Prolog

446 Words
Langkah mantap yang diciptakan membuat seluruh mata memandangnya. Tidak sedikit yang tercengang dengan kehadirannya. Dahi-dahi yang mengernyit tersebut saling berbisik, menimbulkan suara gaduh yang samar. "Maaf, Bapak tidak diizinkan berada di kantor ini." Seorang keamanan yang menghalangi langkahnya membuat sebelah alisnya kontan terangkat. Ia mengangguk dan tersenyum. "Sayang sekali. Padahal saya hanya ingin bertemu dan memberinya undangan." Semua orang sudah tahu siapa yang ingin ditemuinya. Lelaki itu menghirup napas dalam. Aroma gedung kini terasa berbeda. Beberapa keamanan yang turut menghampiri lelaki itu saling berpandangan. Bukan menjadi rahasia lagi bila kehadirannya di wilayah ini mengundang kontroversi. Bukan dalam hal yang panas dan membuat semua orang ingin melihat keributan yang terjadi, namun dalam dingin yang menusuk hingga semua orang mundur tanpa rasa ingin ikut campur. "Baik. Tunggu sebentar di sini." Salah seorang keamanan mengundurkan diri dari kerumunan. Masih dengan beberapa keamanan berbadan besar lainnya, lelaki itu malah semakin tersenyum miring mendapati dirinya menjadi sorotan publik. Beberapa karyawan yang berlalu lalang sempat-sempatnya melempar tatapan sengit seolah mencelanya. Hebat. Decak hatinya, kagum. Keamanan yang sempat meninggalkannya itu kini kembali. Namun, bukan itu yang menjadi hal menarik baginya, melainkan seseorang yang dicarinya rela untuk meluangkan sedikit waktu demi bertatap langsung dengannya. "Apa kabar?" ucapnya seraya mengulurkan tangan. Semua orang kontan mundur memberi keduanya jarak yang begitu luas hanya untuk berbicara. Lelaki yang baru saja sampai di hadapannya melirik uluran tangan tersebut tanpa minat. Tatapannya menajam seolah memperingati siapa saja untuk tidak "bermain" dengannya, jika tidak ingin hidupnya terkoyak oleh tanduk iblisnya. Merasa uluran tangannya diacuhkan, jemari itu membentuk kepalan yang lantas bersembunyi dalam saku celananya. "Bukan untuk mencari masalah. Kedatangan saya kemari untuk mengundang Anda." Diserahkannya undangan merah tersebut dengan seulas senyum. Semua orang mungkin menganggap senyuman itu adalah biasa. Namun, lelaki di hadapannya ini mengerti, terdapat makna ganjil yang membuat pikirannya lantas waspada. Dua lelaki berhadapan itu semakin membekukan atmosfer di sekitar. Keduanya memiliki tubuh menjulang. Hanya saja, lelaki dengan senyuman yang tengah menyerahkan undangannya saat ini memiliki perawakan agak ramping—juga sedikit berotot—yang membuatnya terlihat lebih menjulang. Sementara lelaki dengan paras dingin dan tatapan setajam belati di hadapannya memiliki tubuh tegap, bodi atletis dengan bahu lebar yang membuatnya terlihat seperti iblis idaman. Sama-sama tampan, namun juga berbahaya. Diterimanya undangan tersebut tanpa mengalihkan tatapannya yang menusuk. Kebencian menguar begitu tersirat dari keduanya. Persaingan semakin licik. Menghancurkan atau dihancurkan. Merampas sebelum dirampas. Lebih baik terjatuh sekalian dari pada terinjak. Baik seluruh perempuan bila diberikan pilihan antara kedua lelaki itu, mereka lebih baik mundur. Berhubungan dengan salah satu di antara mereka memang begitu fantastis, luar biasa. Tampan, mapan, harta berlimpah, jabatan tinggi, dan semua orang segan terhadap keduanya. Namun, mereka tahu, mendapatkan mereka sama saja dengan bernapas di dalam air. Mustahil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD