Musibah

1268 Words
Wanita cantik bermata cokelat, berkulit mulus, dengan rambut panjang sepinggang bernama Arlen menatap manja wajah sang suami di layar handphone. Arlen sedang video call dengan suami gagah yang telah menikahinya selama satu tahun. "Kakak masih lama pulangnya? Ah, nggak asyik," ucap Arlen memanyunkan bibir. Ia malah terlihat semakin ikut. Ares, lelaki tampan berkumis dan brewok tipis itu tertawa. "Sabar, Honey. Ini kan hari terakhir. Besok pagi aku udah pulang dan kamu siap-siap aja," kata Ares. "Siap-siap apa, Kak?" tanya Arlen. "Don't play with me, Baby." Ares menyeringai memandang tubuh seksi Arlen. Arlen meletakkan handphone di meja. Perlahan berdiri menghadap layar handphone, berpose layaknya model victoria secret. Perlahan, Arlen melepas piyama tipis yang ia kenakan, menampakkan bra hitam yang ia pakai. Arlen tersenyum nakal dan menari gemulai menggoda Ares. "Kak, aku beli underware baru. Keren lho, Kak. G-String hitam. Kamu pasti suka," ucap Arlen mulai beraksi melorotkan piyamanya hingga tersangkut di lengan dan pinggangnya. Tampak G-String hitam lace seksi melekat di tubuh mulus Arlen. Ares menatap Arlen tak berkedip. Seketika tersenyum. Melihat istri yang begitu cantik dan seksi menggodanya seperti itu membuat dia semakin tidak sabar ingin cepat pulang. "Kamu tega banget, Sayang. Aku kan masih jauh," kata Ares. "Mana udah lama kita nggak gituan. Ada kali seminggu. Kamu kan baru dapat menstruasi." Arlen tertawa dan langsung menarik piyamanya lagi menutup tubuhnya. "Makanya cepat pulang, Sayang." "Iya. Lihat aja ntar kamu nggak bakal aku lepasin!" seru Ares. "Udah ah, Sayang. Nanti kelihatan sama teman kerja aku." "Ih, takut ya?" Arlen menggoda lagi dengan memasang wajah seksi. Ares tersenyum sudah sangat kepingin mendekap istrinya. Tiga hari saja berpisah rasanya seperti berbulan-bulan. Ares ingin cepat pulang dan bercinta dengan Arlen. Arlen tersenyum menutup telepon dari Ares. Sebenarnya hatinya berat untuk melepas kepergian Ares dinas ke luar kota selama tiga hari. Namun, ia tidak boleh menyusahkan sang suami. Ares sedang semangat mengejar karir di perusahaan tempatnya bekerja. "Ngapain ya? Bosan sendirian gini," kata Arlen mondar mandir di ruang tengah. Saluran tivi beberapa kali ia ganti. Bosan rasanya menonton apa pun. Serial di tivi langganan ataupun drakor biasanya seru, tapi kali ini Arlen sedang merasa jenuh. Iseng. Arlen membuka intagram dan mengikuti beberapa berita yang ditayangkan akun lambe-lambean. Kebanyakan berita skandal artis. Arlen tersentak kaget mendengar suara berisik barusan seperti benda jatuh dan pecah. Sepertinya benda berbahan kaca jatuh dan pecah. "Apa itu?" gumam Arlen. "Meeow!" Pepi, kucing orange lucu peliharaan Arlen merayap masuk ke dalam kamar. Arlen mengangkat si kucing dan mengusap kepalanya. "Pepi nakal. Pepi pasti jatuhin piring pajangan Kakak lagi, kan? Ih, nakal," ujar Arlen seraya mengusel-ngusel kepala Pepi gemas. Suara pintu terbuka di luar ruangan kamar Arlen terdengar. Alrlen terkesiap. Pepi ia letakkan di ranjang. Saat berbalik ingin keluar kamar, tiba-tiba saja mata Arlen ditutup. "Eh! Apa ini?" Arlen meronta merasakan telapak tangan kasar. Sama sekali bukan tangan suaminya. Percuma saja Arlen meronta, karena tangannya dipiting kuat ke belakang. "Siapa? Apa-apaan ini? Lepas!" jerit Arlen berusaha melepaskan diri. "Diam!" geram suara lelaki yang sangat asing di telinga Arlen. Seketika jantung Arlen terasa mau copot. Dia tidak mengenali suara siapa itu. Bukan Ares, bukan pula Marcell, adik laki-lakinya. Arlen sadar ia dalam bahaya. Sekuat tenaga dia berusaha menendang pria yang memitingnya. Tendangannya berhasil mengenai paha laki-laki itu. "Oke. Jadi kamu mau main kasar ya?" bisik laki-laki itu di telinga Arlen. "Aaaaargh!" teriak Arlen emosi. Mau mencoba menendang sekali lagi. Laki-laki asing memiting Arlen semakin kuat, membantingnya ke lantai. Wajah Arlen dihadapkan ke lantai. Kejadian berikutnya membuat Arlen ketakutan karena kedua tangannya diikat tali dengan sangat kuat. "Nggak! Jangan!" jerit Arlen ketakutan. Laki-laki itu malah tertawa. Arlen hanya mendengar suaranya. Ketika Arlen ingin membalikkan kepalanya, rambut Arlen dijambak kuat. "Eeerrg! Sakit!" teriak Arlen. Laki-laki asing tanpa ampun terus menahan tubuh Arlen telentang di lantai. Sekilas Arlen melihat bayangan leher pria yang mencengkeramnya pada sticker kaca di dinding. Ada tato bergambar serigala di bagian samping lehernya. Ketika Arlen mencoba melihat wajah orang tersebut, tiba-tiba matanya sudah ditutup kain hitam. "Hoooaaa! Apa maumu? Lepaskan aku!" Arlen semakin panik dan berusaha melawan, tapi percuma. Tenaga Arlen kalah dibandingkan pria yang menahannya. Laki-laki asing tertawa kecil, terdengar renyah seolah sudah biasa menyiksa orang. Kepala Arlen diangkat. Arlen merasakan napas laki-laki itu di dekat lehernya. Tangisan Arlen pecah. "Jangan nangis, Cantik. Aku suka kalau kamu ketawa. Aku akan bikin kamu senang," ujar laki-laki itu. "Ja-jangan," rintih Arlen ketakutan. "Meooow! Kucing manis. Kucing nakal," kata laki-laki itu lalu naik ke atas tubuh Arlen dan meraba pahanya. "Huaaaa! Jangan!" Arlen meronta sejadi mungkin. Tubuhnya dihempas kuat hingga Arlen kesakitan. Dengan paksa laki-laki itu menarik piyama Arlen. "Jangan!" teriak Arlen. "Tolong jangan sakitin saya." Arlen menangis tersedu-sedu. Air mata di pipi Arlen diusap perlahan oleh laki-laki asing. Lalu terdengar suara decapan menjijikkan. Arlen bisa membayangkan apa yang akan laki-laki itu lakukan padanya. Benar saja. Dengan paksa, laki-laki itu mencium bibir Arlen. "Hmmp! Eerrgh!" Arlen berteriak. Namun, suaranya hilang dalam ciuman panas penuh nafsu laki-laki yang menahan tubuhnya. Tubuh Arlen diremas dengan penuh gairah. Terdengar desahan laki-laki itu. Arlen terus meronta, tapi semakin kuat pula tubuhnya ditekan. Laki-laki asing memegang tubuh Arlen dan mendesah lagi. "Ah, kamu seksi banget, Arlen. Aku suka G-String kamu," ucap laki-laki itu. Mata Arlen terbelalak ngeri menyadari ternyata orang itu mengetahui namanya. Arlen menjerit sekuatnya. "Arrgh! Jangan!" teriak Arlen. "Jangan apa, Cantik? Aku juga pingin ngerasain tubuh kamu sama kayak suamimu!" seru laki-laki itu. Arlen mendengar suara baju yang dibuka dan resleting celana diturunkan. Tangis Arlen semakin kencang. "Toloooong!" teriak Arlen. "Nggak akan ada yang bisa dengar kamu. Aku udah setel musik keras!" kata laki-laki itu. Memang benar. Arlen mendengar suara musik klasik diputar kuat, asalnya dari ruang tengah. "Sympony No.8 in F Major" milik Beethoven berkumandang ke setiap inci rumah. "Jangan. Tolong kasihani saya. Lepaskan saya." Arlen memohon belas kasihan dalam isak tangis dan jantungnya yang berpacu cepat penuh ketakutan. "Melepas kamu? Nggak akan, Sayang. Aku udah lama kepingin sama kamu," ucap laki-laki asing. Arlen berteriak ketika celana dalamnya ditarik kuat sampai robek. Tubuh Arlen diremas-remas penuh nafsu. Arlen terus melawan. Kakinya berusaha menendang laki-laki asing. "Diam kamu!" bentak laki-laki asing itu semakin beringas membanting tubuh Arlen. Kaki Arlen ditahan tangan laki-laki itu. "Grraaagh!" Arlen histeris begitu pahanya dibuka paksa. Dia berusaha melawan, menutup kakinya serapat mungkin, tapi tenaganya kalah. Tubuh laki-laki yang menimpanya begitu berat dan kekar. Tenaganya sangat kuat. Akhirnya Arlen tidak bisa berkutik. Dia semakin berteriak dan menangis begitu merasakan sesuatu melesak ke dalam tubuhnya, ke dalam miliknya. "Sayang, Arlen cantik. I love you, Baby," ucap pria itu diiring desahannya. Arlen menangis saat tubuhnya didorong dari belakang. Pria itu semakin kuat dan ganas menggagahinya. Sementara tubuh Arlen tidak lepas dari cengkeramannya. Tubuh Arlen terus diguncang, dimasuki dengan beringas. Laki-laki itu tidak peduli seberapa menyedihkan tangisan Arlen. "Mana lebih enak sama aku apa suami kamu, Sayang?" tanya pria itu terengah-engah sambil memacu Arlen. "Jahat! Kurang ajar!" teriak Arlen berang. Laki-laki itu tertawa. "Aku jahat karena kamu, Arlen." Arlen berteriak hingga tenggorokannya terasa perih. Bukan hanya itu, bagian sensitifnya pun terasa sakit karena terus didorong paksa. Laki-laki asing itu hingga beberapa kali memperkosa Arlen. Dua kali dengan posisi dari belakang dan melakukan pelepasan dalam tubuh Arlen. Arlen yang sudah lemas dibanting ke ranjang. Tangannya masih terikat dan berusaha memukul laki-laki asing. Namun, kepalanya dibenturkan keras ke kepala ranjang. "Arrgh!" Arlen mengerang kesakitan. Arlen semakin tak berdaya. Kepalanya sudah pening dan tenaga sudah habis. Dalam posisi telentang dirinya diperkosa sekali lagi. Entah sudah berapa lama terlewati. Ketika Arlen sudah pingsan, baru laki-laki asing pergi meninggalkan Arlen masih dalam keadaan terikat dan tertutup matanya. Hati dan tubuh Arlen sakit luar biasa. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD