Persiapan

1270 Words
Celline duduk di depan cermin rias dengan pandangan nyalang. Rambut pirangnya yang bergelombang menyapu punggungnya yang tertutup. Mata emasnya menampakkan sinar menakjubkan, seperti elang yang anggun. Tulang pipinya tinggi dan diperkuat dengan make up, membuat wajahnya lebih menonjol dari pada biasanya. Ada kalung dengan bandul imitasi mutiara di leher Celline. Sewarna emas, seperti matanya. Anting-anting putih menjuntai indah hingga hampir menyentuh garis leher. Malam ini Celline memakai gaun berbahan sutra merah dengan bawahan mengembang, menyentuh mata kaki. Belahan dadanya sangat rendah, membuat Celline merasa risih dan berkali-kali menariknya agar benda sialan ini bisa menutupi asetnya secara penuh. Ada manik-manik seperti mutiara di sekitar pinggang, menbuat penampilan Celline kian memukau. Sepasang heels hitam menghiasi kakinya. Secara keseluruhan, Celline sangatlah sempurna. Seperti manekin istimewa yang dipajang di kaca boutique ternama. John sendiri terkesiap puas ketika melihat istrinya bisa bermetamorfosis seperti itu. Celline memang cantik. Tetapi kecantikannya jarang ditonjolkan seperti malam ini. Setengah jam lagi akan ada limusin yang menjemput Celline, mengantarkannya pada lelaki beruntung yang telah membeli Celline untuk satu malam dengannya. John bersiul bahagia. Dia tak pernah merasa seberuntung ini dalam memiliki istri. Ternyata, wanita itu bisa menghasilkan dollar yang sangat banyak hanya dalam waktu satu malam. Sungguh sesuatu hal yang sangat menakjubkan. John harus bertepuk tangan dengan kemampuan istrinya dalam hal kecantikan. Andai ia tahu nilai istrinya, seharusnya dari dulu ia menekuni bisnis ini. Hal-hal yang menakjubkan memang sering kali datang secara terlambat. Berbeda dengan John yang menampakkan kebahagiaan, Celline justru terlihat kacau dan tak bersemangat. Dia benar-bebar tak menyangka John akhirnya tega menjual Celline dalam keadaan semengenaskan ini. Bagimana bisa lelaki itu cukup gila? Tidakkah dia sadar menjual istri adalah tindakan paling tak termaafkan? Tindakan rendah yang pastinya dikutuk oleh jutaan malaikat di surga sana. Kedua telapak tangan dan kaki Celline terasa kebas. Keringat dingin mengalir tanpa henti. Membuat bagian gaun yang ia kenakan terasa sedikit basah sehingga semakin mencetak punggungnya dengan lebih jelas. Celline memejamkan mata dan mencoba berdoa dalam hati. Dia telah kehilangan satu per satu harapannya akhir-akhir ini. Membiarkan hatinya semakin terpuruk setiap saat dan jatuh dalam kehancuran. Ke mana arah hidupnya kini? Roda nasib telah membuat Celline merasa kalah dan tak berguna. Seolah-olah takdir hidupnya memang sengaja dipermainakn oleh alam. Tangan Celline mengusap pinggiran gaun merahnya dengan gerakan sedikit kasar. Dia harus menguatkan diri untuk melakukan sesuai dengan apa yang John inginkan. Lelaki itu sungguh licik. Dia mengancam akan melakukan hal-hal buruk pada Lily, adiknya, jika Celline tak bersedia tunduk pada keinginannya. Liliy adalah seorang gadis remaja berusia enam belas tahun yang masih bersekolah di sekolah asrama. Meskipun sering kali terjadi penunggakan biaya bulanan, tetapi selama ini John masih cukup jantan untuk membiayai adiknya. Setelah kepergian Dad, Lily adalah satu-satunya anggota keluarga yang masih tersisa. Gadis itu cukup manis dengan rambut pirang sepertinya dan senyum berlesung pipit. Dia adalah simbol kepolosan dan kesucian. Dengan menatap Lily, semua kepedihan yang dilalui Celline terasa tak ada apa-apanya. Selama adiknya itu tetap bisa tumbuh dengan baik dan wajar seperti yang lain, Celline sanggup melakukan apa pun. Tak peduli jika ia harus melalui neraka sekali pun. Membiarkan John melukai Lily adalah hal yang sangat mustahil untuk Celline biarkan begitu saja. Dia tak akan pernah diam saja jika sampai adiknya mengalami hal-hal buruk. Cukup Celline saja yang menerima semua nasib tak bersahabat dari dunia ini. Dengan alasan itulah, Celline akhirnya terpaksa tunduk dengan kemauan John. Semata-mata hanya untuk adiknya. Agar gadis remaja yang ia jaga selama ini tak ternoda oleh kotornya kehidupan. "Tersenyumlah, Sayang! Jangan berekspresi seolah-olah kau akan dieksekusi mati begitu! Lelaki tak suka jika wanitanya sekaku mayat!" John menyentil sisi wajah Celline dengan kekehan pelan, seolah-olah menikmati kekalahan Celline. Lelaki itu memang sangat bobrok. Dia tak memiliki nurani dan hanya peduli pada uang. Jika diibaratkan, John lebih cocok disebut sebagai monster hidup dari pada manusia. "Aku sudah bersedia melakukan apa yang kau mau. Kau harus menepati janjimu, John. Kau tak boleh melakukan apa pun pada adikku!" Celline menatap suaminya dengan mata menyipit. Dia tak terlalu suka berhadap-hadapan dengan John. Dekat dengan lelaki itu lama-lama terasa menjijikkan. Tetapi saat ini, Celline perlu memastikan janji John terlebih dahulu. "Tentu saja, Sayang! Tentu! Selama kau melakukan apa yang aku katakan, adik tersayangmu itu akan baik-baik saja! Jangan khawatir. Akan kupastikan adikmu itu tetap sesuci santa. Yang perlu kau lakukan saat ini adalah belajar tersenyum dan layani lelaki yang menyewamu dengan baik. Kau ingat itu? Layani dengan baik! Aku tak ingin terjadi komplain apa pun malam ini!" John mengingatkan, membuat Celline menyadari di mana posisinya berada. Wanita itu hanya bisa mencengkeram pinggir gaunnya erat-erat. Dia tak bisa membalas kata-kata John sama sekali. Rahangnya kaku dan matanya menyorot penuh keputusasaan. Tidak ada situasi yang lebih buruk di dalam hidup Celline kecuali saat ini. Dia tak pernah membayangkan dia akan menjadi wanita rendahan yang menerima transaksi kotor dari apa yang tubuhnya berikan. Mata Celline terpejam erat. Air matanya hampir tumpah menganak pinak. Dengan sekuat tenaga, Celline mencoba menahan tangisnya. Dua malam ini dia sudah menangis habis-habisan hingga ia pikir kantung matanya tak lagi bisa memproduksi air mata. Tak disangka, saat ini tangis itu siap pecah lagi. "Duduklah dengan nyaman, Sayang! Sebentar lagi kau akan dijemput." John berjalan keluar ruangan, meninggalkan istrinya dalam keadaan batin tak karuan. Waktu terasa bergulir lama. Detik jam terasa berjalan sangat lambat. Celline seolah-olah terpenjara dalam keheningan dan kesepian yang menyesakkan d**a. Hanya kekosongan dan kehampaan yang ia miliki. Beserta kepedihan yang mengalir turun, memenuhi sudut-sudut hatinya yang telah bobrok. Tiga puluh lima menit kemudian, John berteriak kegirangan dan membimbing Celline untuk keluar flat ke jalan utama di sekitar blok kediaman mereka. John baru saja dihubungi jika sopir yang ia tunggu-tunggu untuk mengantarkan Celline ke tempat tujuannya telah datang. Udara malam musim panas terasa hangat menyapa di lengan telanjang Celline. Wanita itu berjalan dengan langkah-langkah lemah menuju limusin hitam yang kini menunggu dirinya. Di sisinya, John memegang lengan istrinya dengan kuat, takut jika tiba-tiba wanita ini berbalik pergi dan memutuskan kesepakatan begitu saja. John benar-benar tak bisa menbiarkan hal ini terjadi. Kesepakatan ini adalah kesepakatan emas. Dia butuh nominal besar yang masuk ke rekeningnya malam ini juga. Karena itu, John tak bisa menanggung resiko buruk apa pun malam ini. Termasuk tindakan Celline yang bisa kabur kapan pun ia mau. "Ingat! Jangan berbuat bodoh malam ini! Aku masih menjadikan Lily sebagai kartu AS. Jika kau sembrono, adikmu yang bisa jadi akan menggantikan dirimu untuk kujual!" John kembali membisikkan saat mereka hampir tiba di tempat parkir limusin itu. Dia mencengkeram lengan lemah istrinya dengan kuat, menunjukkan bahwa kata-katanya tak main-main. "Hentikan ancamanmu itu, john! Kau tahu lebih dari apa pun juga aku tak mungkin membiarkan hal-hal buruk terjadi pada Lily!" Celline mengangguk kecil, meyakinkan John. "Bagus! Aku suka itu!" Ada sedikit nada kelegaan dalam suara John. Setidaknya, malam ini Celline cukup mudah ditundukkan. Selama John menggunakan Lily sebagai ancaman, Celline bisa bertingkah seperti rusa jinak. John dan Celline tiba di sisi limusin. Seorang lelaki berusia empat puluhan tampak keluar menyambut mereka dengan setelan formal. Dia mengangguk kecil, memberikan sambutan dan sopan santun. Dengan suara rendah, sopir itu membuka suara. "Mr. Morrin! Saya Alex, supir pribadi Mr. Kendall Shancez. Silakan tinggalkan istri anda dan biar saya yang menjaganya mulai sekarang. Saya berjanji akan mengembalikan istri anda besok pagi!" "Kendall Shancez?" Celline mrngulangi nama itu dengan ekspresi tak percaya. "Ya, Kendall Shancez. Majikan saya yang telah menyewa anda untuk malam ini!" Celline membeku. Saat itulah dunia Celline seperti runtuh tiba-tiba. Dari semua lelaki yang ada, kenapa haruz Kendall yang membelinya? Ini pasti mimpi terburuk. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD