, Alice!" Daisy menyerukan suaranya saat ponselku berbunyi dan menampilkan deretan angka tanpa nama. Aku mengangguk cepat yang langsung kutempel ponsel milikku di telinga. ["Halo Alice, aku Dave. Semoga kau masih mengingatku."] Dan aku terdiam, sudah cukup lama tidak mendengar suaranya. "Ohhh! Tentu saja Dave," balasku sedikit canggung. Aku melirik Daisy dengan ekor mata. Daisy mengacungkan jari berbentuk lingkaran kecil ke arahku. ]"Maaf, bisakah kita bertemu untuk pertama kalinya sejak 7 tahun perpisahan kita?"] Dalam hati aku menjerit. Ternyata semudah ini mencari pengganti Benjy. Aku tinggal mengeluarkan sedikit jurus agar Dave bisa kudapat---maksudku, bisa menjalin hubungan sedikit serius denganku. Aku menjauhkan ponselku dari telinga, dan menutup tepat di lubang suara. "Daisy, apa yang harus kujawab?" Oh tentu aku harus mendengar jawaban Daisy juga. Dia pintar memberi solusi jadi kupikir aku memerlukannya. "Dia mengajakmu jalan?" tanya Daisy setengah berbisik. Aku mengangguk cepat. "Kenapa tidak menerimanya? Kau harus memulai hubungan dengan yang lain. Lagi pula, Dave tak seburuk Benjy." Sekali lagi, aku tersenyum senang dengan saran Daisy. Dia memang penyelamat hari ini. "Terima kasih sekali lagi, Daisy!" _______________________________________ Penolakan Amanda malah berulang kali membuatku mendengus tak suka. Perempuan tinggi yang sedang duduk di kursi dengan cemilannya ini mengutarakan protesnya ketika aku mengatakan bahwa aku akan bertemu dengan Dave nanti malam. "Itu cara yang murahan Alice dan kuanggap kau memilih selera yang buruk." Amanda menggeleng sekali lagi. Dia mengecupi jemarinya yang kotor oleh bumbu cemilan dan membuatnya basah. "Bagaimana bisa kau mengunggah fotomu di sosial media dengan caption seperti itu? Itu malah membuatmu terlihat kurang percaya diri," lanjutnya. "Entah siapa yang memberimu saran seperti itu. Aku langsung memanyunkan bibirku. Daisy dan Amanda punya pemikiran yang berbeda. Dan siapa yang harus aku ikuti? Diriku sendiri? Aku tidak punya banyak ide. "Lalu harus yang bagaimana?!" sahutku kesal. Aku masih berdiri di hadapan meja sejak aku datang dengan ekspresi senang. Dan dia malah menurunkan moodku hari ini. Kalau saja dia bukan sahabatku, mungkin aku akan masa bodoh dengan apa yang dia katakan. Amanda meletakan cemilannya, dan sikunya menumpu tubuh di atas meja. "Pertama-tama, ubah caption di postinganmu lebih dulu." "Lalu?" "Ubahlah lebih dulu!" perintah Amanda terdengar memaksa. Aku melirik tak suka. "Kenapa kau justru mengaturku?!" sahutku. Tapi dengan sedikit kesal, aku menuruti kemauannya. "Setelah itu, carilah yang lebih dari Benjy. Lihatlah, bahkan Dave tak memiliki tubuh seperti Benjy." Amanda menggeleng dan wajahnya berekspresi seolah dia tak suka dengan Dave. "Kau hanya melihatnya dalam foto. Kau tidak bertemu langsung, saat SMA, Dave termasuk salah satu cowok yang punya tubuh baik dari yang lainnya." "Heem, sayang sekali aku tidak satu SMA denganmu," sahut Amanda acuh tak acuh. Mendengar itu aku memutar bola mata malas. Harus ku apa kan anak satu ini? Memang benar, foto Dave di akun sosial medianya melihatkan bentuk tubuh Dave yang tak seperti Benjy. Bahkan jauh berbeda saat dia SMA. Dave yang sekarang terlihat lebih kurus, tubuh tingginya juga semakin lebih tinggi. Dan itu memang agak membuat Dave terlihat seperti ... ah sudahlah, kenapa aku harus membicarakan bentuk tubuh seseorang? "Kalau kau tidak setuju aku dengan Dave, maka kau harus membantuku mencari yang lain!" protesku. Kuharap dia tak jadi menentangku. "Baik, dengan senang hati. Aldrich akan menyiapkannya untukmu." Ha? Jadi Amanda juga sudah bercerita dengan kekasihnya? "Apa saja yang kau ceritakan pada Aldrich?" Aku ikut bergabung dengan Amanda, kusuruh dia menggeser tubuhnya. Dengan sedikit memaksa aku mengambil alih cemilannya. Dia sempat menggerutu tak suka. "Banyak, tapi tenanglah. Kekasihku itu, bukan tipe orang yang suka bercerita ke orang lain. Jadi, kau tidak perlu malu dan kisah menyedihkanmu itu tak akan tersebar." Aku mengangguk mengerti. Lagi pula, aku juga sudah kenal Aldrich lama. Ah, aku harus menghubungi Dave, mengatakan bahwa kami tak jadi bertemu malam ini. Segera kuraih ponsel dan menghubungi Dave. ______________________________________ Memang pendek, tapi aku tulis cerita ini dengan cinta :v Kalian pilih saran siapa? Amanda atau Daisy?! Jangan lupa add cerita ini ke library ya, dan terus support cerita ini :* Oh ya, baca ceritaku yang lain juga ya :* Salam hangat, Zaynriz.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD