3. Kehidupanku yang dulu.

1741 Words
Tiga tahun sebelumnya saat itu adalah malam yang cukup melelahkan bagi Liana. Lelahnya tubuh Liana pada akhirnya hanya membuat dirinya langsung merebahkan tubuhnya pada kasurnya yang nyaman. "Huft.. lelah sekali rasanya," keluh Liana seraya menghela nafas panjangnya. Bruaaak ... Anila sang dayang yang selalu mendampingi Liana. Tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan mulai menceramahi Liana dengan omelannya. "Tuan Putri, bagaimana bisa anda langsung tiduran begitu?" "Ayo, ganti dulu pakaian Tuan Putri," sambung Anila di antara omelan panjangnya. "Iya Anila, panggilkan pelayan untukku," titah Liana yang pada akhirnya mulai mengganti pakaiannya. Huh .... Untuk kesekian kalinya Liana kini menghela nafasnya. Kali ini dia benar-benar sudah selesai dengan ritual malamnya. Ini waktunya untuk Liana tidur. Liana memandang langit-langit kamarnya. "Kali ini aku juga sudah melalui hari dengan baik," ucap Liana dengan senyumnya yang merekah. Liana Eilen Kavindra adalah seorang putri kerajaan Kavindra. Ia adalah putri satu-satunya di kerajaan tersebut. Liana hidup dengan penuh energi. Ia kerap melakukan berbagai hal sesuka hatinya. Tidak ada yang bisa menghentikan segala tingkahnya. Tidak pula dayangnya Anila, tidak dengan kakaknya bahkan kedua orangtuanya. Liana benar-benar tidak bisa dihentikan. "Mau bagaimana lagi, aku harus hidup dengan bebas dan melakukan semua yang aku bisa," ungkapnya lagi dengan senyuman yang tidak kalah lebarnya. Tidak mengherankan tekad Liana bisa sebesar itu, pasalnya bagi Liana ini adalah kehidupannya yang kedua. Masih teringat jelas oleh Liana saat-saat kehidupannya yang lampau. Saat ia hanya bisa terbaring di atas kasur yang dingin rumah sakit. Saat satu-satunya aroma yang ia hirup hanyalah aroma desinfektan rumah sakit. "Aku benar-benar harus berterima kasih pada Dewa itu," gumam Liana yang kemudian larut dalam pikiran panjangnya. Liana yang pada kehidupan sebelumnya hanyalah seorang gadis luar biasa pengidap kelainan jantung sejak lahir. Liana dengan jantungnya yang lemah itu sama sekali tidak berdaya. Sejak kecil jantungnya yang lemah membuat Liana tidak bisa melakukan banyak hal. Ia tidak boleh terlalu bahagia, tidak boleh terlalu sedih dan tidak boleh terlalu banyak bergerak. Ia harus mengubur semua emosinya hanya agar ia bisa tetap bertahan hidup. "Jika aku berlari maka aku akan mati, jika aku berjalan dan ternyata kelelahan bisa saja aku tiba-tiba mati. Bahkan, jika aku tertawa terlalu berlebihan aku akan mati, jika aku menangis hingga terisak-isak aku juga akan mati. Pada akhirnya hanya ada kematian." Hal itulah yang terus terngiang seumur hidupnya. Liana benar-benar harus menjaga dirinya dengan baik seumur hidup. Ia tidak bisa menunjukkan segala emosinya sesuka hatinya. Ia menjadi gadis dingin tanpa emosi dan terkurung dalam kastil yang disebut rumah sakit. Meski Liana hanya bisa menghabiskan waktunya di rumah sakit. Ada satu hal yang sangat digemari oleh Liana. Sebagai salah satu gadis di zaman milenial Liana tentu saja tidak luput dari gadget dan kemajuan teknologi. Ia tak lepas dari telepon genggamnya yang selalu ada di genggamannya. Liana sangat suka membaca. Ia membaca berbagai hal yang bisa ia dapat dengan mudah melalui telepon genggam saat ini. Salah satu yang ia suka adalah membaca novel digital dari telepon genggamnya. Ia bisa merasakan nikmatnya beragam suasana hanya dari sebuah telepon genggam. Tentu saja aplikasi Innovel adalah tempat Liana membaca berbagai novel kesayangannya terutama karya dari Kanaya Kumarin. Liana pasti selalu meninggalkan LOVE sebagai dukungannya kepada penulis tersebut. Ia juga tidak lupa untuk memfollow penulis tersebut agar bisa mendapat info cepat jika sang penulis mengeluarkan novel terbarunya. "Aku benar-benar beruntung banyak membaca, jika tidak. Mungkin tidak ada bedanya aku hidup dua kali, tiga kali atau berkali-kali sekalipun," aku Liana yang gemar membaca tersebut. Saat ini, Liana masih mengingat dengan jelas saat di kehidupannya yang lalu, ia sering berandai-andai jika saja ia lahir dengan jantung yang sehat. Ia sangat ingin melakukan banyak hal. Minatnya itu biasanya tergantung dari novel yang sedang ia baca. Jika ia membaca kisah romantis maka ia ingin memiliki kisah yang sama pula, jika ia terlena dengan kisah yang mengharukan, maka Liana juga mengumpat akan kisah tragis yang tak jauh berbeda dengan kehidupan nyatanya. Semua tergantung pada apa yang ia baca. Hal yang membuat Liana nyaris tewas karena berdebar salah satunya saat ia membaca novel paraNORMAL karya dari penulis Snaya Studio yang ada pada aplikasi Innovel. "Author sialan, bisa aja bikin jantungku berdebar. Kalau aku mati apa penulis itu akan bertanggung jawab memberikan aku kehidupan kedua?" Umpatan yang selalu keluar dari mulut Liana saat membaca novel dari penulis tersebut. Suatu hari kondisi Liana tiba-tiba menurun. Jantungnya kini berhenti berdetak. Liana dinyatakan tutup usia. Liana dinyatakan tutup usia karena penyakit jantung yang dideritanya. Sepanjang hidup Liana, ia hanya bisa menghabiskan waktunya di rumah sakit. "Ah, apa aku terlalu serius membaca novel berjudul My Secret Wedding yang menyebalkan itu?" "Cih, itu bukan salahku. Kenapa juga novelnya bisa seru begitu sih. Ini salah penulisnya. Authornya yang salah," umpat Liana lagi-lagi untuk sang penulis. "Untung saja aku sudah tamat membacanya. Ups.. masa iya disebut untung. Aku mati bisa jadi gara-gara terlalu berdebarkan saat membaca novel itu," kesal Liana yang kini sudah melihat tubuhnya terbujur kaku di ranjang rumah sakit tersebut. "Huft, ibu dan ayah sekarang benar-benar kesepian. Tapi, aku harap kali ini ibu dan ayah bisa menjalani hidup dengan baik tanpa harus terus merawatku," benak Liana saat melihat kedua orangtuanya menangisi kematian dirinya. Liana adalah anak semata wayang di keluarganya. Ia yang menjadi anak satu-satunya itu cukup merasa kesepian. Jangankan untuk memiliki saudara, ayah dan ibunya sudah terlalu sibuk untuk mengurus Liana. Ayah banting tulang untuk memenuhi segala kebutuhan pengobatan Liana yang bisa dibilang cukup mahal. Ibu sibuk mengurus rumah dan segala keperluan Liana di rumah sakit. Ibu juga yang mengurus segala kepentingan administrasi yang sangat banyak itu. Mereka tidak punya banyak waktu jika harus menambah satu anak lagi di keluarga mereka. Tapi, kali ini entah sebuah kebebasan bagi orangtuanya tau justru malah membuat mereka kehilangan tujuan untuk terus berjuang. Pada akhirnya Liana hanya bisa memandang kedua orangtuanya tanpa bisa berkomunikasi lagi pada mereka. “Hiks ... Hiks ... Hiks ...” Tangis Liana pun pecah, ia berteriak memanggil kedua orangtuanya. Yang jelas-jelas tidak bisa lagi mendengar suaranya. Berbagai kenangan indah melintasi ingatannya, semua itu terjadi begitu cepat. Senyuman, kehangatan serta perhatian mereka begitu terasa sangat singkat. "A-aku bahkan belum mengucapkan terima kasih pada mereka," tutur Liana dengan isak tangisnya. Hingga bisikan lembut dari kedua orangtuanya membuat Liana merasa cukup tenang. "Liana sayang, terima kasih sudah menjadi anak yang baik untuk kami. Kamu sudah cukup berjuang. Kami akan baik-baik saja di sini. Ini adalah yang terbaik untuk kita. Jika memang kehidupan selanjutnya itu ada. Kami berharap jika kehidupanmu kelak. Kamu bisa tersenyum dan tertawa lebar sesuka hatimu. Meski itu bukan bersama kami anakku." Begitu mendengar ucapan tersebut. Liana pun melebur bersama cahaya yang terpantul dari celah jendela rumah sakitnya. Air mata yang menetes untuk terakhir kalinya dari kedua orangtuanya terlihat begitu indah dan murni. Cinta tulus orangtua yang mengantar kepergian putri tercintanya. Akan tetapi, nuansa haru itu tidak berakhir begitu saja. Di akhirat yang gelap. Liana lagi-lagi menangis meratapi kehidupannya yang benar-benar tidak ada apa-apanya. Ia tidak memiliki kenangan yang berarti. "Hiks, aku tidak punya teman, aku juga tidak pernah sekolah, aku tidak pernah pergi ke festival, tidak pernah ke bioskop, menonton konser secara live, aku benar-benar hanya punya kenangan dari rumah sakit dan apa yang pernah aku baca dan lihat dari layar telepon genggam. Selebihnya. Aku benar-benar tidak punya kenangan apa-apa." "Cih, aku juga tidak tahu bagaimana indahnya pantai, bagaimana mendaki gunung, berlari hingga nafasmu sesak atau tertawa hingga perutmu sakit dan aku juga tidak pernah jatuh cinta dan pacaran," kesal Liana yang meratapi segala hal dikehidupannya tersebut. Liana mendapati jika dirinya sudah meninggal dunia. Ia tutup usia begitu saja. Tanpa kenangan yang berarti. Nyaris seluruh kenangan yang dimilikinya hanya seputar rumah sakit dan penyakit yang dideritanya. Pada akhirnya Liana hanya bisa menangis karena kehidupannya yang menyedihkan. Terlebih lagi, fakta yang disampaikan oleh sang Dewa saat Liana baru saja memasuki dunia akhirat. "Liana tugas kamu menjalani hidup di dunia sudah usai. Kini kamu hanya tinggal menunggu hari kebangkitan saja," ucap sang Dewa yang begitu terang dengan cahayanya tersebut. Ucapan sang Dewa justru membuat Liana semakin menangis tersedu-sedan. Ia benar-benar meratapi segala hal yang sama sekali tidak pernah dia lakukan selama di dunia. Dengan terisak, Liana pun bertanya pada sang Dewa, "Wahai Dewa yang agung, apa memang benar-benar tidak ada yang namanya reinkarnasi?" "Tidak ada, memangnya ini di dalam novel? Mana ada yang seperti itu. Seluruh manusia itu hanya memiliki satu kali kesempatan untuk hidup. Oleh karena itu, manfaatkan sebaik mungkin kesempatan hidup yang hanya sekali itu," jawab sang Dewa tegas. “Huhuhu.. hiks.. hiks.” Liana malah lagi-lagi menangis dengan keras. Ia kini menangis lebih keras dari sebelumnya. "Bagaimana bisa aku memanfaatkan hidup dengan baik. Kalau kamu mentakdirkan aku hanya menghabiskan waktu seumur hidup di rumah sakit, aku bahkan tidak boleh tertawa dan menangis berlebihan," teriak Liana di sela isakan tangisnya. Liana pun, mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Ia pun berkata, "Aku bahkan tidak menyangka baru bisa menangis dengan kuat hanya setelah aku mati." Perkataan Liana kali itu, justru membuat iba sang Dewa. Ia tahu betul bagaimana Liana menjalani hidupnya selama ini. Liana yang baik dan selalu menurut pada kedua orangtuanya. Liana yang tidak pernah melanggar sedikitpun ucapan sang dokter, serta Liana yang selalu berusaha tersenyum untuk orang-orang sekitarnya. Dewa yang merasa kasihan akhirnya menawarkan Liana untuk hidup kembali. Liana menyetujui tawaran tersebut. Ia pun meminta dilahirkan di tempat yang akan membuat dirinya terus bersemangat. Membuat jantungnya bisa berdetak kencang. "Ba-bagaimana jika aku memberikan kehidupan kedua untukmu. Hanya untukmu Liana?" tanya sang Dewa yang terdengar sedang membuat sebuah penawaran untuk Liana. "Benarkah? Terima kasih Dewa. Aku akan menerima tawaran itu. Tapi, aku ingin benar-benar hidup di dunia yang membuatku bisa tertawa bebas, berlarian sesuka hati yang jelas dunia yang akan membuatku bebas melakukan hal yang belum pernah aku lakukan. Membuat jantungku bisa berdetak kencang tanpa takut akan mati karena sakit jantungku." Liana terlihat penuh semangat. Dewa pun sepakat akan permintaan Liana dengan syarat Liana akan tetap bisa mengingat kenangan selama Liana hidup di dunia ini agar ia tak lupa akan tujuannya dihidupkan kembali. "Terima kasih Dewa. Terima kasih. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu." "Ingat baik-baik Liana, aku tidak akan menghilangkan sedikitpun ingatanmu saat di kehidupanmu kali ini. Kamu harus ingat dengan baik alasan kamu dihidupkan kembali. Liana pun terlahir di dunia asing yang berbeda dengan dunianya dulu. Ia terlahir dengan nama yang sama Liana Eilen Kavindra. Seorang putri dari sebuah negara kecil bernama Kavindra. Disinilah kisah Liana pun dimulai. Kisah yang sama sekali tidak bisa ia bayangkan sebelumnya. Liana pun tertidur seiring dengan kenangan di kehidupannya yang terdahulu, dengan sedikit air mata kerinduannya pada kedua orangtuanya dulu.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD