3

1088 Words
Kalian harus tahu, toko tempat Roro bekerja adalah toko kerajinan tangan yang menghasilkan berbagai macam barang yang di hasilkan dari beberapa pekerja yang mempunyai bakat dalam bidang desain barang. Dari mulai kerajinan tas, guci, topi sampai baju yang cukup unik. Ada juga barang berupa gantungan kunci dan perhiasan yang cukup unik untuk di gunakan di kepala atau hiasan pada baju.  Toko ini sering kebanjiran pesanan dari orang-orang yang ingin suvenir pernikahan atau acara penting lainnya beda dari yang lain. Makanyaaa, mereka selalu mengadakan pertemuan terlebih dahulu dengan sang Bos untuk membicarakan bentuk, bahan dan juga harga yang di inginkan. Karena di toko tempat Roro bekerja lebih mementingkan kepuasan pelanggan, jadi setiap hari ada saja orang yang meminta untuk di buatkan suvenir yang unik-unik. Malahan ada juga yang berlanggan hanya untuk membuat barang yang dia inginkan untuk di gunakan dalam berbagai kegiatan. Sungguh! Orang kaya itu bebas, selama dia merasa puas, akan dahaga sanjungan karena barang yang mereka miliki beda dari yang lain. “Rorooo, saya bicara meminta jawaban bukan untuk di diamkan. Apa kamu sudah tidak suka___” Ucap Pak Wahyu lagi. Roro menggeleng kepala, “Maaf, saya mohon maaf, karena saya Bapak akan kehilangan uang yang cukup besar.” Ucap Roro sambil menundukkan kepala merasa bersalah. “Itu tidak benar, karena saya mengundurkan pertemuan nanti sore. Jadi kita akan pergi selepas pulang kerja. Nanti saya yang akan meminta izin pada nenekmu.” Ucap Pak Wahyu pinal. “Tapi, Pak! Saya tidak mau kalau____” “Jangan takut karena istri saya. Dia hanya salah paham, dan sudah saya jelaskan padanya, jadi tidak usah merasa tidak enak.” Ucap Sang Bos sambil kembali memasangkan kaca mata dan kembali bekerja. Roro sudah mengerti kalau sang Bos mengusirnya secara perlahan, melihat itu, Roro langsung memberi hormat, dan berjalan pergi meninggalkan ruangan tersebut. “Jangan sampai terlambat lagi, ingat! kita akan pergi menemui orang yang memang membutuhkan jasa kita.” Ucapan Pak Wahyu membuat Roro hanya bisa mengangguk.  “Sekarang kembali bekerja. Jangan diam dan melamun, supaya tidak ada orang yang mencontoh kamu yang malas-malasan.” Pak Wahyu bicara kembali sebelum Roro melangkah keluar dari ruangannya. “Bagaimana?” suara teman-temannya langsung heboh karena merasa iba pada apa yang terjadi pada Roro. Ketika dia baru saja keluar dari ruangan sang Bos dengan wajah di tekuk. “Kamu tidak di pecatkan? Kamu masih bisa bekerja di sini kan?” ucap mereka dengan terus menatap Roro.  Roro tertawa, dia merasa tengah di adili oleh teman-temannya. “Aku baik-baik saja, tapi aku harus tetap menemani Pak Wahyu untuk menemui orang yang pesan barang.” Ucap Roro sambil tersenyum, membuat teman-temannya menghembuskan nafas lega karena Roro tidak di keluarkan. “Haaah, hatiku lega sekarang, kerenan ternyata Roro masih bisa bareng-bareng kita di dini.” Ucap temannya sambil memeluk Roro dengan erat. “Apa yang kalian lakukan di sini!” suara itu membuat semua orang tertegun dan berlari terbirit-b***t untuk menghindari amukan sang Bos.  “Apa peringatan saya tadi tidak kamu indahkan, Roro!” Pak Wahyu menatap Roro yang malah cengengesan. “Maaf, Pak. Kalau begitu, saya bekerja lagi.” Ucap Roro sambil berlari meninggalkan sang Bos. Pak Wahyu hanya bisa menggelengkan kepala dan menghela napas, “Entah sampai kapan aku harus menunggu kamu.” Gumamnya pelan. Kakinya melangkah ke ruang kerja. Di sana Pak Wahyu merenungkan semua yang terjadi. Waktu itu Roro di amuk sang istri dan sekarang dia di jati temannya. Itu semua sudah tanda-tanda yang mengarah ke sana. Tapi kenapa orang itu belum bicara apa-apa padanya. “Apa itu belum termasuk ujian untuk dirinya. Ahhh ... otakku jadi pusing.” Pak Wahyu mendesah sambil menyugar rambut. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, waktu pulang pun tiba. Roro berjalan ke tempat parkir seberang jalan dengan malas karena pasti akan bertemu wanita yang selalu menganggapnya pelakor, padahal itu hanya fitnah dia saja.  “Mas, mau ke mana?” suara wanita yang tidak asing milik siapa. “Mas mau meeting, Naaay, tadi pagi tidak jadi.” ternyata itu Pak wahyu yang tengah menunggunya depan mobil putih. “Kamu sudah datang, Ro? Cepat masuk. Kita sudah terlambat.” Pak Wahyu melihat Roro yang malah diam. “Mas mau perih dengan dia?” ucap wanita di sebelah Pak Wahyu, itulah Nay istrinya yang cemburuan. “Iyaaa, Mas pergi sama Roro. Kamu kan tahu, Roro itu sangat mahir membuat desain yang dinginkan mitra kita” “Tapi kan Maaas, Mas bisa mengajak Bagas atau yang lainnya. Bukan hanya anak ini yang bisa__” “Nay, kita sudah membicarakan ini kemarin, jadi mas mohon jangan mengungkitnya lagi. Ayo masuk, Ro!”ucap Pak Wahyu pada Roro yang tengah berdiri diri di depan mobil miliknya. “Mas! Kenapa sih Mas selalu membela anak itu, apa jangan -jangan selama ini apa yang aku pikirkan benar adanya?” ucap Nay. “Sekali lagi kamu bicara yang tidak-tidak, mas pastikan kamu pulang ke kampung halamanmu saat itu juga!” ucapan Pak Wahyu membuat sang istri langsung tertunduk. “Sekarang kamu pulang! Mas sudah telat ini!” Geramnya dengan langsung masuk mobil di ikuti Roro yang dari tadi hanya diam menjadi penonton drama istri cemburu karena akan ditinggal sang suami bekerja yang di temani bawahan cantiknya. Roro tersenyum dengan apa yang dia pikirkan sampai Pak Wahyu yang ada di sampingnya mengerutkan kening. “Apa ada yang lucu, sampai kamu tersenyum seperti itu?” ucap Pak wahyu, menjalankan mobil meninggalkan sang istri yang masih menatap kepergiannya dengan Roro. “Ti, tidak.” ucap Roro menggelengkan kepala, “Oh iya Pak, apa tidak apa-apa meninggalkan istri bapak di sana sendiri?” Roro melihat ke belakang, menampakkan istri Pak Wahyu yang tengah berdiri. Ada yang aneh yang Roro lihat, istri Pak Wahyu terlihat marah sampai seluruh tubuhnya di kelilingi api menyala besar berwarna kemerahan, matanya terlihat tengah menatap tajam seperti ingin menelan hidup-hidup. Sekujur tubuh Roro, langsung menegang, dengan perlahan, dia mengusap tengkuk yang merinding. “Kamu tidak apa-apa?” Pak Wahyu melihat Roro ketakutan dari ujung matanya. “Ti, tidak. Saya tidak apa-apa.” Roro kembali mengusap tangan yang terasa dingin. “Maafkan istri saya, di memang selalu menjadi orang terdepan dalam masalah cemburu, dan ini yang paling parah.” ucap Pak Wahyu menenangkan Roro yang merasa canggung dengan apa yang terjadi. “Tidak apa, Pak. Istri cemburu itu tandanya dia begitu mencintai Bapak, sampai tidak rela direbut orang lain. Jadi nikmati saja itu.” Ucap Roro menatap keluar jendela. “Tapi, Pak, sebenarnya kita mau ke mana ya?” matanya menatap sekeliling, pepohonan besar berjajar sepanjang jalan. Walaupun terlihat indah, tapi hawa di sekelilingnya sungguh menyeramkan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD