TIGA

3239 Words
Buku berwarna merah bata tergeletak kaku diatas kedua paha kakiku, selembar demi selembar aku membuka buku yang dipenuhi oleh serangkaian gambar yang tertata rapi sesuai dengan tanggal dan kegiatan apa yang dilakukan-aku menatap teduh moment keluargaku beserta teman-temanku, bibirku terus tertarik keatas jika aku menatap salah satu gambar yang berhasil membuatku teringat akan kenangan yang menyenangkan di dalamnya. Begitu pula sebaliknya, moodku berubah jelek dan ekspresiku berganti muram, jika aku menemukan gambar yang mengingatkanku akan kejadian yang tidak menyenangkan. Pada lembar terakhir, sebuah gambar yang merekam moment dimana seluruh keluargaku di desa konoha ini maupun desa sunagakure datang menghadiri pesta pernikahanku dengan Hinata-semuanya menghadiri pestaku kecuali temanku sekaligus rivalku yang bernama Sasuke. Puas menatap seluruh wajah teman-temanku, akhirnya mataku terpaku pada gambar berbingkai yang memperlihatkan foto sebatas badan, aku tersenyum miris jika mengenang si pemilik wajah untuk terakhir kalinya di saat perang dunia ninja terjadi-apa kabarmu Neji? Apa kau bahagia disana?. Aku menutup kembali buku bersampul merah bata tebal dan mengembalikannya lagi ke rak bersama buku-buku yang lain. Aku berdiri dari sofa empukku yang sedari tadi memanjakan tubuhku terutama p****t. Kulangkahkan kakiku mendekati pintu berkaca bening yang memperlihatkan seluruh wilayah desa konoha dan tak ketinggalan keenam patung hokage. Aku berdiri di teras rumah, menatap keadaan desaku yang sudah maju perlahan tapi pasti secara teknologi-komunikasi-informasi. “Naruto.” Panggil Hinata dari arah dapur. “Iyaa..” Jawabku cepat-aku melihatnya sedikit kepayahan berjalan dengan membawa sebuah hotpot untuk ia letakkan ke meja makan dengan menahan beban pada perutnya yang sudah menjulang sampai batas tajuk pedang di bagian d**a, aku segera beranjak ketempat Hinata berada. Aku memandang istriku menata meja makan untuk makan siang kami-aku tak percaya dengan perut sebesar itu Hinata masih bisa beraktivitas seperti biasa, meskipun terkadang ia kewalahan dengan apa yang ia rasakan. Aku memahami perasaan khawatir dan takut Hinata dengan hari persalinan yang telah diperkirakan semakin dekat. Aku berusaha menenangkannya-walaupun sejujurnya aku lebih, lebih, lebih dan lebih khawatir serta takut daripada dia, apa yang harus aku lakukan saat hari persalinan tiba itu yang membuatku takut, aku mendengar cerita ibu-ibu yang melahirkan semuanya akan merasakan sakit dan aku tak bisa membagi rasa sakit yang Hinata rasakan kepadaku, kebanyakan aku hanya mampu untuk memberikan semangat, dukungan, motivasi dan juga menjadi suami terbaik jika ia membutuhkan sesuatu. Aku masih bisa mengontrol kadar mentalku agar lebih stabil karena masih kurang 4 minggu lagi perkiraan Hinata akan melahirkan anak pertama kami. “Biar aku bantu, Hinata duduk disini saja.” Kataku sembari menuntunnya untuk duduk di kursi dimana ia duduk untuk makan. Aku mengetahui kalau skill memasakku tak lebih baik daripada Hinata, tapi ia selalu tersenyum dan mengoreksi dimana letak kesalahanku. Aku meletakkan beberapa hotpot yang masih berada di dapur ke meja makan, setelah semua siap aku dan Hinata menyantap menu makan siang kami secara perlahan, menikmati disetiap kunyahan di dalam mulut kami berdua. ***___*** Aku menggeliat saat Hinata berusaha bangun di malam hari, aku menggosok-gosok mataku yang masih perih untuk terbuka. Sekilas aku menatap ribuan permata yang bertaburan diantara gelapnya emas hitam yang menyelimuti langit desa Konoha. Aku menoleh ke jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam-masih tengah malam ternyata. Aku mengalihkan mata biruku ke Hinata dan aku beranjak bangkit untuk duduk bersandarkan sebuah bantal di bagian punggungku. Hinata berjalan kepayahan sambil memegang punggung dan pinggangnya bergantian. “Mau kemana Hinata?.” Tanyaku padanya. “Ke toilet.” Jawabnya singkat tanpa menoleh padaku sedikitpun. Aku menyadari akhir-akhir ini Hinata sering bolak balik ke toilet hanya untuk buang air kecil, minggu kemarin ia mengeluh tak bisa buang air besar. Sakura menyarankan untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan berserat dan perbanyak minum air putih, Hinata tipe orang yang menuruti saran apa saja, asalkan tidak merugikan dirinya serta bayi dalam kandungannya. Aku kembali merebahkan diri, di antara mata terpejam aku mengamati suara-suara yang Hinata timbulkan, aku khawatir kalau ada apa-apa dengannya. Setidaknya aku masih ingin menjaganya walaupun kalau dilihat aku seperti orang tak peduli dan acuh. Hinata kembali setelah sekian lama aku menunggunya, aku menebak lima belas menit Hinata ke toilet. Kembali ku buka mataku dan menoleh padanya “Hinata, kau tak apa-apa?.” Tanyaku saat ia mulai membaringkan dirinya dengan posisi miring menghadapku, aku menyelimuti tubuhnya dan meraihnya jatuh ke dalam pelukanku. “Aku tak apa-apa, sudah terbiasa. Maaf, sudah membuatmu terbangun.” Jawabnya tersenyum. Aku menggelengkan kepala “Tak apa-apa. Tapi, kali ini tumben kau lama sekali ke toilet, tak bisa buang air besar lagi?.” Tanyaku khawatir. Hinata membelai kedua pipiku lembut “Aku sedikit lapar sama haus lagi, tadi ke dapur sebentar untuk makan sedikit cemilan dan juga minum jus yang ada di lemari es.” Jawabnya dengan mata tertutup, bibir Hinata menyunggingkan senyuman manis. “Mau aku buatkan sesuatu?.” Tanyaku padanya. “Tidak, aku kenyang Naruto-kun. Jadi, ayo tidur lagi.” Jawabnya lagi. Aku terdiam, perutku menyentuh puncak perutnya yang membesar mengambil jatah atau jarak kedekatan antara aku dan Hinata. Aku merasakan gerakan yang ditimbulkan oleh bayi kami di dalam kandungannya, aku terkejut dan sedikit menggeser perutku menjauh-aku tak memungkiri bahwa tak ada yang berkurang selama aku menyentuh perut Hinata, si kecil di dalam perut selalu memberikan sejumlah respon rasa bahagianya kepadaku. Hinata tertawa sedikit merasakan geseran tubuhku yang menjauhinya, aku menghela nafas dan berusaha rileks. Lambat laun aku jatuh tertidur, meskipun begitu aku tetap juga terbangun beberapa jam kemudian karena Hinata berusaha bangun untuk ke kamar mandi lagi-aku bisa menghitung satu malam bisa empat kali Hinata bolak-balik ke toilet hanya untuk buang air kecil, terkadang aku merasa kasihan pada Hinata, waktu istirahatnya menjadi terpotong hanya karena buang air kecil. ***___*** Aku menggantikan Hinata berbelanja, aku mengamati catatan yang Hinata ukir rapi di selembar kertas dengan huruf kanji yang berisi beberapa bahan lauk dan sayuran. Aku berjalan ke arah kontrakan Sakura yang ia sewa bersama Sasuke, Sakura juga meminta tolong kepadaku untuk membelikan beberapa bahan makanan juga, mengingat perut Sakura juga hampir sama besarnya dengan Hinata meskipun usia-kehamilan Sakura mau beranjak 7 bulan-dalam hati aku anggap mereka berdua saling bersaing untuk ukuran perut, aku terkekeh karena geli membayangkan jika Sakura dan Hinata berdiri bersandingan saling memperebutkan ukuran perut meskipun hal itu tak mungkin pernah terjadi. Aku teringat belakangan ini sesekali Sakura datang ke rumahku, terkadang aku ke rumahnya untuk memantaunya menggantikan Sasuke. Ia datang ke rumahku hanya karena ia ingin bertemu dengan Hinata-mengingat Hinata memiliki mata yang mengagumkan, jadi Sakura meminta bantuan Hinata untuk melihat buah hatinya di dalam perut-setahuku kehamilan Sakura berjalan normal dan seperti yang dilihat Hinata dengan mata Byakugannya bahwa Sakura mengandung bayi perempuan yang cantik. Sakura girang sekali mengetahui bahwa bayi yang dikandungnya ternyata perempuan, tak sengaja ia pernah keceplosan ingin bertemu Sasuke dan memberitahukan berita baik ini padanya. Akan tetapi, mustahil untuk Sakura menemui suaminya di luar desa dengan kondisi mengandung, belum lagi keadaan luar desa yang terkadang berbahaya. Meskipun Sakura dengan Sasuke terpisahkan karena jarak, setahuku komunikasi diantara keduanya masih terjaga-hebat sekali Sakura bisa setegar itu meskipun terkadang ia bringas seperti monster. Aku sampai di kontrakan Sakura yang tinggi menjulang, aku mengetuk pintu rumahnya tiga kali. Terdengar sahutan Sakura dari dalam, tak lama ia membukakan pintu rumahnya untukku. Sakura tersenyum dan mempersilahkanku masuk. Aku beranjak mengikuti Sakura ke ruang tamu, kami berdua duduk saling berhadapan dengan meja segiempat yang memberikan jarak 2 meter antara aku dan dia. Sakura merogoh saku bajunya, ia meletakkan secarik kertas yang berisi daftar belanjaan. “Maaf, aku merepotkanmu Naruto-kun.” Celetuk Sakura. Aku tertawa “Ahh, santai saja. Aku sudah terbiasa kau repotkan Sakura-chan.” Jawabku selengehan, Sakura menatapku jengkel. “Kau ini.” Sahutnya datar. Aku meraih kertas yang ia letakkan diatas meja kaca dengan motif di setiap sudutnya, polesan catnya mengkilat memperlihatkan corak serat kayu yang memberikan penampilan meja di depanku semakin elegan dengan kain transparan putih bermotif merah beserta vas bunga yang berdiri tegak di tengah-tengah meja. Aku mengamati daftar belanjaan Sakura “Ini Belanja bulanan?.” Tanyaku tertegun melihat daftar yang tersusun panjang dan rinci di selembar kertas putih itu, Sakura langsung menyambut jawabannya dengan sekali anggukan kepala. “Maaf, sedikit banyak.” Sahutnya lagi. Aku tersenyum “Tak apa.” Jawabku singkat. Sakura tersenyum “Bagaimana dengan Hinata?.” Tanyanya yang mengingatkanku kejadian tadi malam. “Hinata baik-baik saja, hanya saja ia sering ke toilet jika malam hari.” Jawabku. “Kalau bisa, jika sudah malam menjelang mau tidur jangan terlalu banyak minum.” Sahut Sakura. “Saranmu dulu saat Hinata mengalami konstipasi harus makan makanan yang berserat sama banyak minum kan?.” Selaku bingung. Sakura memegang kepalanya, ia bersandar ke sofa merah jambu berusaha merilekskan diri. “Kau kenapa?.” Tanyaku khawatir melihat wajah Sakura sedikit menahan rasa sakit. “Bayiku nendang keras sekali.” Jawabnya singkat, aku dapat melihat gelombang ombak diperut Sakura yang lambat laun mulai menghilang. Sakura kembali tenang dan menarik nafas panjang. “Memang aku menyarankan untuk banyak minum dan makan makanan yang berserat. Tapi kalau minum aku sarankan jangan pada malam hari menjelang mau tidur. Soalnya perut Hinata sudah semakin membesar mengingat kehamilannya sudah tua dan kepala janinnya mulai turun maka hal itu akan menekan kandung kemih sehingga ukuran atau volume kandung kemih untuk menampung air seni menjadi mengecil karena tertekan rahim yang membesar, maka dari itu keinginan untuk buang air menjadi lebih sering. Jika Hinata minum banyak pada malam hari menjelang tidur tentu dia akan bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil.” “Kenapa tidak bilang dari dulu.” Kataku padanya. Sakura terkekeh “Banyak pikiran jadinya terselip.” Jawabnya mengakui. “Bagaimana denganmu, apakah kau juga mengalami hal yang sama dengan Hinata?.” Sakura menggeleng “Hanya di siang hari aku sering ke toilet, malamnya aku berusaha mengurangi frekuensi minum supaya tidak bolak-balik ke kamar mandi. Cuma aku merasa sering pegel di punggung.” Jawabnya mengingat-ingat. “Nyeri punggung?.” Tanyaku. Sakura mengangguk “Wajar saja itu Naruto, masih normal kok. Ibu hamil untuk mempertahankan keseimbangan tubuh, perut yang membuncit otomatis akan menarik otot punggung lebih kencang. Tarikan inilah yang membuat ibu hamil besar sering mengeluh pegal dan nyeri di tubuh bagian belakang, termasuk sekitar pinggang. Keluhan ini tentu saja membuat tidur si ibu jadi tidak nyaman, bahkan susah tidur dan sering terbangun.” Jelas Sakura panjang lebar. “Ada saran untuk itu Sakura-chan?.” Tanyaku antusias. “Lakukan senam hamil, soalnya aktivitas senam hamil sangat bermanfaat untuk mengendurkan otot-otot tubuh yang kaku. Pengaturan napas dan gerakan-gerakan di dalam senam hamil akan membantu mengurangi keluhan rasa pegal, kaku dan ngilu, sehingga akhirnya membuat kondisi ibu hamil jadi lebih relaks dan dapat tidur lebih nyenyak. Bukannya Hinata juga sering ikut kelas ibu hamil yang diadakan Shizune-san kan?.” Aku mengangguk “Iyaa, Hinata aktif mengikutinya, kelas itu ada setiap satu minggu sekali kan?.” Sakura mengangguk “Kalau masih terasa nyeri, kau bisa memberikan pijatan lembut dan juga kompres hangat pada punggung Hinata. Atau lakukan Yoga, Yoga bisa menjadi pilihan yang sama baiknya untuk ibu hamil. Olah napas yoga membuat otot-otot lebih relaks, pikiran lebih tenang, tubuh lebih bugar, dan meningkatkan kemampuan berkonsentrasi yang semuanya berpengaruh terhadap kenyenyakan disaat tidur.” Jelasnya sambil mengingat-ingat “Dan juga untuk posisi tidur yang dianjurkan untuk ibu hamil adalah posisi tidur miring ke kiri. Posisi ini diyakini dapat mencegah varises, sesak napas, bengkak pada kaki, sekaligus mampu memperlancar sirkulasi darah sebagai asupan penting bagi pertumbuhan janin. Khusus untuk kehamilan trimester tiga, jangan lupa cermati juga hasil pengelihatan Hinata yang mengagumkan. Bila terlihat posisi punggung janin berada di belahan kanan maka posisi tidur ibu sebaiknya miring ke kanan. Kalau ibu bertahan tetap pada posisi miring ke kiri, janin seolah-olah jatuh tertelungkup. Akibatnya, si kecil akan terus-menerus meronta dan membuat tidur ibu terganggu. Bila ingin lebih rileks cobalah ganjal kaki dengan bantal, dari paha hingga tumit. Ambil posisi miring terlebih dahulu, lalu ganjal kaki mulai tumit hingga betis dengan dua bantal dan dari lutut hingga pangkal paha dengan 1 bantal. Tidur dengan posisi ini memungkinkan ibu hamil merasa lebih nyaman karena seluruh bagian kakinya memiliki penahan. Namun agar saat tertidur, tubuh tidak balik terlentang, ganjal pula bagian belakang tubuh dengan bantal atau guling.” Imbuh Sakura panjang dan rinci. “Aku paham, tapi bisakau kau ajarkan padaku Sakura-chan untuk teknik melakukan Yoga.” Pintaku padanya. Sakura mengangguk “Tentu, tapi besok saja. Hitung-hitung bisa seharian kau belajarnya tanpa berbelanja sedikitpun.” Selanya mengingatkan akan tugasku berbelanja. Aku mengangguk “Okeylah, tak masalah, lain kali aku akan datang minta diajari. Untuk sarannya yang lain aku akan memberitahu Hinata sepulang belanja nanti.” “Perhatian sekali kau Naruto.” Ejeknya. Aku mengangkat sebelah alisku tinggi-tinggi “Tentu, aku berusaha memberikan yang terbaik untuk Hinata.” “Suami yang tanggung jawab.” Ceplos Sakura. “Hussshhh, kalau Sasuke dengar dia pasti kecewa.” Celetukku mengingatkan. Sakura terjingkat, tangannya otomatis menutup mulutnya “Upss, Maaf.” “Tidak kesepian tanpa Sasuke?, tapi bagaimana jika ada apa-apa denganmu Sakura-chan.” Tanyaku membangunkan ekspresi muram di wajah Sakura. “Aku sudah terbiasa Naruto, memang kesepian tapi mau bagaimana lagi.” Ceplosnya sambil mengangkat kedua bahunya, ia berusaha bersikap acuh. “Tapi, bagaimana jika di malam hari tiba-tiba kau merasakan sakit?.” Tanyaku khawatir. “Tenang saja, aku ada Nona Tsunade dan Shizune-san yang sekali-kali kesini menginap atau kadang aku kesana dan menginap di sana.” Jawab Sakura. Aku menganggukkan kepalaku “Jadi begitu.” “Tapi, aku tidak tahu lagi kalau pas aku benar-benar sendirian.” Sahutnya merenung, aku terdiam menatap Sakura. “Lain kali aku akan mengirimkan bayangan kloningku, kau berbicara seperti membuatku semakin khawatir Sakura-chan.” Sakura tersenyum “Terimakasih.” Aku mengangguk “Sama-sama.” ***___*** “Lama sekali Naruto.” Tanya Hinata padaku setelah aku meletakkan barang belanjaan dibantu oleh satu bayangan kloninganku. Aku mengeluarkan tiga bayangan kloning, dua diantaranya pergi untuk mengantarkan barang belanjaan Sakura yang bejibun, aku tak habis pikir dan kadang takut membayangan jika tiba-tiba Sakura merasakan ingin melahirkan, perutku tiba-tiba melilit membayangkannya. Hinata menatapku penuh dengan tanda tanya, tersirat di wajahnya yang manis “Kau tak apa-apa Naruto?.” Tanya Hinata sembari jemari lentik tangannya memberikan pijatan lembut pada kedua bahuku, aku merasakan aliran darahku kembali mengalir teratur-sekejap aku merasa benar-benar rileks. “Tanganmu lihai sekali Hinata.” Pujiku senang karena kedua bahuku dipijat oleh Hinata. “Syukurlah jika pijatanku meringankan rasa capek yang kau rasakan.” Sahutnya tertawa. Aku menoleh padanya, menatap wajahnya lekat-lekat. Aku menyadari tampak wajahnya sedikit lelah. “Kau habis melakukan aktivitas apa Hinata, wajahmu tampak lelah sekali?.” Tanyaku padanya. Hinata terdiam, ia mengalihkan tatapan matanya menghindari mataku “Aku membereskan dan membersihkan rumah sedikit.” Jawabnya, aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru rumah. Ak baru menyadari suasana rumah berubah menjadi lebih segar ketimbang sebelum aku pergi berbelanja. Aku membalikkan tubuhku menghadap Hinata, aku raih tengkuknya dan aku cium bibirnya, sekilas tapi ciuman diantara kami berdua terasa panas dan intens. “Aku tak tahu kenapa kau bisa sekuat itu Hinata.”Sahutku tersenyum, sebelah alis Hinata terangkat tinggi-aku menebak dia sepertinya tak mengerti apa makna dibalik kata-kataku yang aku ucapkan tadi. Aku tersenyum lebar “Aku hanya kagum padamu, dengan perut sebesar ini kau masih bisa beraktivitas seperti orang tak sedang hamil.” Kataku terkagum-kagum. “Aku melakukannya juga perlahan Naruto-kun, tak secepat mereka yang tak sedang hamil.” Sahutnya senang. “Aku penasaran bagaimana rasanya ini.” Kataku sembari tanganku mengelus-elus perutnya yang besar, gerakan bayi di dalam kandungan Hinata menyambut tanganku seperti biasanya. Aku mencium puncak perutnya “Aku menyayangimu sayang.” Ucapku berbisik di dekat perutnya. Hinata membelai dan sedikit mengelus lembut kepalaku, ia sedikit menundukkan badan dan mencium sekilas pipi kiriku “Terimakasih.” Ucapnya pelan setengah berbisik. Hinata beralih dan berjalan mendekati sofa, ia berjalan sambil memegang pinggangnya. Ia menghela nafas panjang, aku mendekatinya “Kau tak apa-apa?.” Tanyaku khawatir. Hinata menggelengkan kepalanya “Punggungku sedikit sakit, Naruto-kun.” Jawabnya. Aku duduk di sebelahnya “Kita pindah ke kamar yah, aku akan memijat sedikit punggungmu disana Hinata.” Kataku padanya, Hinata mengangguk-ia selalu menuruti kata-kataku, bangga sekali memiliki istri yang penurut pada suaminya-rasanya sejuk sekali dihati. Hinata segera berdiri perlahan, aku menatapnya tak tega “Mau aku gendong.” Usulku membuatnya terhenti dan terdiam lama. Semburat merah menyebar diantara wajah Hinata, ia menganggukkan kepalanya satu kali-aku merasa Hinata kadang masih malu jika meninginkan sesuatu dariku, terkadang akulah yang harus peka terhadap keinginannya, mau bagaimana lagi Hinata tipe orang pemalu dan pendiam seperti saat-saat aku belum mengenalnya lebih dekat seperti sekarang ini. Secepat kilat aku meraih dan mengankat tubuhnya, aku menggendong Hinata ala brigdal menuju ke kamar. Hinata membantuku membukakan knop pintu, kakiku menendang pelan pintu kamar hingga terbuka lebar. Aku segera merebahkan tubuh Hinata di tempat tidur, mataku menatap rak yang tak jauh dari tempat tidurku untuk mencari sebuah balsem dan sebotol zaitun olive oil. Segera aku mengambilnya setelah aku menemukannya, Hinata menyikap pakaian bagian atasnya. Ia mengambil selimut untuk menutupi tubuh bagian depannya. Mataku menangkap sekilas, perut Hinata benar-benar besar. Entah kenapa wajahku terasa panas, penampilan Hinata erotis sekali meskipun ia dalam keadaan hamil. Aku menggelengkan kepalaku, berusaha mengusir pikiran-pikiran rusuh diotakku. Aku kembali ke tempat tidur, Hinata menatapku sedari tadi tanpa aku menyadarinya. Aku segera duduk dipinggir tempat tidur, Hinata membelakangiku-punggungnya yang putih, mulus tanpa cela menyambutku-sesekali aku menarik nafas panjang untuk mempertahankan kewarasan otakku yang terkadang goyah jika melihat pesona istriku seperti sekarang ini, dengan lembut aku memoleskan balsem serta sedikit zaitun olive oil dipunggungnya hingga batas pinggang. Perlahan dengan sedikit melakukan tekanan aku mulai memijat tubuh Hinata. Aku merasakan otot-otot Hinata yang awalnya kaku perlahan melemas. Hinata menggerak gerakkan tubuhnya sesekali, ia berusaha merilekskan otot-otot tubuhnya. Aku menatapnya dengan cepat ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya-aku menebak kalau dia menguap karena mengantuk. “Kau mau tidur Hinata?.” Tanyaku padanya. Hinata mengangguk “Iya, entah kenapa tiba-tiba aku merasa mataku berat sekali.” Jawabnya. Aku membantu Hinata mengenakan pakaiannya lagi seusai aku memijatnya, ia merebahkan tubuhnya dengan posisi miring. Aku memberikan beberapa bantal untuk mengganjal tubuhnya-aku berusaha memberikan rasa nyaman padanya. Aku juga mengambil sebuah guling untuk mengganjal punggung Hinata-setidaknya bisa ia gunakan sebagai sandaran juga. “Terimakasih.” Sahut Hinata. “Bagaimana punggungmu, apa masih sakit.” Tanyaku sambil merebahkan diri di sampingnya, jemari tanganku masih memberikan pijatan ringan atau lebih mirip memngelus pada punggung Hinata. “Sudah baikkan Naruto-kun, rasanya ringan sekali.” Ujarnya pelan. “Baguslah kalau begitu.” Sambutku senang. Perlahan Hinata jatuh tertidur disela-sela jemari tanganku masih memijat lembut punggungnya hingga ke tungkai-sepertinya Hinata lelap sekali kalau tidur, aku berani menebak seluruh tubuhnya pasti sakit dan capek sehingga Hinata terkadang tak bisa tidur selain karena sering ke toilet sebagai faktor utama ia tidak bisa tidur. Aku menatap sorotan cahaya matahari yang menyorot ruangan kami, cahayanya yang keemasan menerangi ruangan kamarku-mereka juga memberikan sedikit kehangatan alami di ruangan kami. Matahari sore hari telah menggeser panasnya terik matahari di siang hari, Hinata tidur di awal, aku membiarkannya hitung-hitung membiarkan Hinata beristirahat. Aku berniat membangunkannya nanti sebelum jam makan malam tiba, sekalian akan aku persiapkan pula air hangat untuk Hinata mandi-harapanku sih bisa mandi bersama setelah sekian lama kami tak melakukannya. Perlahan aku menggeser tubuhku dan keluar kamar, aku menutup pintu kamar pelan-pelan tanpa meninggalkan sedercit suara yang bisa membangunkan Hinata. Aku merenggangkan tubuhku dan segera beranjak ke ruang tengah untuk beristirahat sebentar sebelum memulai aktivitasku yang telah menjadi rutinitas sehari-hari menggantikan posisi Hinata meskipun terkadang Hinata lah yang melakukannya-tapi sejujurnya akulah satu-satunya orang yang memaksa Hinata untuk bergantian melakukannya. Dalam hati aku tertawa, adakah suami yang memberikan perhatiannya yang berlebihan sepertiku pada istri? Pastilah tak ada. Pada akhirnya aku bertingkah seperti orang gila tertawa-tawa sendiri mengingat jawabanku yang memuji diriku sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD