Bab 2 - I Love You

2024 Words
“Hmm.. Nat, gue mau mandi dulu ya. Loe pulang aja sekarang, gue udah mendingan kok. Makasih ya, Nat” Zeline bangkit berdiri setelah menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Ia memegang mangkok itu dan melirik Nathan yang masih duduk manis di sofa. “Loe yakin, Zel? Gak papa kok gue di sini dulu. Cepetan loe mandi, habis itu baru gue pulang” Nathan tampak berpikir karena ragu melihat Zeline yang terlihat memprihatinkan di hadapannya ini. Ia tak tega meninggalkan Zeline seorang diri. Zeline hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Sebenarnya ia juga tak ingin sendirian di apartemennya, pasti air matanya akan kembali mengalir dan pikirannya kembali membayangkan semua hal yang berkaitan dengan kakak tersayangnya itu namun di sisi lain, ia tak ingin lebih banyak lag merepotkan sahabatnya ini. Zeline segera pergi ke ke dapur untuk mencuci mangkok yang dipakainya, kemudian ia pergi menuju ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya dan meninggalkan Nathan yang duduk di sofa sambil menonton tv. Nathan memperhatikan pergerakan Zeline dari kejauhan dengan tatapan kasihan. Ia juga kelelahan karena seharian kurang istirahat namun ia harus memastikan kalau Zeline baik-baik saja sebelum ia pulang, setidaknya sampai Zeline tertidur. Ia mengambil ponselnya dan melihat beberapa pesan dari sahabat-sahabatnya yang terus bertanya tentang keadaan Zeline. Jika saja yang lain tidak sibuk, pasti semuanya akan tetap di sini. Mereka benar-benar mengkhawatirkan si gadis satu-satunya dalam geng mereka itu. Selama ini, jika terjadi sesuatu pada mereka, Zeline selalu siap siaga membantu mereka, maka sebisa mungkin mereka harus membantu Zeline juga. Jam kini menunjukkan pukul setengah 11 malam, namun Nathan masih enggan untuk kembali ke apartemennya. Matanya kini memandang pintu kamar Zeline dan belum ada tanda-tanda kemunculan Zeline di sana.   Ceklekk   Oh! Akhirnya Zeline selesai juga dengan acara mandinya. Ia keluar dari kamarnya menggunakan setelan piyama berwarna merah maroon. Gulungan handuk menempel dirambutnya agar rambutnya yang baru saja di keramas itu lebih cepat kering. Matanya masih bengkak dan merah bahkan hidungnya pun masih saja merah dan terlihat jelas karena kulit putihnya itu. Ia tersenyum saat mendapati Nathan masih setia duduk di sofa tadi. Nathan membalas senyuman Zeline dengan senyuman manis diwajah tampannya itu. Ia kemudian meminta Zeline untuk melangkah mendekatinya dan duduk kembali di sampingnya. Zeline menurut dan melepaskan perlahan handuk yang sedari tadi bergulung dikepalanya. Ditatapnya wajah tampan sahabatnya itu yang masih tersenyum manis kepadanya. Ia jadi malu karena terlihat lemah di hadapan sahabatnya ini. “Hmm Nat, loe pulang sekarang aja ya. Gue bukannya ngusir, tapi ini udah malem. Kasian loe juga, pasti loe capek kan?” ucapnya sambil menatap mata indah Nathan. Bukannya menurut, Nathan malah merangkul Zeline dan mendekatkan tubuh Zeline pada tubuhnya. Disandarkannya kepala Zeline pada bahu kokohnya itu. Zeline yang mendapat perlakuan seperti itu lagi-lagi hanya bisa menurut saja karena biasanya Arion dan yang lainnya juga bersikap seperti ini padanya. “Loe jangan sedih lagi ya, Zel. Gue ada di sini nemenin loe” ucap Nathan tulus sambil mengusap lembut rambut lembab Zeline. Sebelah tangannya yang lain meraih tangan Zeline dan menggenggamnya erat. Entah mengapa Zeline jadi merasa tertegun dengan perkataan dan perbuatan Nathan. Bukankah biasanya sahabatnya yang lain juga bersikap seperti ini? Ia mengingat sesuatu, dulu ketika yang lainnya bersikap seperti ini, suasananya tidaklah sama. Mereka hanya bercanda dan tertawa satu sama lain. Sedangkan sekarang? Ia hanya berdua dengan Nathan, tak ada Arion, Gerald dan Garvyn di sekeliling mereka. Suasananya bukan suasana yang biasa terjadi, sekarang ia tengah bersedih dan Nathan di sini menemaninya. Merangkulnya dan menggenggam tangannya erat seakan membuatnya merasa yakin bahwa sahabatnya yang satu ini tak akan meninggalkannya dalam kesedihan seorang diri. Kepala Zeline masih tersandar nyaman di bahu Nathan. Ditatapnya genggaman tangan Nathan  yang lembut di tangan kanannya itu. Sedangkan tangan kiri Nathan mengusap kini lembut lengan kiri Zeline. Suasana macam apa ini? Hatinya seketika menghangat karena perlakuan Nathan bahkan sedikit kesedihannya dapat berkurang. ‘Nat, makasih ya. Suatu saat nanti, semoga gue bisa balas apa yang sekarang loe lakuin ke gue, menghibur dan berada di samping gue di saat gue sedih kayak gini’ ucapnya dalam hati sebelum akhirnya kedua matanya terpejam karena mengantuk dan iapun terlelap di dalam pelukan hangat Nathan, sahabatnya itu.   *** Esok paginya, Zeline terbangun dari tidurnya. Kepalanya sedikit pusing, mungkin karena sudah beberapa hari ini ia kurang tidur dan selalu menangis. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan mendapati dirinya tengah berbaring di atas ranjang empuk yang ada di dalam kamarnya. Ia kembali mengingat-ingat kejadian semalam karena seingatnya ia tidak tidur di dalam kamar melainkan di sofa yang ada di depan tv dan Nathan memeluknya. ‘Pasti tu anak gendong gue ke sini’ ucapnya dalam hati sambil tersenyum. Ia yakin betul bahwa sahabatnya itu yang menggendongnya ke kamar walaupun ia sendiri tidak sadar bagaimana ia bisa berada di kamar itu tapi siapa lagi yang melakukannya jika bukan Nathan? Zeline bangkit dan mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. Ia mulai meresapi semua yang terjadi dalam beberapa hari ini. Ia memang bersedih dan sulit rasanya menghilangkan rasa sedih karena kehilangan secepat mungkin tapi ia harus berusaha, setidaknya untuk menghargai para sahabatnya yang selalu menjaga dan menghiburnya. Ya, ia sungguh bersyukur karena di kelilingi oleh sahabat yang baik, terlebih Nathan. Ia tersenyum lagi mengingat perlakuan sahabatnya yang satu itu. Zeline membuka tirai jendela kamarnya untuk memasukkan cahaya matahari pagi dan menerangi kamarnya. Kemudian, ia bergegas mandi. Hari ini, ia harus lebih kuat dari hari sebelumnya, ia berjanji pada dirinya sendiri. Setelah selesai mandi, Zeline mencari baju kesayangannya di dalam lemari besarnya namun tak kunjung ia temukan. ‘Bukannya baju itu masih di dalam koper?’ ia mengingat sesuatu. Kemarin, saat sampai di apartemen, ia belum sempat berkemas dan masih bersedih hingga sahabat-sahabatnya berbondong-bondong datang ke apartemennya ini. Ia melangkah menuju pintu kamar untuk mengambil kopernya.   Ceklekk   Bukannya melanjutkan langkah, Zeline yang masih menggunakan handuk itu justru berdiri terpaku di depan pintu kamarnya. ‘Nathan…Dia masih di sini’ pikirnya setelah melihat sahabatnya yang semalam menemaninya itu sedang tertidur di atas sofa dengan pakaian yang sama seperti yang ia kenakan semalam. Zeline masuk kembali ke kamarnya, menutup pintu kamar dan bergegas mencari baju apa saja yang tersedia agar ia bisa segera keluar dan menemui sahabatnya itu. Pikiran sedihnya benar-benar lenyap sekarang. Bukankah Nathan sangat luar biasa? Sebesar itukah kecemasan Nathan pada dirinya hingga Nathan memilih untuk tidur di apartemennya? Buru-buru Zeline memakai pakaiannya dan kembali membuka pintu kamarnya. Dilihatnya Nathan masih tertidur lelap. Lelaki tampan itu pasti sangat lelah. Zeline mendekatkan dirinya menatap dalam wajah sahabatnya itu. Ia jadi merasa bersalah karena membuat Nathan kerepotan seperti ini. Ia mengurungkan niatnya untuk membangunkan sahabatnya itu. Mungkin lebih baik membiarkan Nathan tertidur lebih lama karena pasti Nathan kelelahan. Zeline mengambil ponselnya dan segera memesan makanan untuk sarapan pagi bersama Nathan. Ia tidak bisa memasak sekarang karena tidak ada stok makanan di dalam kulkasnya. Pandangannya tak lepas dari sahabatnya itu, memastikan bahwa lelaki tampan itu masih tertidur pulas. Setelah pesanan makanannya sampai, Zeline meletakkan makanan itu di atas meja makan dan menuangkannya ke piring dan mangkok. Ia melangkah pelan menuju ke sofa dimana sahabatnya masih tertidur. Tangannya terulur membelai lembut rambut Nathan yang terpotong rapi. Wajah Zeline tersenyum sambil menatap wajah Nathan yang masih tertidur itu. Jika Zeline boleh jujur, ia belum pernah mendapatkan perhatian sebesar yang Nathan berikan ini dari siapapun selain dari keluarganya. Ia akan sangat berterima kasih kepada Nathan. Nathan mengerutkan keningnya saat merasakan sesuatu bergerak di kepalanya. Susah payah ia membuka kedua matanya yang terasa seperti diberi lem karena susah sekali untuk dibuka. Ia masih mengantuk karena semalam ia baru dapat tertidur sekitar jam setengah 3. Matanya perlahan terbuka dan mendapati Zeline berada di sampingnya dengan tersenyum manis kepadanya, tangannya masih terus membelai rambut Nathan. Tampaknya Zeline sudah mandi karena wajahnya terlihat segar dan piyama yang dikenakannya kini berganti dengan baju kaos dan celana jeans selutut. Nathan tersenyum sambil memejamkan matanya. Tangannya meraih tangan Zeline yang berada di kepalanya. Diletakkannya tangan gadis itu di pipi lembutnya hingga gadis tomboy itu menyentuh wajahnya yang tampan dengan rahang yang tegas itu. Ia mengarahkan tubuhnya ke samping agar ia dapat berhadapan dengan Zeline. “Morning, Zel” ucapnya dengan suara berat khas bangun tidur. Matanya antara mau atau tidak terbuka namun senyumnya terukir manis di wajah tampannya itu. Dapat dilihatnya sekilas bahwa sahabatnya itu membalas senyumannya. “Morning, Nat. Bangun ya, gue udah beliin makanan untuk kita sarapan” ucap Zeline lembut. Nathan yang mendengarnya hanya bisa mengulum senyum. Hampir saja ia tertawa jika tak mengingat bahwa sahabatnya ini sedang berduka. Boleh dibilang, ia beruntung saat mendengar gadis tomboy itu berbicara dengan nada lembut karena selama bertahun-tahun mereka bersahabat, gadis itu selalu berbicara dengan suara lantang yang hampir memekakkan telinganya dan juga sahabatnya yang lain. Nathan kemudian mendudukkan tubuhnya. Ia mengacak-acak rambutnya. Matanya benar-benar perih karena kantuk ini. Dipegangnya lehernya yang terasa pegal karena tidur di sofa. Ia merenggangkan otot-otot lehernya dengan menggerak-gerakkan ringan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Zeline yang masih berada di hadapan Nathan hanya bisa terpaku melihat pemandangan di depannya. Susah payah ia menelan salivanya sendiri. ‘Pemandangan macam apakah ini?’ pikirnya. Jantungnya jadi berdebar kencang setiap kali melihat sahabatnya itu. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya untuk membuang pemikiran dan perasaan aneh yang hinggap di otak cantiknya. Ia kemudian bangkit berdiri dan melihat sahabatnya yang sedang menguap itu. “Yuk, Nat” ajaknya sambil berjalan ke meja makan. Nathan berdiri dan mengikuti langkah Zeline. “Bentar Zel, gue mau cuci muka dulu ya” ucapnya dan berlalu meninggalkan Zeline untuk pergi ke dalam kamar mandi yang letaknya tak jauh dari dapur. Zeline mengatur nafasnya yang sedari tadi terasa sesak. Ia merasa seperti orang bodoh sekarang. Bagaimana tidak? Biasanya saat berduaan dengan Arion, Gerald atau Garvyn, ia tak pernah merasa seperti ini. Dulupun saat ia berduaan di café dengan Nathan karena menunggu kedatangan sahabat-sahabatnya, ia tak pernah merasa seperti ini juga. Inikah yang dinamakan dengan jatuh cinta? ‘Tidak! Tidak! Jangan sampai cinta sama dia! Dia gak mungkin cinta sama loe, Zel!’ ucapnya pada diri sendiri. “Loe sehat kan, Zel? Kok loe geleng-geleng gitu sih?” tiba-tiba saja Nathan sudah mendekat ke meja makan. “Eh.. eng.. sehat kok. Ada nyamuk tadi mondar mandir di depan muka gue” bohongnya. Nathan hanya terkekeh mendengar jawaban Zeline. Bagaimana mungkin di sini ada nyamuk? Mereka kemudian duduk berhadapan satu sama lain dan menyantap makanan mereka. Suasana menjadi sepi dan terus terang, Zeline merasa sangat canggung. Sesekali dilihatnya Nathan yang sedang asyik menyantap makanannya itu. “Kok loe gak pulang semalam, Nat?” akhirnya ada juga pertanyaan yang bisa diucapkannya setelah dari tadi memutar otak. Nathan menatapnya sambil terus mengunyah untuk menghabiskan makanan yang masih ada di mulut. Lelaki tampan itu kemudian menggelengkan kepalanya. “Gue ngerasa gak tenang ninggalin loe sendirian kayak semalam, Zel. Syukurlah sekarang loe terlihat lebih baik” ucap Nathan tulus. “Maaf ya Nat, gue ngerepotin loe banget” Zeline jadi merasa bersalah. Nathan kembali menggelengkan kepalanya. “Gak kok, Zel. Gue senang bisa nemenin loe. Gue merasa jadi sahabat yang berguna buat loe. Yang penting loe jangan terlalu bersedih lagi ya” lagi-lagi lelaki satu ini berkata dengan tulus. “Thanks ya Nat” hanya itu yang bisa Zeline ucapkan sambil mengangguk pelan. “Abisin makanannya ya, habis ini gue mau pamit pulang” ucap Nathan lembut dan kembali membuat Zeline menganggukkan kepala. “Gak ada yang ketinggalan kan, Nat?” tanya Zeline. Saat ini mereka sudah selesai makan dan berdiri di dekat pintu apartemen karena Nathan akan pulang. “Kayaknya gak ada. Handphone, dompet, kunci mobil. Oke Zel, gue pulang dulu ya. Ingat semua pesan gue dan yang lain, jangan terlalu bersedih lagi” Zeline tersenyum dan mengangguk pelan yang membuat Nathan menjadi ragu. Pasti setelah ia pulang, gadis ini akan kembali menangis. Nathan melangkah mendekat ke hadapan Zeline dan meraih gadis itu ke dalam pelukannya. Dibelainya lembut rambut halus gadis itu. “Loe harus ingat, gue dan yang lainnya akan selalu ada buat loe. Kapanpun loe butuh kami, loe hubungi kami ya. Loe gak sendirian. Loe punya kami di sini” lelaki itu berkata dengan tulus dan membuat Zeline tertegun untuk kesekian kalinya. Sungguh, ia merasa bahagia dan hatinya menghangat diperlakukan seperti ini oleh sahabatnya yang satu ini. “Iya. Makasih ya. Hati-hati di jalan ya, Nat” ucapnya pada Nathan setelah pelukan mereka terurai. “Gue pulang ya” ucap Nathan sambil mengusap rambut Zeline sebelum akhirnya berlalu meninggalkan gadis itu. Zeline menatap punggung tegap sahabatnya yang berjalan menjauh itu. Senyuman terukir diwajah polos dan cantiknya tanpa ia sadari. Satu hari lagi yang ia lalui berdua dengan Nathan dan hari ini pula, ia merasa ada getaran cinta di dalam hatinya untuk sahabatnya yang satu itu setelah mendapat perlakuan manis dan tulus. ‘Nathan, my bestfriend, I love you’ ucapnya dalam hati sambil menutup pintu setelah tak lagi dilihatnya punggung lelaki tampan itu.     Flashback off  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD