Bab 3 - Bertepuk Sebelah Tangan

2108 Words
Zeline mengingat benar hari itu, hari di mana hatinya mulai mengenal yang namanya jatuh cinta pada seorang pria. Suatu hal baru yang tak pernah ia alami seumur hidupnya. Ia ingat betul bagaimana dirinya merasa canggung setiap kali bertemu dengan Nathan setelah kejadian itu. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah pura-pura bersikap normal agar semuanya terlihat biasa saja seperti sedia kala. Beruntung karena tak ada satupun di antara para sahabatnya itu yang curiga padanya. Setiap kali berdekatan dengan Nathan, meski hanya duduk bersampingan saja, ia merasa jantungnya berdetak tak karuan. Ia berharap Nathan tak mendengar detak jantungnya itu. Sempat suatu ketika ia mencoba untuk mengubah penampilannya untuk menjadi sedikit feminim agar terlihat seperti gadis pada umumnya, mulai dari pakaiannya sampai belajar menggunakan make up namun hal itu tak bertahan lama karena akhirnya ia sendiri yang merasa tidak nyaman. Terlebih para sahabatnya itu memperhatikannya dan malah menertawainya hingga membuatnya tidak percaya diri. Jadilah ia kembali ke gaya lamanya saja. Ia benar-benar tak tahu apa yang harus ia lakukan. Haruskah ia jujur saja pada Nathan? Tapi ia sendiri tahu benar bagaimana tipe perempuan yang Nathan sukai karena mereka telah lama bersama. Tentu saja kriteria perempuan yang Nathan sukai itu tidak seperti dirinya yang tidak ada anggun-anggunnya sama sekali. Dadanya terasa sesak setiap kali memaksa dirinya sendiri untuk memendam perasaan seperti itu. Hingga enam bulan setelah kejadian itu, ia melihat perubahan pada Nathan. Nathan yang dulu selalu siap siaga membantu sahabat-sahabatnya kini sibuk dan terkadang tidak ikut berkumpul lagi dengan mereka karena ternyata Nathan berpacaran dengan seorang gadis yang telah lama mengidolakan Nathan. Zeline pikir, Nathan tak tertarik pada gadis yang adalah junior mereka di kampus itu karena setiap kali Zeline melihat gadis itu mendekati Nathan, Nathan terlihat begitu cuek. Terkadang Arion, Gerald dan Garvyn juga mengolok-olok Nathan dengan gadis itu tapi Nathan malah terlihat kesal. Ternyata takdir berkata lain. Mungkin karena gadis itu begitu gencar mengincar Nathan makanya hati Nathan luluh juga dan parahnya, ia jadi seperti orang yang benar-benar dimabuk cinta. Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi antara Nathan dengan gadis yang bernama Tiffany itu, yang jelas Nathan berubah. Ia rela melakukan apapun demi gadis itu sekalipun hal itu membahayakan dirinya sendiri. Zeline semakin ragu. Haruskah ia menyerah saja dan membuang jauh-jauh perasaan cintanya ini pada cinta pertamanya itu? Karena sepertinya memang takdir tak berpihak padanya dan harapan itu tak terlihat sama sekali untuknya walaupun hanya setitik saja. Memikirkan semua hal itu terkadang membuatnya menjadi sering menangis dalam kesepiannya hingga satu keputusan bulat ia tentukan dengan penuh tekad. Apapun yang terjadi, ia akan terima asalkan Nathan bahagia. Itu saja. Hanya itu. Karena ia ingat betul bagaimana Nathan menghiburnya dan membantunya menghilangkan rasa sedihnya di saat ia terpuruk kala itu. Ya, mungkin itu keputusan yang tepat. Apapun itu, meski hatinya sendiri terluka, lebih baik ia berusaha untuk ikhlas. Hitung-hitung  hanya dengan cara inilah yang bisa ia perbuat untuk membalas kebaikan yang Nathan berikan padanya. Menyerah, itulah pilihan yang harus ia ambil saat ini. Melihat sang cinta pertamanya itu tersenyum meski bukan karena dirinya, itu saja sudah cukup bagi Zeline. ‘Nat, tersenyumlah. Berbahagia. Semoga semua yang loe inginkan bisa terkabul ya. Hanya dengan cara inilah gue bisa balas kebaikan loe dulu meski loe gak tau semua perasaan gue’ ucapnya dalam hati tiap kali mengingat semua hal tentang Nathan.   ***   Kembali lagi ke café di mana kelima sahabat ini berkumpul untuk menghilangkan penat mereka karena perkuliahan. Saat ini mereka sudah menghabiskan makanan mereka masing-masing namun masih enggan untuk beranjak pergi. Garvyn, Gerald dan Arion sedang asyik bercengkrama hingga akhirnya Gerald merasa risih dengan Zeline dan Nathan yang terus diam dan sibuk sendiri sedari tadi. Matanya kini menatap kea rah Zeline yang sedang asyik melamun sambil memandang ke sembarang arah.  “Loe ngelamunin apa sih dari tadi, Zel? Kasi tau dong sama kita-kita?” ucap Gerald santai sambil tersenyum yang membuat Zeline tersadar dari lamunan panjangnya dan memutar matanya malas karena merasa jijik seketika saat melihat senyuman menggoda yang Gerald tunjukkan dan ditambah dengan senyuman lainnya dari wajah kembarannya itu. Pria itu duduk bersebelahan dengan kembarannya dan mereka berdua berhadapan langsung dengan Zeline. Sungguh satu paket wajah menyebalkan yang untungnya tampan jadi bisa menutupi sedikit kekesalan. Zeline sendiri duduk di tengah-tengah antara Nathan dan Arion. Entah bagaimana, namun hal ini sudah seperti formasi yang terbentuk sendirinya dan mereka semua merasa nyaman.  “Loe kenapa? Ada masalah? Hm?” tanya Arion dengan nada lembut dan senyuman yang tulus, jauh berbeda dengan senyuman menyebalkan di depannya itu. Jika saja tidak terlanjur menganggap Arion sebagai kakak dan sahabat baiknya, mungkin Zeline akan jatuh cinta pada pria yang satu ini. Wajar saja jika pria ini diperebutkan oleh para gadis di luar sana karena sikapnya yang dewasa, bijaksana dan penuh perhatian meskipun wajahnya tidak setampan Nathan. Zeline menoleh ke arah Arion dan membalas senyuman pria itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Gak kenapa-kenapa kok, Ar” jawabnya singkat. Arion tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh sahabat perempuan satu-satunya ini. Mungkinkah sesuatu terjadi dan Zeline enggan untuk bercerita padanya? Namun iapun tak ingin memaksa Zeline untuk bercerita. Ia hanya menganggukkan kepalanya sambil tetap tersenyum. Tangannya membelai lembut kepala Zeline dan merapikan rambut nakal yang menutupi wajah polos tanpa make up sahabatnya itu. “Akhirnya kepala loe tegak juga, Nat! Dari tadi nunduk aja terus sambil liatin hp loe itu. Gak keluar sekalian biji mata loe?” ucap Garvyn tanpa segan. Sungguh, dari tadi ia kesal sendiri melihat Nathan yang sibuk memandangi ponselnya sambil membalas pesan yang dapat dipastikan dari gadis yang menjadi pujaan hatinya itu. Tidak bisakah sebentar saja pikiran Nathan terfokus pada sahabat-sahabatnya yang sedang berada di depan matanya ini?! “Kenapa Vyn? Loe kangen ama gue? Hm?” ucap Nathan lembut pada Garvyn sambil mengedipkan sebelah mata dan memasang senyum menggoda diwajah tampannya ini. Ponselnya ia letakkan di atas meja dan tatapannya lurus ke depan memandang Garvyn yang saat ini sedang memandangnya dengan eksperesi tidak senang. “SHITT! Sekali lagi loe kayak gitu di depan gue, gue tonjok muka loe!Biar muka loe itu jadi jelek!” umpat Garvyn kesal pada Nathan yang malah semakin tersenyum senang dan terkekeh. Bahkan Arion, Zeline dan Gerald tertawa mendengarnya dan membuat Garvyn hanya bisa mengacak-acak rambutnya kesal. Tak lama kemudian, ponsel Nathan bergetar dan menandakan ada sebuah pesan masuk. Ia meraih ponselnya dan dengan segera membuka pesan tersebut. Tampak secercah senyuman terpampang di wajah tampannya itu. “Hmm.. guys, sorry ya, gue harus pergi sekarang” ucapnya dengan senyuman gembira yang membuat sahabat-sahabatnya hanya bisa termenung memandangi kepergiannya yang secepat kilat karena belum sempat para sahabatnya itu menjawab, pria tampan ini sudah beranjak pergi sambil membawa tas dan barangnya yang lain. Langkahnya bahkan sedikit berlari tanpa menoleh ke belakang lagi. Speechless Itulah yang dialami Arion, Gerald, Garvyn dan Zeline saat ini, walaupun ini bukan yang pertama kalinya Nathan seperti itu pada mereka. “HAH!! Mau sampai kapan tu anak kayak gitu?! Loe pada liat sendiri kan dari tadi dia sibuk sendiri chat-an sama cewek lebay itu?!” lagi-lagi Garvyn menumpahkan kekesalannya dan kali ini taka da yang menertawainya. Gerald hanya bisa mengedikkan bahunya karena ia pun tak tahu lagi harus berbuat apa. “Ya, mau gimana lagi?” ucap Arion pasrah dan meraih gelas di hadapannya yang berisi jus semangka. Zeline sendiri hanya bisa memperhatikan ekspresi para lelaki tampan itu. Digigitnya bibirnya sendiri. Ia sendiri tak perlu ditanya, kesal? Sudah pasti. Hatinya bahkan teriris setiap kali Nathan bersikap seperti itu. Satu hal yang selalu ia tegaskan di dalam otak cantiknya itu, ‘Apapun yang terjadi, asalkan Nathan bahagia’ itu saja. Ia terus-terusan menahan cemburu dan perasaannya yang entah kapan bisa hilang ini. Berusaha tetap tersenyum dan terlihat seperti biasa saja, hanya itu yang selalu ia terapkan di hadapan semua lelaki tampan ini. “Ya udah deh, mending kita bubar aja yuk. Gue capek juga nih, ngantuk” ucap Gerald memecahkan suasana. Ia baru ingat dengan rasa kantuknya itu. Garvyn bahkan menoleh ke arahnya secepat kilat karena merasakan hal yang sama. Kembarannya itu mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju. Ia juga lupa dengan rasa kantuknya karena sibuk memperhatikan sikap Nathan yang membuatnya kesal sendiri. “Bentar, gimana dengan tugas kita tadi?” tanya Zeline menahan pergerakan para lelaki tampan yang sudah bersiap untuk pergi. “Ntar malam kita diskusiin di WA deh, Zel” jawab Gerald singkat dan membuat Zeline hanya bisa menganggukkan kepalanya. “Yuk pulang” ajak Arion pada Zeline. Memang dari pagi, Arion yang menjemput Zeline ke apartemen gadis itu mengingat apartemen mereka satu arah, jadilah mereka sering berangkat ke manapu bersama-sama.   *** “Loe kenapa, Zel?” tanya Arion sambil sesekali menoleh ke kiri, memperhatikan sahabatnya yang duduk di bangku penumpang di samping dirinya yang sedang mengemudikan mobil itu. Lagi-lagi sahabatnya itu melamun dan entah sedang memikirkan apa. “Hm? Apanya? Emangnya gue kenapa?” tanya Zeline kebingungan karena baru tersadar dari lamunannya. Arion menghela nafas panjang dan tatapannya lurus ke depan, memandang kendaraan lalu lalang di depan sana. “Ck! Loe gak sadar ya kalo loe sekarang sering banget ngelamun gitu. Bukan sekarang aja, udah sering banget. Hmm mungkin sejak kakak loe meninggal. Sorry, gue bahas ini lagi. Apa loe masih bersedih karena kakak loe pergi, Zel?” ucap Arion serius. Memang setelah dipikir-pikir, bukahkah Zeline sering melamun setelah kepergian kakak tercintanya itu? ‘Benarkah gue kayak gitu?’ pikir Zeline yang tak menyadari dirinya yang sering melamun itu. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Hmm.. i.. iya Ar” jawabnya sambil tersenyum tipis memandang Arion yang masih sibuk mengemudi dengan berhati-hati. Lebih baik ia iyakan saja omongan Arion barusan yang mengira bahwa ia melamun karena masih bersedih akibat kepergian kakaknya itu daripada Arion mencurigai dirinya yang diam-diam memendam perasaan pada sahabat mereka. “Zel, loe harus ikhlas ya. Memang gak mudah untuk bersikap tegar setelah ditinggal pergi orang yang kita sayangi untuk selama-lamanya. Tapi kakak loe pasti bakalan sedih di sana kalau ngeliat loe kayak gini” ucap Arion lembut khas dirinya sekali. Sungguh, pria ini begitu baik hati dan tulus. “Iya Ar” jawab Zeline singkat sambil kembali tersenyum sedikit lebar dari sebelumnya. “Gue dan sahabat-sahabat kita akan selalu ada buat loe. Kalau loe ada masalah atau mau curhat sama kami, loe curhat aja. Kita udah kayak keluarga selama ini. Jadi, kalau loe ada masalah, jangan loe pendam sendiri ya” sekali lagi Arion berucap dengan panjang lebar pada Zeline. Ia hanya ingin agar Zeline tak bersedih lagi sampai membuat gadis satu itu menjadi sering melamun dan pendiam. Dulu, sebelum kejadian di mana kakaknya belum meninggal, Zeline benar-benar begitu ceria di hadapannya. Gadis cantik itu bahkan sering membuatnya dan juga para sahabatnya tertawa dengan sifat tomboynya itu. Arion sangat berharap agar Zeline bisa kembali seperti dulu, menjadi gadis yang periang dan bersemangat. “Makasih ya, Ar. Loe udah banyak banget bantuin gue” hanya itu yang dapat gadis itu katakan pada Arion. Arion membalas perkataan gadis itu dengan senyuman tulusnya sambil mengusap lembut kepala sahabatnya itu. “Hmm… by the way, menurut loe, Nathan gimana, Zel?” tanya Arion lagi saat pandangannya sudah kembali fokus pada jalanan di depan. “Hm? Nathan?” kata Zeline sambil mengeryitkan dahinya. “Dia… baik” lanjutnya lagi. Arion tertawa saat mendengar perkataan sahabatnya itu. “Kenapa? Apa yang lucu?” tanya Zeline polos. Arion tersenyum dan menghentikan tawanya. “Hmm.. maksud gue bukan itu. Nathan gimana selama ini? Apa loe juga ngerasa kalau dia itu udah berubah jauh semenjak pacaran dengan Tiffany?” jelas Arion. Hati Zeline terasa tersayat saat mendengar perkataan Arion barusan yang mengatakan bahwa Nathan berpacaran dengan Tiffany. Kesedihannya kembali muncul ke permukaan. Ia menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Arion. “Hmm.. ya gitu deh, Ar. Mungkin dia udah sayang banget sama pacarnya. Selama dia bahagia, gue juga bahagia liatnya” ucapnya tanpa sadar. Arion mengernyitkan dahi saat mendengar ucapan Zeline. ‘Selama dia bahagia, gue juga bahagia litany. Begitu katanya barusan?’ pikir Arion. Ia melirik Zeline sejenak. Gadis itu tampak sedang memandang lurus ke depan dengan tatapan kosong dan membuat Arion semakin heran. ‘Mungkinkah, dia? Ah! Gak mungkinlah ni cewek suka sama Nathan’ bantahnya dalam hati. Ia mencoba berpikir positif dan mencari pertanyaaan lainnya. “Loe yakin kalo loe bahagia liat tu anak? Garvyn aja sampai kesal gitu. Gue aja kadang kesal sendiri sih liatnya tapi gak tau mau harus gimana” hal itu yang terpintas dipikiran Arion. Zeline tersenyum memandang Arion. “Biarin aja Ar. Kita doakan aja semoga dia bahagia ya” ucap Zeline lembut dengan senyuman tulus yang membuat Arion terpana. Sungguh, Zeline benar-benar berubah sekarang. Caranya berbicara tak seperti dulu lagi. Sepertinya Zeline sudah mulai menjadi wanita dewasa, hanya penampilan luarnya saja yang masih sama seperti dulu. Arion mengangguk setuju. Mungkin benar, lebih baik ia ikut mendoakan Nathan agar berbahagia dengan pacarnya itu walau Arion sendiri tidak menyukai sikap pacar Nathan yang terbilang manja dan tidak mandiri. “Udah sampai, Zel. Gue gak singgah ya. Mau cepat tidur, ngantuk gue gara-gara semalam begadang sama si kembar dungu itu” ucapnya pada Zeline yang sedang membuka pintu mobil. “Makasih ya, Ar. Hati-hati di jalan” ucap Zeline sambil melangkah keluar dari mobil dan melambaikan tangannya. “Iya. Bye.. bye Zel” Arion balas dengan melambaikan tangannya juga. Dilihatnya punggung Zeline yang sudah melangkah jauh dari mobilnya itu. ‘Gue gak tau loe kenapa, Zel. Tapi gue harap, loe bisa kembali ceria kayak dulu lagi’ pintanya dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD