Part 2

1080 Words
Keesokan harinya... Aku tinggal tidak jauh dari rumah Adam. Sepertinya, rumahku juga sepi karena orangtuaku bekerja di luar kota. Sementara aku tidak mau mengikuti mereka. Tentu saja karena aku masih mempertahankan kuliah di sini. Universitas Edelweiss [U.E] Sebuah kampus yang berdiri kokoh di tepi jalan raya ramai. Setiap jurusannya memiliki gedung sendiri. Semua gedung selalu bertingkat dua bercat dominan warna putih. Mereka juga memiliki nama, contohnya saja untuk fakultas seni adalah Eden. Selain itu di kawasan kampus ini sangat hijau, sejuk dan nyaman karena ditanami pepohonan cemara. Lagipula tema kampus ini memang 'Hijau Panorama' Tempat ini sebenarnya cukup asri saat pagi hari. Tapi karena aku seringnya kemari saat sore, memang kelihatan tengah masuk ke tempat uji nyali. Lampu di seluruh kampus kurang terang. Bahkan tamannya tidak ada penerangan sama sekali. Walaupun banyak mahasiswa yang nongkrong, malah terlihat seperti sekumpulan begal. Apalagi gedung bekas fakultas kesehatan di sebelah gedungku. Sebenarnya sudah direnovasi, tapi kalau sore tidak yang memakainya. Sehingga terlihat seperti sarang hantu saat di masuki malam hari. "Lina!" Panggil temanku, Sera, menghampiriku. "Hei, apa kabar?" Dia mengajakku masuk ke dalam gedung, "Baik, baik.. ayo naik, nanti telat semenit lagi.." Hari ini jamnya Pak Regi, ya memang orang ini killer.. "Udah dengar ngga, Pak Deni, dosen Matematika hilang kemarin? Terus kudengar dari anak pagi tadi, orangnya tidak hadir loh, kata keluarganya juga belum pulang dari ngajar kemarin lusa.." kata Sera paling menghayati kalau masalah Gossip. Pacarku membunuhnya.. Aku harus bagaimana, dia sudah menjadi pembunuh sekarang.. "Kenapa, Lin?" Dia membuyarkan lamunan sesaatku. Aku menggelengkan kepala, "Aku hanya cemas.. semoga orangnya ketemu." "Padahal baru juga mengenal orangnya, eh, udah ngilang, ya semoga ketemu.." "Kamu kenal?" "Tentu, kita seminggu yang lalu kan ke gedung FKIP. Kamu terlalu fokus sama koperasinya sih, makanya aku aja yang ngobrol dengan Pak Deni. Orang itu kayaknya ngenal kamu loh.." Artinya saat itu Adam memata-mataiku.. lalu cemburu.. lalu menyekapnya.. lalu membunuhnya.. "Eh, itu pacar barumu, aku duluan ya.." kata Sera buru-buru naik anak tangga menuju lantai dua. Sementara pacarku menuruni tangga untuk menghampiriku. "Eve?" Panggilnya. Sebenarnya hanya dia yang memanggilku begitu.. agar serasi dengan namanya.. Adam dan Hawa.. Penampilan Adam saat di kampus selalu sama, kemeja dilapisi jaket hoodie hitam polos. Memang karena tubuhnya kurus membuatnya gemar memakai pakaian tebal. Sudah itu saja. Lemarinya saja dipenuhi kaos, kemeja dan jaket berwarna gelap. Ketika kutanya alasan tidak suka warna lainnya, dia bilang, "Agar bisa berkamuflase." Dia terlalu pemalu.. ingin dianggap tidak ada.. Bahkan kalau bisa, seluruh wajahnya tidak perlu dilihat orang. Keningnya selalu tertutup poni. Jalan selalu menunduk. Aku sendiri masih tidak percaya dia sudah membunuh dua orang. Semoga tidak terjadi lagi... "Eve, besok'kan libur. Mau tidak kulukis?" Tanyanya. "Tentu saja, tapi pagi loh ya..." jawabku mengedipkan mata kepadanya. Aku menepuk bahunya dan segera menaiki anak tangga, "aku masuk dulu, kamu jam kosong ya?" "Iya, aku akan menunggumu di taman ya, kita pulang bareng. Kamu sampai jam berapa?" "Jam delapan nanti." "Oke." Aku beranjak menjauh darinya. Tapi dia terus memanggilku, "Eve!" Syukurlah kelas sore itu tidak banyak penghuninya, jadi tidak ada yang lalu lalang di sekitar kami melihat pacarku yang terdengar seperti tangisan anak kucing yang kehilangan ibunya.. "Ada apa lagi?" Tanyaku memperhatikan sekeliling. Ada sekumpulan orang yang mulai memasuki gedung ini. Mereka berisik sehingga aku hanya samar mendengar ucapan Adam. Sebelum akhirnya dia pergi keluar dengan senyuman manis. Aku bisa membaca gerak bibirnya barusan itu.. ya... dia bilang, kalau dia mencintaiku.. °°°°°° Di dalam kelas, kulihat ke sepuluh mahasiswa termasuk aku sudah berkumpul. Kelas sore memang sepi. Ini termasuk ramai karena tidak ada yang absen. Kalau ada lima yang tidak masuk, rasanya seperti menumpang tidur disini. "Lin!" Panggil Sera kembali. Dia selalu memilih bangku paling belakang. Aku terpaksa mengikutinya karena dia satu-satunya temanku di kelas ini. Semuanya sok sibuk dan ogah berteman. "Ada surat untukmu.. tadi aku nemu di bangku ini," tambah Sera menyerahkan kertas putih yang terlipat membentuk hati. Dengan nama tertera jelas disitu berbunyi: Evelina Helen Aku duduk, menaruh ransel, lalu membuka suratnya. Aku cukup kaget ketika membacanya karena ini merupakan sebuah pengakuan cinta. Dear, My lovely Evelina Aku merindukanmu Tidak menyangka rasanya ternyata aku bisa satu kampus denganmu Mungkin ini yang dikatakan orang bahwa jodoh itu tidak akan menjauh Semakin dekat, semakin dekat, seperti hatiku kepadamu. Semoga kita bisa bersatu ❤ Mulai besok, aku akan memberitahumu betapa besarnya cintaku Your Beloved Secret Admirer, IAN Ian? Siapa Ian? Aku segera meremasnya lalu kubuang ke tong sampah. Kalau sampai Adam melihatnya, dia akan kesal.. "Loh, kenapa dibuang?" Tanya Sera malah lebih penasaran ketimbang aku, "itu Ian siapa ya? Mungkin pacarmu sendiri.." Tidak mungkin, kenapa Adam menulis kalimat aneh begitu.. "Mungkin ada yang iseng," jawabku cepat. "Nama lengkap Adam siapa sih?" "Adam Iggy Rafaldi." "A.I.R," ejanya sedikit tertawa, "ya kurasa bukan dia.. biasanya'kan cowok kalau baru pacaran suka romantis, kupikir dia." Aku hanya tersenyum, "Kepikiran ya kalau orang seperti Adam bakalan romantis?" Dia sedikit bingung. Raut wajahnya mengatakan kalau dia ingin mengejek pacarku yang pendiam tapi tidak enak hati. "Ya.. ya'kan siapa tahu dari pangeran kodok menjadi pangeran berkuda.." ucapnya kemudian melirikku dengan maksud tersembunyi, "coba deh kamu make over, suruh pakai lensa, terus rapi'in potongan rambutnya itu.." Sebenarnya Adam tidak terlalu rabun.. dia hanya nyaman memakainya karena sering berhadapan dengan layar komputer.. "Kalau rambut sih.. aku lebih suka dia seperti itu saja, dia'kan sudah manis," sahutku tersenyum. Sera tampak mual mendengarku berkata gombal. Kemudian menghembuskan napas panjang seolah tidak percaya, "Perasaan seleramu itu seperti Andrei, yang rapi dan ya.. sedikit atletis'kan, sekarang ganti ini?" Ah.. tolong jangan membahas Andrei.. aku tidak mau dihantui.. biarkan dia tenang.. "Bagiku sekarang, Adam itu lucu dan manis," tegasku. "Oh, tapi'kan si Andrei sering itu dulu bikin kejutan-kejutan untukmu, bikin iri saja.." Hmm.. jadi ingat, kemarin Adam bilang ingin memberiku hadiah.. belum kuterima karena kami fokus mengurus mayat Pak Deni.. "Eh iya juga.. Andrei juga belum kembali dari pendakian ya, masih dinyatakan hilang, astaga, sudah sebulan, kesesatan dimana dia.. kasihan sekali.." celoteh temanku ini yang membuatku semakin ingat peristiwa mengerikan itu. Sudah cukup.. biarkan dia tenang.. "Setidaknya dia bisa pulang, apapun keadaannya.." Aku menyudahinya, "Sera, sudah dong, itu tidak pantas dibicarakan. Kasihan keluarganya." Dia akhirnya diam. Andrei sudah mati, tubuhnya sudah dikubur oleh Adam.. iya, sudah, hentikan mengobrolkan tentang mantan pacarku itu.. semakin dibahas, aku semakin tidak bisa berpikir jernih.. Aku sudah jatuh hati pada Adam. Jadi aku tidak bisa mengungkap kebenaran ini. Aku tidak mau dia mendapat masalah. Ini sangat salah. Ya.. memang... Tapi aku sudah terlanjur menyukai Adam...Jadi sudah cukup.. dua pembunuhan aku yakin cukup. ===============================
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD