bc

Agree With Me?

book_age16+
1.4K
FOLLOW
8.2K
READ
family
goodgirl
student
comedy
sweet
bxg
campus
small town
friendship
wife
like
intro-logo
Blurb

Naina Farada Arvy, gadis yang sangat ceria dan tidak kenal takut. Hobinya bicara banyak dan menjahili orang. Dia bermusuhan dengan tetangga depan rumahnya, yaitu Arya Eka Lesmana. Sayangnya mereka kuliah di tempat yang sama, tetapi berbeda fakultas dan semester. Mereka membuat kehebohan setiap hari. Itu adalah hiburan bagi semua orang.

Nasib buruk menimpa Naina. Dia terpaksa harus menikah dengan Arya karena keingingan ayahnya Arya yang hampir tiada. Meskipun begitu, Naina tidak mau tinggal satu atap dengan Arya hingga mengalami masa sulit hidup sendirian. Mereka terus saling menjatuhkan, bahkan lebih parah. Perasaan mereka sangat kuat, hanya saja tidak bisa diutarakan.

Seperti apa kisah cinta Naina dan Arya? Apa hubungan mereka? Tetangga, musuh, teman atau pasangan suami istri? Karena mereka tidak tinggal bersama dan akur sampai lulus kuliah.

Cover by Aloegreen

Background : Kanvas by PicsArt Color Paint

Font : Cutive Mono by PicsArt

chap-preview
Free preview
Prolog
 Surya akan tenggelam sebentar lagi. Itu tidak mengubah keputusan Naina kabur dari pernikahannya. Riasan melati dan lipstik belepotan akibat melawan saat dirias. Berlari tanpa alas kaki sambil menjinjing jarik kebayanya sampai ke gerbang kompleks. Sebagian orang mengejarnya termasuk calon suaminya sendiri. Naina meringis panik, mengangkat lebih tinggi jariknya hingga bisa berlari lebih kencang. Dia menyusuri trotoar seperti orang gila. Menyuruh semua orang menepi, bahkan ada yang dia tabrak. Semua orang menatap Naina aneh.  "Minggir woy, minggir! Awas!!" teriak Naina. Tangannya seakan menyibak orang-orang. Kakinya sudah mulai lelah dan napas sangat memburu. Sering menoleh ke belakang lalu meringis ngeri sendiri.  'Waduh, mereka masih ngejar lagi. Kayak sinetron kawin lari aja! Ah, gue nggak bakat kabur, nih! Gue harus sembunyi!' batin Naina.  Teriakan orang-orang yang mengejarnya membuat Naina takut dan celingukan mencari tempat persembunyian.   "Ck, itu si Arya teriaknya kenceng banget. Bisa-bisa jebol telinga gue! Kelihatan banget ngebet nikah sama gue!" gumam Naina lalu berhenti mendadak saat melihat sebuah gang. Naina masuk ke gang dan membuat kehebohan lagi. Banyak orang menegurnya karena memakai pakaian pengantin.   Tidak terasa hari sudah malam dan Naina memilih sembunyi di belakang toko yang sudah tutup. Duduk di tanah sambil mengatur napas. Memegang dadanya yang berdegup kencang. Melirik ke segala arah, masih banyak orang yang mengintip dan ingin menghampirinya. Naina segera mengibaskan tangan, memberi isyarat agar mereka pergi. Mereka tahu jika Naina sedang sembunyi, jadi mereka pergi. Naina tersenyum lega, ia meringis kelelahan. Memijit pelan kaki dan tangannya sambil menutup mata. Berharap jika Arya dan orang-orang tidak menemukannya.  Sedangkan Arya berhenti di gang sambil celingukan. Napasnya juga terengah. Sesekali mengusap keringat di dahinya yang tertutup peci. Tampilan Arya juga menarik perhatian banyak orang, tetapi Arya tidak peduli.  "Lebih baik kalian pulang aja. Ini udah malam, biar aku yang cari Naina gila itu! Pasti dia sembunyi di sekitar sini." ujar Arya sambil matanya mencari.   "Mencari sendiri? Kami akan membantumu." ujar salah satu dari mereka dan ingin kembali mencari, tetapi Arya mencegahnya.   "Mengertilah! Naina itu gila, keras kepala, nggak waras! Kalian nggak bakal bisa nemuin dia kecuali aku. Kalau ketemu nanti, aku seret kakinya!"   Arya meremas tangannya geram seolah-olah sedang meremas wajah Naina.   "Kalian itu mau menikah, tapi malah kayak gini. Pokoknya Naina harus ketemu, Arya! Pernikahan kalian jadi gagal. Besok, kalian harus menikah!" ujar orang itu lagi.  "Tenang aja. Kami pasti akan menikah, besok pagi!" tekan Arya di setiap ucapannya.   Kemudian mereka kembali dan Arya kembali mencari. Dia bertanya pada orang di toko sebelah gang. Arya tersenyum miring saat orang itu mengatakan Naina masuk ke dalam gang. Dia segera lari ke gang dan melihat dengan teliti setiap sudut.   "Kalau ada putih-putih pakek bunga melati, itu berarti si cewek gila. Awas aja lo, Naina!" gumam Arya dan memelankan langkah kakinya. Dia tidak mau teriak karena takut mengganggu orang-orang. Malam hari dengan penerangan lampu, Arya masih susah mencari. Dia masuk terlalu jauh, membuatnya kesal. Perlahan meneriaki nama Naina, justru membuat beberapa orang mendekatinya.   "Mas, cari siapa? Kok, pakaiannya kayak mau nikah begitu?" tanya ibu-ibu.   "Eee, saya lagi cari teman saya. Dia lari ke sini pakai baju pengantin putih. Ibu lihat nggak?" tanya Arya tersenyum manis.  "Oh, yang mbak cantik tapi lipstiknya belepotan itu, ya? Tadi sembunyi di toko sana, Mas. Jadi, Mas ini calon suaminya? Pantesan pakaiannya begitu." ibu itu menunjuk toko yang berjarak sekitar sepuluh meter.   Arya tersenyum miring melihat toko itu. 'Haha, kena lo sekarang!' batin Arya.   "Makasih, ya, Bu. Saya permisi." segera pergi sebelum ibu itu menjawab. Arya melepas pecinya dan bersiap menangkap basah Naina. Dia mengendap-endap di samping toko, semakin tersenyum kala melihat kaki Naina yang terbalut jarik. Kebaya putih dan wajah Naina terlihat dari samping. Arya mengangkat pecinya dan memukul pundak Naina keras.   "Hayo! Ketangkap lo sekarang. Mau lari ke mana lagi, hah!?" seru Arya menarik tangan Naina saat Naina menoleh kaget.   'Astaga! Pakek ketahuan segala, ih!' batin Naina.   Dia terpaksa berdiri dengan kesal mengelus pundaknya sedikit sakit.   "Iihhh, lepasin tangan gue! Sembarangan lo mukul gue pakek peci! Itu kekerasan namanya! Belum juga nikah udah main tangan!" marah Naina.  "Eh, kalau perlu gue tinju muka lo biar sadar! Lo ngerti nggak, sih? Nih, keadaan lagi genting. Lagian kita juga udah sepakat, terus ngapain kabur segala? Terpaksa nikahnya di tunda. Lo lihat gue, nih... Gue udah mau ijab kabul buat lo. Elo malah kabur, mana lipstik tu merembet ke mana-mana. Lo kenapa emang? Berubah pikiran di waktu yang nggak tepat tau nggak!"  Arya mengomel sambil menunjuk dirinya yang sudah siap dengan wajah frustasi. Naina hanya menatapnya diam dengan bibir mengerucut. Mengusap pipinya yang ada coretan lipstik lalu melihat telapak tangannya. "Habisnya gue kagak mau nikah sama lo. Terus masa depan gue gimana? Kasihan cinta sejati gue kalau gitu. Mana orang kayak elo lagi yang jadi suami gue." jawab Naina sambil mengusap lipstik di tangannya sampai hilang.  Arya mendengus pelan. "Lo pikir gue mau nikah sama cewek gila kayak lo? Jelas kagak, lah! Cewek yang bener sama lebih cantik banyak di luar sana, tapi ini kondisinya beda. Gue mohon kerja sama lo, Na. Lo, 'kan udah setuju. Nggak boleh ingkar gini, dong." seakan memohon pada Naina, meskipun dirinya juga menolak pernikahan ini.   Naina berdecak. "Gue... Gue... Kayaknya tetep nggak bisa, Ar. Gue nggak mau nikah sama lo. Pokoknya gue nggak mau!" tolak Naina menggeleng kuat dan melepaskan tangannya paksa dari cekalan Arya. Dia kembali berlari membuat Arya mengejarnya.   "Naina, tolong dengerin gue. Na... Naina!!!" teriak Arya.   Perbincangan mereka menimbulkan penasaran lagi bagi semua orang yang melihat. Naina lari berbalik arah menuju ke jalan raya. Trotoar itu lagi yang akan sampai ke rumahnya, sayangnya sebelum Naina keluar gang, Arya berhasil menahan tangannya, membuat Naina terpaksa berbalik badan. Mereka saling pandang dengan alis bertaut dan napas terengah.   "Arya, lepasin gue kalau lo nggak mau ribet hidup sama gue. Lo boleh ngerjain gue kayak apa terserah lo. Buat gue hancur juga terserah lo. Kita emang musuhan dan itu nggak bakal bisa berubah meskipun udah nikah. Jadi, mendingan lepasin gue, ok? Kalau kagak, gue nangis, nih!" Naina mengancam.   "Lo mana pernah nangis?" bingung Arya.  "Ya, makanya gue ngancam nangis," jawab Naina.  Arya berdecak. "Na, kali ini aja gue mohon banget sama lo. Turutin gue, turutin kemauan terakhir ayah gue. Dia sekarat dan lo tega? Ayah gue udah nganggep lo kayak anaknya sendiri. Gue minta sama lo, Na. Sangat-sangat minta buat nikah sama gue. Kita nikah besok pagi, please... Nyawa ayah gue tinggal bentar lagi kata dokter. Maut nggak ada yang tau, gue maunya juga ayah bisa hidup lebih lama, tapi apa daya? Tolong, lo mau, ya, nikah sama gue. Dia cuman pengen lihat kita nikah terus nggak berantem lagi. Lo... Tolong, lah, ngertiin gue kali ini aja. Mau, ya!" pinta Arya dengan menarik kecil tangan Naina. Wajahnya tampak murung dan sangat memohon.   'Jujur, Ar. Gue nggak tega lihat lo sedih begini. Pengen banget gue ngusap mata lo yang mau nangis itu. Kalau perlu gue colok. Lo nggak mau aja nangis di depan gue,' batin Naina menatap mata Arya.   "Arya, gue sebenarnya juga nggak tega sama paman. Cuman gue pikir... Kalau kita nikah, kedepannya bakal hancur pasti. Lo juga kagak mau, 'kan masa depan lo hancur?" tanya Naina.  "Gue tau, Na. Tapi yang gue pikirin sekarang, ayah gue seneng, udah itu doang. Kedepannya di pikir belakangan. Mau, ya, Na? Kalau bukan buat gue.. Buat ayah gue," bujuk Arya lagi.  Suara Arya sangat berat seakan menahan duka. Naina semakin tidak tega, tetapi takut akan masa depan. Dia menutup matanya dalam dan menghembuskan napas tenang. "Oke, gue mau nikah sama lo." ucap Naina sambil membuka mata.  Senyum terbit di bibir Arya. "Beneran? Jangan kabur lagi lo!" pinta Arya.   Naina tersenyum dan mengangguk. "Demi senyum bahagia paman yang terakhir kalinya. Ar, gue juga berharap paman bisa hidup lebih lama," kata Naina bersimpati.   Arya menunduk lalu mendongak lagi. "Udah, yuk, pulang. Kita dilihatin orang-orang. Mereka pikir kita main drama kali. Mana lo pakek kebaya sama riasan melati segala lagi." ujar Arya.  "Lo juga pake jas sama peci. Maaf, deh, tadi gagal nikah sama buat heboh. Sekarang beneran, nih, gue mau sebelum berubah pikiran." ujar Naina lalu jalan duluan, membuat Arya yang masih memegang tangannya ikut tertarik.  "Kalau lo berubah pikiran, siap-siap hidup lo bakal menderita. Gue nggak main-main." ucap Arya ikut berjalan keluar gang. Trotoar lebih terang karena penuh dengan lampu, membuat mereka terlihat mencolok dengan pakaian pengantin.   "Gue nggak takut ancaman lo." jawab Naina santai.   "Ck," Arya hanya berdecak.   Setelah itu tidak ada percakapan lagi. Naina tidak sadar jika tangannya masih dicekal Arya. Terlihat mereka bergandengan tangan, menuju gang rumah mereka. Hari belum terlalu malam, rumah Arya dan Naina sangat terang dan masih ramai orang. Sampai di sana membuat Naina meringis takut. Semua orang memandangnya aneh, terutama kedua orang tuanya.   "Tenang aja, biar gue yang atasi. Lo masuk aja, bersihin tuh lipstik jelek! Lo udah jelek tambah jelek lagi! Jangan lupa kagak usah kabur!" desis Arya tanpa menatap Naina.  Naina tersenyum miring. Berdecak kecil tanpa menjawab Arya langsung masuk ke rumahnya. Arya kesal dan ikut masuk. Naina meminta maaf pada orang tuanya dan ibu Arya yang menangis karena permintaan terakhir suaminya tidak akan terpenuhi. Naina jadi serba salah. Dia berpikir jika dia egois kalau tidak menikah dengan Arya. Di sisi lain, hatinya tidak terima. Naina meminta maaf di hadapan semua orang, membuat Arya berpikir jika sudah mengorbakan Naina dalam hidupnya. Dia hanya bisa mendesah dalam diam menyaksikan Naina. Kemudian Naina bersimpuh di tepi ranjang ayahnya Arya. Tiba-tiba air matanya mengalir dengan sendirinya. Dia tidak tega melihat kondisi orang yang dia panggil paman itu terbaring menunggu nyawa keluar.  "Rasanya pasti sakit, ya, Paman?" tanya Naina pelan.  "Aku minta maaf. Besok pagi, di depanmu aku akan menikah dengan Arya. Kami akan baik seperti yang kau minta. Jadi, bertahanlah...," ucap Naina lirih.  Dia mengerjap pelan dan mengusap air matanya. Saat ingin bangun dari duduknya, Arya datang langsung duduk di sampingnya. Naina tidak jadi pergi, dia menatap ayahnya Arya diam, begitu juga dengan Arya.   "Ayah, kita akan bersama sesuai permintaanmu... Selamanya."   Deg!  Naina langsung menatap Arya. Kata selamanya membuat seluruh perhatiannya teralihkan. Pikiran dan hatinya kembali berkecamuk. Naina menarik napas dalam saat Arya menoleh padanya. Ekspresi tenang itu menyirat kesedihan dan harapan. Naina bisa melihatnya dengan jelas.   "Arya," panggil Naina lirih.   "Ck, pergi sana! Gue mau nemenin ayah," ucap Arya.   Naina jelas kesal karena di usir, tetapi mengerti maksud Arya yang ingin sendiri menemani ayahnya. Naina berdiri pura-pura kesal, "Yaudah, nggak usah ngusir juga kali." Pergi meninggalkan Arya yang tanpa menatapnya. Dia menutup pintu pelan dan berhenti sebentar.   "Gue kasihan sebenarnya. Jadi kagak selera gue ngrecokin Arya lagi," gumam Naina.  Mendesah pasrah memilih ikut bergabung dengan orang-orang di ruang tamu tanpa melepas kebayanya. Teman-teman Naina tidak ada yang tahu, kecuali Nurmala Nur Sahila, sahabatnya dari masuk kuliah hingga sekarang semester lima. Dia duduk di karpet sambil makan kacang dengan wajah bingung. Naina menghampirinya dengan tersenyum.   "Woy, makan mulu lo. Badan lo tambah melar entar." sapa Naina menepuk pundak Nurmala sambil menata jariknya untuk duduk nyaman.  Nurmala terjingkat kaget. Dia melotot menatap Naina yang nyengir. "Gila lo! Kemana aja lo sore kabur sekarang baru balik? Gue ketar-ketir, b**o! Nih, kacang lo ludes gue makan. Otak lo udah miring kali, ya!" omel Nurmala berbisik menunjukkan toples kacang yang tinggal sedikit.   Naina merebut toples kacang di tangan Nurmala. "Hehe, bilang aja lo keasikan makan kacang, 'kan?" mengambil beberapa kacang dan memakannya.   "Enak, sih," jawab Nurmala mengangguk. Sedetik kemudian mengerjap dan kembali mengomel. "Enak pala lo! Gue bingung sendiri tau nggak? Kagak ada yang gue kenal di sini selain lo, Arya, sama orang tua lo. Gue kayak orang asing yang numpang makan. Mau lihat teman gue ijab kabul, eh, dia malah kabur. Lo pikir, deh... Pikir gue di sini kayak gimana? Di saat semua orang heboh, gue ikut panik, dong. Sayangnya gue bingung mau ngapain, jadi gue ngemil kacang aja sampe habis setoples. Mikirin Naina kabur kemana, ya? Gila, sih!"   Nurmala berbisik dengan satu tarikan napas. Dia tersenggal-senggal sekarang. Sedangkan Naina asik makan kacang, senyum-senyum. Nurmala menganga menatap Naina. "Lo, kok, santai banget? Masih pakek kebaya lagi. Ganti sana! Besok pagi lo nikah, jangan pakek acara kabur segala. Drama banget lo!"   "Ssttt, diem deh. Terlanjur nyaman sama kebaya, hehe." cengir Naina seakan tidak membuat keributan.  Naina menatap sekeliling yang ramai orang. Orang tuanya dan ibunya Arya sedang berbincang dengan para tamu. Terlihat mereka menyayangkan Naina yang lari dari rumah. Naina berpikir seribu kali untuk setuju dengan pernikahan ini. Sambil mengunyah, memandang pintu rumah yang terlihat rumah Arya, di sana juga ramai orang. Naina berpikir jika semua orang di komplek datang.   "Nur, nikahnya, 'kan di rumah gue. Kenapa rumah Arya juga rame?" tanya Naina berbisik.   "Mereka penasaran karena lo kabur tadi. Kalau mereka semua di rumah lo, nggak bakal muat kali. Makanya di rumah Arya. Eh, si Arya mana?" jawab Nurmala lanjut bertanya, celingukan mencari Arya.  "Dia nemenin ayahnya. Lo temenin gue, yuk, di kamar. Lo nginep, 'kan?" tanya Naina.  "Emm, gue nggak bisa nginep, hehe. Gue harus balik, ntar orang tua gue nyariin. Biasa, lah, anak kesayangan." cengir Nurmala.   "Ck, masa nggak bisa, sih? Temenin gue..." bujuk Naina.  "Kagak bisa, Na. Besok pagi gue kesini lagi. Buat lihat lo sama musuh bebuyutan lo itu nikah, haha. Gue pulang sekarang aja, deh. Keburu malam, ntar. Bye, Naina." ujar Nurmala mengambil tas selempangnya dan pergi. Naina hanya mendengus pasrah.   "Sendirian gue sekarang." gumam Naina saat Nurmala sudah keluar dari rumahnya. Naina tersentak kala seseorang menyapanya, dia hanya tersenyum. Lanjut beberapa orang datang dan menyapanya lagi. Naina hanya menanggapi dengan senyuman. Naina pikir, mereka adalah tamu yang pamit pulang, tapi ingin melihatnya terlebih dahulu.   Susah payah dia mencoba berdiri, kakinya terasa terlilit jarik. Terus tersenyum sampai berhasil melewati semua orang dan masuk ke kamarnya. Seketika senyumnya luntur saat pintu tertutup. Dia merebahkan dirinya di ranjang dengan tangan terbuka. Mengerjap silau karena lampu kamar. Berpikir seakan kisahnya seperti drama yang tidak dia sukai. Pemeran utama harus berkorban dan menderita, sedangkan pasangannya akan menindasnya lalu meninggalkannya suatu saat nanti. Kemudian, hidupnya akan berubah menjadi lebih buruk.   Naina memejamkan mata dalam-dalam. Menepuk kedua pipinya cepat, mengusir pikiran negatif yang terlalu jauh itu. Kembali membuka mata, berganti mengkhayal tentang hal positif. Langit-langit kamarnya yang putih seakan menggambarkan masa depannya yang indah. Dia dan Arya menikah, tidak saling mengganggu lagi hingga lulus kuliah. Lalu, Naina punya anak dari Arya.   "Stop! Udah sampai di situ aja! Gue kagak mau tau kisah selanjutnya, huaaa... Masa gue punya anak dari Arya? Kagak-kagak! Gila, yang bener aja!"   Naina langsung duduk sambil memekik dengan mata melebar. Meraup wajahnya frustasi ingin menolak keras, tetapi tidak bisa.   "Kenapa hal positif-nya jadi gitu, sih? OGAH!" teriak Naina di akhir ucapannya lalu membanting diri lagi dengan kasar.   Menutup kedua matanya yang terus terbayang-bayang tentang Arya dan masa depan. Pikirannya selalu buruk jika soal Arya. Seakan Arya adalah ancaman besar di hidupnya. Namun, Naina kembali pasrah jika mengingat ayahnya Arya. Dia diperlakukan baik, bahkan lebih baik dari Arya. Jelas Naina tidak bisa menolaknya.   Membuka matanya lagi dan bangun. Dia memilih membersihkan diri dan memakai pakaian santai. Kebaya tadi sudah kotor, Naina menjingjingnya tinggi sambil mendesah. Tidak tahu besok menikah pakai baju apa. Dia mengendikkan bahu dan menaruh kebaya itu di sisi ranjangnya. Ingin tidur, tetapi tidak mengantuk. Hatinya gelisah, tapi bukan jatuh cinta, pikir Naina.   Mondar-mandir di kamar, melihat jam dinding sudah pukul delapan malam. Suara di luar sedikit berkurang, Naina memilih keluar kamar melihat kondisi yang tidak seramai tadi. Dia menghampiri orang tuanya yang bersama ibunya Arya. Namun, justru di beri nasehat agar Naina mengerti keadaan dan apa yang harus dia lakukan jika sudah menikah nanti. Naina merasa semakin sesak. Hati dan telinganya tidak kuat mendengar ocehan para orang tua, dia memilih pamit pergi ke kamar lagi. Bukannya ke kamarnya justru berbelok ke kamar tamu. Tempat di mana ayahnya Arya istirahat.   Perlahan Naina membuka pintu sedikit, menimbulkan suara kecil. Naina meringis takut ketahuan. Dia hanya ingin melihat Arya.   'Si cowok k*****t udah tidur belum, ya?' batin Naina.  Dia tersentak melihat Arya menunduk sambil memegang tangan ayahnya. Bahu Arya sesekali bergetar. Naina pikir Arya sedang menangis, hanya saja tidak bersuara. Ayahnya Arya terbaring dengan mata tertutup. Naina ingat kala dokter mengatakan ayahnya Arya tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Penyakit jantung yang diderita sejak lama, pengobatan medis mengatakan sudah tidak sanggup. Hanya keajaiban yang diharapkan Arya dan keluarganya. Untuk itu, beliau membuat permintaan yang melibatkan dirinya seumur hidup. Menikah dengan Arya dan selalu bersama selamanya. Permintaan terakhir yang sulit bagi Naina dan Arya. Berpikir jika menikahkan mereka, berharap tidak ada perselisihan lagi di antaranya.   Dahi Naina berkerut. Tidak mungkin Arya menangis, laki-laki itu sangat tegar dan kuat meskipun menyebalkan. Itu yang dipikirkan Naina. Naina tersentak lagi karena Arya mendongak menatap ayahnya. Ingin menutup pintu, tetapi masih penasaran. Tidak sadar jika ibunya Arya ada di belakangnya.   "Naina." panggil ibunya Arya sambil menepuk pundak Naina.  Naina kaget dan langsung berbalik badan. "Bibi?"   "Sstt, tutup pintunya!" pinta ibunya Arya dengan senyum.  Naina ikut tersenyum dan mengangguk. Menutup pintu itu pelan tanpa suara agar Arya tidak terganggu.   "Ikut Bibi, yuk!"   "Ke mana, Bi?" dahi Naina berkerut tipis.  "Bibi mau bicara sebentar."  Suara halus nan ramah itu membuat Naina terus tersenyum sopan. Mengangguk lagi dan ikut ibunya Arya menuju halaman belakang.   'Mau ngomong apaan, sih? Jadi deg-deg-an gue.' batin Naina merasa tidak enak.  Dia tidak bisa marah atau menolak jika ibunya Arya yang berbicara, karena sangat lembut dan sopan. Bola matanya berputar-putar cemas sampai duduk di kursi panjang halaman belakang. Penerangan lampu sangat cerah, aroma makanan tadi pagi bisa tercium dari dapur yang letaknya tidak jauh dari pintu belakang.   Naina meringis kala ibunya Arya tersenyum padanya.  "Naina, kenapa tadi kabur, Nak?" tanya ibunya Arya lembut. Hati Naina bergemuruh.   "Hehe, maaf, Bi. Tadi pikiran Naina kacau. Bodohnya Naina lari, deh." jawab Naina sambil nyengir.  "Jangan kabur lagi, ya. Bibi sedih tadi kalian nggak jadi nikah. Ayahnya Arya juga sedih, Bibi nggak tega lihatnya. Apalagi Arya, dia frustasi, Nak."   Tuturan lembut itu membuat Naina menunduk.   "Bibi dan Arya mohon sama kamu, Naina. Buatlah senyum bahagia di wajah suami Bibi. Setidaknya... Untuk terakhir kalinya...," ibunya Arya menangis terisak.  "Bibi, Bibi jangan nangis." pinta Naina menggeleng pelan. Mencoba menenangkan ibunya Arya.   "Kamu mau, ya, besok nikah sama Arya." pinta ibunya Arya menghapus air matanya dengan senyum.  Hati Naina seakan dipukul batu. Dia mengangguk kuat. "Iya, itu pasti, Bibi. Bibi jangan sedih, nanti Arya juga makin sedih. Kasihan paman nanti," bujuk Naina.  "Alhamdulillah. Terima kasih, ya. Maaf, sudah membebani kamu. Bibi juga berharap, kamu sama Arya tidak bermusuhan lagi." ujar ibunya Arya tersenyum tegar.  Naina refleks mengangguk, membuat senyuman seorang ibu di depannya semakin lebar. Mata Naina berkerling. 'Kita emang bakal nikah, tapi soal berhenti bermusuhan, Naina nggak bisa menjamin, Bibi,' batin Naina.  Mereka berbincang hal lain yang membuat tawa kecil terus terdengar. Sampai larut malam, Naina duduk santai dengan calon mertuanya. Arya juga mengetahuinya dalam diam. Bersandar pintu belakang dengan melipat tangan, pandangan lurus ke Naina tanpa ekspresi. Awalnya dia ingin mencari ibunya, ternyata bersama Naina. Membuat perasaan Arya semakin tidak jelas.   Naina memang tersenyum dan terus bicara. Membuat lelucon kecil yang membuat calon mertuanya sedikit terhibur. Namun, hatinya masih gelisah. Dia terus bertanya tentang nasibnya esok dan masa depan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Rujuk

read
912.0K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
16.2K
bc

Everything

read
278.3K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.0K
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.4K
bc

MY DOCTOR MY WIFE (Indonesia)

read
5.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook