3. Rumahku Tak lagi sama

1214 Words
Grisel tiba-tiba terbangun dari tidurnya ini sudah tengah malam. Entah kapan dia terlelap dia pun tidak tahu. Dia menyakini lagi dirinya apa yang terjadi hari ini benar hanya sebuah mimpi atau ini benar nyata, rasanya ada rasa tidak nyaman di dalam hatinya seperti rasa sesak di dalam dadanya. Grisel duduk di pinggir kasur menghela napasnya agar pasokan oksigen bisa mengalir nyaman di paru-parunya. Grisel melangkah keluar kamarnya menuju kamar Mommy dan Daddy nya. Dia mengetuk pintu itu tiga kali sayangnya tidak ada jawaban. Dia memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Mommy nya walaupun resiko dia akan di marahin lagi oleh Mommy nya nanti. Lagi-lagi dia menghela napasnya, Grisel tidak menemukan Mommy dan Daddy nya di kamar tersebut mereka benar meninggalkan dia dan Adiknya sendiri dirumah ini. Tega sekali Mommy dan Daddy nya, seolah mereka mengganggap Grisel dan Fezya tidak ada di kehidupan mereka lagi. Benar kata 'tidak di anggap' itu nyata di hidupnya sekarang ini. Kini Grisel duduk sendirian di ruang tamu dia tidak bisa berbuat apapun, dia menyakini lagi dirinya kejadian hari ini benar nyata, kini ucapan Mommy dan Daddy nya berputar di kepala Grisel. Sepertinya keputusan orang tuanya sudah bulat tidak bisa dibantah dan di cegah lagi mereka akan bercerai. Grisel tidak tahu lagi mengekspresikan perasaannya seperti apa malam ini, kali ini semuanya seperti bom waktu yang kini sudah meledak. Apakah dia harus Sedih, marah atau bahagia menerima kenyataan tersebut? Malam ini hanya rumah dan seisinya saksi betapa sakitnya Grisel dan Fezya dengan kenyataan pahit yang harus dia telan hari ini. Namun, siapa yang tidak ketakutan melihat orang tuanya bertengkar seperti itu tadi, kali ini puncak kemarahan orang tuanya setiap mereka dalam kondisi berbicara serius seperti tadi. Pertengkaran mereka selalu berlanjut, nada suara mereka saling bersahutan dan semakin tinggi. Grisel melihat kearah Adiknya yang terlihat gemetaran menahan tangisnya. Bagaimana tadi Grisel berusaha menutup telinga Fezya, agar dia tidak mendengarkan ucapan Daddy dan Mommy nya saling bersahutan membalas ucapan masing-masing. Rasa takut dan cemas mendominasi kami berdua, tidak ada anak yang mau orang tuanya selalu berakhir adu mulut. Tapi, tadi Suara keras dari Daddy terdengar lantang dan jelas hingga kata Cerai terucap pada Mommy. Grisel mencoba mengatup bibirnya menahan suara isakan, sementara jari telunjuknya menghapus air mata yang mengalir di pipinya yang tidak bisa dia cegah yang mengalir begitu deras. Cobaan demi cobaan yang harus dia lalui hari-harinya. Ini bukan sebuah luka dari orang lain yang harus dia tanggung, tapi luka dari keluarganya sendiri sehingga membuat tumpukan-tumpukan besar yang menumpuk di hatinya selama ini. Isak dan tangisan Grisel pun pecah ia benci merasakan hal ini. Dia terlalu hebat menyembunyikan kelemahannya di hadapan orang-orang selama ini. Kini apa yang terlihat kokoh, bukan berarti kuat, dia sebenarnya juga rapuh. Dia cuma seorang anak yang masih memerlukan perhatian, kasih sayang orang tuanya nyatanya kenyataan pahit yang Grisel harus hadapi dia tidak dapat kasih sayang lagi di dalam keluarganya ini. "Mommy, Daddy.. ! kenapa kalian melakukan itu kepada Grisel dan Fezya apakah memang di mata kalian kami bukanlah anak yang kalian inginkan.. ?" "Apakah prestasi yang Grisel raih selama ini tidak bisa membuat Mommy dan Daddy bangga pada Sella.?" "Bisa kah Mommy sedikit aja melihat ke arah ku Mom, bahwa aku sedang tidak baik-baik saja selama ini Mom." Gumam Grisel dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. Pikiran Grisel melayang akan momen-momen tentang mereka lalui itu. Dia teringat kebersamaannya dengan Daddy nya mengajarkan dia bersepeda bersama, dan itu momen yang sangat indah sekaligus langka untuk Grisel . Bagaimana bahagianya kebersamaan bersama dengan Daddy nya. Daddy yang begitu sabar mengajarkan Grisel mengayuh sepeda, bahkan dia memegang sepeda Grisel dari belakang agar Grisel tidak jatuh. "Sayang ayo semangat Grisel pasti bisa.. !" Mommy dengan bahagianya memotret ku bersama dengan Daddy. Momen bahagia itu cuma Grisel kecil yang pernah merasakannya. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi momen kebersamaan indah ini lagi Grisel bahkan jarang bertemu dengan Daddy nya. "Semuanya berubah setelah Fezya lahir di dunia ini kenapa kalian jadi benci kami berdua dan sangat-sangat membenci kami, apakah seingin itu kalian menginginkan anak laki-laki sehingga anak perempuan tidak berarti lagi di kehidupan kalian lagi ? tega sekali kalian menelantarkan kami berdua, Menganggap kami seolah tidak ada di kehidupan kalian ini." "Apakah Grisel dan Fezya bisa tumbuh di dalam keluarga kita yang hancur ini Mommy ?" "Atau kami berdua akan mati secara perlahan-lahan ?" Grisel menangis sambil memeluk kedua lututnya. Perasaan Grisel sudah hancur dia tidak tahu lagi kemana arah yang dia akan lalui sepertinya dia sudah tidak punya tujuan untuk hidup lagi. "Nona kenapa sendiri disini.. ?" Sapa pembantu di rumah ini yang cuma ada dia yang selalu menemani kami. Dia pasti mendengarkan pertengkaran Mommy dan Daddy hari ini. Bu Aira mengusap lembut punggung Grisel, "Nona Grisel hebat, sudah jangan menangis lagi ya Non." "Buu, kami akan di buang ?" Ucap Grisel dengan nada bergetar. "Non Grisel jangan ngomong begitu toh Non? Tuan dan Nyonya sedang lagi tidak baik-baik saja Non. Mereka saat ini sedang marah satu sama lain." "Tidak bu, mereka akan bercerai apakah Bu Aira tidak mendengarkan tadi mereka akan bercerai Bu? Bagiku ketika hubungan sudah selesai maka selesailah semuanya Bu, tidak ada lagi pembahasan tentang perasaan lagi." "Bu Aira lihat kan setiap hari rumah ini seperti Neraka.. ! Mommy dan Daddy saling melempar kesalahan satu sama lain ujungnya mereka memilih pergi dan tidak kembali lagi. Ini benar sudah usai kan Bu, tidak ada lagi kesempatan kedua untuk mereka lagi, jalan mereka sudah berbeda mereka akan abadi dalam keasingan. Kini Mommy dan Daddy memilih jalan mereka masing-masing. Grisel dan Fezya pun begitu kami akan di antar ke Indonesia Bu." "Nona Grisel.. ! " Bu Aira memeluk Grisel. "Ya Tuhan kenapa harus seperti ini kisahnya, Bibi tidak tahu harus berbuat apa Non tolong maafkan Bibi ya Non. Kalau Non Grisel pergi, bibi pun akan pergi dari rumah ini Non dan mungkin bibi akan pulang kampung juga." Grisel mengurai pelukannya. "Bu, tolong maafkan kami, Bu Aira terpaksa harus kehilangan pekerjaannya atau Bu Aira cari pekerjaan yang lain saja di Boston Bu. ?" Ucap Grisel khawatir. "Tidak Non, Bibi seperti nya tidak bisa lagi tinggal di Boston sepertinya Bibi juga akan kembali ke Indonesia. Semoga kita bisa bertemu di Indonesia nanti ya Non. Grisel mengangguk saja dia saja tidak pernah ke Indonesia. Non Grisel jangan khawatir, rumah Bibi akan selalu terbuka untuk Non Grisel dan Non Fezya. Tapi Bibi tidak memiliki rumah semegah ini." "Untuk apa rumah megah Bu tapi tidak ada kebahagiaan di dalam rumah ini lagi. Rumah ini tak lagi sama suasananya seperti dulu lagi Bu. " Bibi mengangguk. "Rumah ini terasa semakin kesini semakin sangat gelap cuma aku yang berusaha mempertahankan keluarga ku ini Bu." "Kini tata ruang yang semua orang sebut rumah ini tidak bisa lagi menjadi tujuan tempat Grisel pulang lagi. Grisel akan segera mengucapkan selamat tinggal pada rumah ini, rumah yang menjadi saksi jatuh bangunnya Grisel. " Air matanya Grisel mulai mengalir lagi mengingat kenangan tentang rumahnya ini. Setelah berbincang dengan Bu Aira tadi Grisel memilih berpamitan dan menuju kamar orang tuanya. Dia berbaring di kasur Mommy dan Daddy nya. Ini akan menjadi kesempatan terakhir bisa menghirup aroma wangi Mommy dan Daddy nya apakah wanginya masih ada ? mereka saja jarang tidur di kasur ini. Tuhan apa salah ku, kenapa keluarga ku harus terpecah belah seperti ini ? Suara hati Grisel bergema sangat keras. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD