Chapter 02

2143 Words
Tanpa sepengetahuan Carolina, Siena mendatangi kantor WD magazine menjelaskan bahwa kondisi Carolina belum membaik sehingga belum bisa mengambil pekerjaan ini tapi dia janji setelah kondisi membaik Carolina sendiri yang akan datang ke kantor. Ketika sudah sampai pada pintu keluar tiba-tiba jalannya dihadang oleh beberapa bodyguard yang membawanya paksa menuju lantai paling atas. "Mau apa kalian?" Siena tampak ketakutan. Akan tetapi dari ke - 4 bodyguard tak ada yang mau menjelaskan, justru cengkraman pada pergelangan tangan terasa semakin kuat. Sekeras apapun memberontak kekuatannya jelas kalah jauh akhirnya dia memilih pasrah. Ketika pintu lift terbuka tampillah sebuah ruangan yang sangat megah. "Silahkan masuk Ms. Siena." Setelah itu ke - 4 bodyguard menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu lift.  Tak dapat di sembunyikan lagi detak jantungnya semakin berdegup kencang begitu juga dengan kaki yang terasa seperti agar-agar ketika memasuki ruangan. Tak ada siapapun di ruangan tersebut semakin menciptakan rasa takut. Cukup lama sendiri sampai pada akhirnya di kejutkan dengan suara bariton yang secara tiba-tiba menghantam pendengarannya. Segera memutar tubuh untuk melihat siapa gerangan. Matanya terbelalak melihat pria tampan sedang duduk angkuh di sofa dengan kaki menyilang. Tampan, memiliki garis wajah tegas sekaligus aura yang memikat itulah gambaran pria yang saat ini sedang menatapnya tanpa ekspresi. "Siapa Anda? Dan untuk apa Anda membawa saya sampai di ruangan ini Mr.-" "William, Anda bisa memanggil saya Will saja. Silahkan duduk Ms. Siena!" Mempersilahkan Siena untuk duduk di depannya. Meskipun Siena sangat cantik akan tetapi kecantikannya tak mampu menarik perhatiannya seperti saat pertama kali bertemu dengan Carolina. Manik biru dan juga logat Italia nya yang sangat kental mampu memikatnya dengan sangat kuat. Jadi ini William, CEO dari WD magazine. Siena membatin. Tak dapat di sembunyikan lagi bahwa dia sangat mengagumi ketampanan William. Kau sangat bodoh Carolina. Bagaiamana bisa kau sampai bermasalah dengan lelaki tampan jelmaan Dewa Yunani ini. Entah sudah berapa lama tenggelam dalam pikiran sendiri sampai sebuah deheman berhasil menariknya kembali dari lamunan. "Bagaimana kondisi Ms. Carolina? Apa dia sudah bisa berjalan?" Menyipitkan matanya menelisik ke dalam mata Siena mencari kebenaran di sana. Siena tampak gelagapan untuk menjawab apalagi di tatap dengan begitu tajam dan dalam membuatnya tak bisa berkutik. Jika tadi dia mampu berbohong dengan menjelaskan bahwa kondisi Carolina belum membaik tapi beda dengan situasi sekarang. "Ok fix, saya tunggu kehadiran Ms. Carolina besok siang dan jangan buat seorang William Darkness menunggu, paham Ms. Siena?" Siena tak mampu mengatakan apapun, yang bisa di lakukannya sekarang hanyalah merutuki kebodohannya sendiri karena sudah jelas seorang William sangat tertarik pada Carolina jadi ia tidak bisa menggantikannya dengan model lain termasuk Jasmine. "Bodoh bodoh bodoh." Sambil menjitak kepalanya sendiri. Sementara seorang pria tampan yang sedang bersandar pada dinding lift segera menekan tombol supaya pintu lift tetap terbuka. Tadinya dia ingin menemui William tapi untuk saat ini dia lebih tertarik dengan gadis yang kini masuk ke dalam lift. "Kau tampak kesal sekali setelah keluar dari kantor Will. Apa yang sudah penjahat kelamin itu lakukan padamu Nona?" Menelisik wajah Siena kemudian mengulurkan tangannya. "Perkenalkan namaku Jansen dan siapa namamu Nona Manis?" Siena enggan menjabat uluran tangan Jansen karena ia sama sekali tak tertarik untuk berkenalan. Dan ketika lift sudah sampai pada lantai yang dituju ia segera melangkah keluar begitu saja tanpa mau menatap Jansen. Ku rasa dia bukan model tapi sombong sekali. Jansen membatin sambil menekan tombol membiarkan lift kembali membawanya ke lantai paling atas. "Aku ingin mengajakmu pergi makan siang," ucap Jansen ketika sudah sampai pada ruangan William. "Aku malas pergi kemana pun, kau bisa pergi sendiri." "Kau tampak kacau sekali, apa gadis tadi yang membuatmu seperti ini?" Melemparkan tatapan sengit. "Mauksud mu Ms. Siena?" Oh jadi namanya Siena, sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kau tidak salah pilih model Will? Cantik sih tapi kurasa kurang cocok untuk kau jadikan ikon WD magazine. Aku lebih tertarik dengan Carolina, yah, yah Carolina," sambil mengangguk-nganggukkan kepalanya. "Jangan sok tahu jika kau tidak tahu apa-apa Jansen Mandez!" Penuh penekanan pada setiap kata. Sementara ditempat lain Siena tampak kebingungan mencari cara meyakinkan Carolina karena jelas-jelas gadis itu sangat membenci William pemilik dari WD magazine. Apa yang harus ku lakukan sekarang? Mikir Siena, mikir. Lalu meraih ponselnya dan menghubungi Carolina, ia berencara menjebaknya supaya gadis itu masuk ke dalam perangkapnya. "Ada perlu apa lagi kau menghubungiku Siena? Jika kau ingin merayuku untuk menerima tawaran dari WD magazine maka lupakan saja kecuali pemiliknya sendiri yang datang ke sini dan meminta langsung padaku baru akan ku pertimbangkan!" Setelah itu langsung memutus panggilan tanpa memberi ruang bagi Siena untuk berbicara. Dasar kepala batu. Kesal Siena. Sejenak dia teringat pertemuannya dengan Jansen beberapa jam lalu. Jansen kan dokter pribadi William harusnya tadi aku tak mengabaikannya mungkin saja pria itu bisa membantuku, pikir Siena. Namun sudah terlambat, kesempatan itu sudah pergi. Hari yang di tunggu sudah tiba sementara Carolina masih tetap pada pendiriannya. Tak ada pilihan lain akhirnya Siena mendatangi kantor WD magazine menemui William dengan di temani Jasmine. Dalam hati terus mengucap doa semoga William tidak mengulitinya hidup-hidup. "Anda sudah di tunggu, silahkan masuk Ms. Siena!" Sekretaris William mengantarkan Siena dan Jasmine sampai pada ruangan William. Terlihat jelas kening William berkerut pertanda rasa kecewa telah menghampiri. Kedua mata menyipit menatap tak suka karena ternyata yang datang bukanlah Carolina melainkan model lain. "Ini tidak sesuai dengan kesepakatan kita Ms. Siena. Jangan membuang waktu saya! Anda tahu konsekuensinya kan?" "Maafkan saya Mr. William, saya tidak bermaksud mempermainkan Anda akan tetapi kondisi Carolina belum membaik jadi saya pikir saya datang kemari dengan membawa model lain. Ini adalah Jasmine," Jasmine segera mengulurkan tangannya dan menatap genit William. "Jasmine Hillery," nada suaranya terdengar s*****l, tak hanya nada suara, tatapan mata dan juga gerak lekuk bibirnya sangat menggoda membuat setiap mata memandang akan langsung menyeret tubuhnya ke atas pangkuan. Dasar penggoda, awas saja kau Ms. Jasmine Hillery. Aku akan segera memberimu hukuman kenikmatan. Kembali menatap Siena, menyerahkan stick note beserta bolpoint. "Tulisakan alamat tempat tinggal Ms. Carolina," Siena menatapnya tak percaya, seorang pemilik WD magazine salah satu majalah terbesar dan paling berpengaruh di Dunia mau repot-repot mendatangi seorang model seperti Carolina. Sebegitu besarkah rasa tertarik William pada Carolina? Siena membatin dan entah sudah berapa lama tenggelam dalam lamunan sehingga mengabaikan panggilan William. "Ms. Siena!" Panggil William sekali lagi dengan nada tinggi, secara otomatis yang di panggil langsung terperenyak. Mendapati manik dark brown menatap tajam dan juga rahang yang mulai mengeras, Siena segera menundukkan wajah sembari meminta maaf.  "Segera tinggalkan ruangan!" Siena dan juga Jasmine mulai beranjak dari duduknya. “Tunggu!” Keduanya menatap William bersamaan. “Tinggalkan Ms. Hillery.” “Saya, Sir?” Jasmine menunjuk dirinya sendiri. Sambil menggingit bibir bagian bawah dengan gerakan menggoda dan juga tatapan mata mengunci, dia berucap. “Apa yang bisa saya bantu, Sir?” Sambil membasahi bibirnya dengan gerakan s*****l. Tak tahan di buatnya segera meminta Siena meninggalkan ruangan. Setelah kepergian Siena, William berpesan kepada sekretarisnya untuk tidak mengijinkan siapapun masuk tanpa perintahnya termasuk Jansen. Berjalan ke arah pintu tak lupa mengunci pintunya kemudian mendekati Jasmine, menyentak lengan ramping sehingga berdiri.  Posisi William tepat dibelakangnya. Rambut pirang yang di ikat ke atas semakin menggoda William untuk segera menyusuri leher jenjang. Jasmine dapat merasakan hembusan nafas hangat menyapu sepanjang lehernya membuat bulunya meremang. Dengan satu dorongan kuat pada punggungnya membuat tubuh ramping bersandar pada meja. Rok yang terlalu pendek membuat kain yang membalut bagian intinya hampir terlihat. Jemari William menyusuri betisnya dan berakhir pada b****g indah, meraba perlahan lalu mendaratkan ciuman pada kulit punggung yang telanjang. “Baumu sangat harum Carolina,” sontak membuat Jasmine tersadar dan segera berdiri membuat William tersentak kaget. Memutar tubuhnya lalu menatap tajam William. “Namaku Jasmine, kau meraba dan menikmati tubuhku tapi menyebut nama wanita lain!” Jasmine sangat murka. “Aku belum menikmatimu manis. Aku baru menyentuhmu,” ralat William sambil menampilkan seringaian liciknya lalu mencekal lengan Jasmine. “Apa service mu bisa memuaskan ku manis?” “Kurang ajar!” Hampir saja jemari Jasmine membelai pipi William namun lelaki itu buru-buru menepisnya. “Jangan bersikap di luar batas Nona jika kau masih ingin menyandang gelar super model. Lebih baik gunakan tangan mu ini di tempat yang seharusnya.” Membimbing jemari lentik menuju sesuatu yang sudah menegang di balik celana. Sontak saja hal tersebut langsung membuat Jasmine terperenyak, meskipun hal seperti itu bukan hal baru baginya tapi yang di lakukan William padanya ini sungguh suatu penghinaan. “Ikut aku!”  Membimbing Jasmine memasuki mobilnya, membawanya ke mansion. Meskipun awalnya menolak tapi siapa sangka justru kini tubuh ramping bergelayut manja pada d**a bidang William. Sampai malam menjemput tak mengijinkan Jasmine meninggalkan mansion. Baru keesokan paginya menyuruh supir pribadinya untuk mengantarkan Jasmine pulang. Tidak ada satu wanita pun yang sanggup menolak pesona seorang William Darkness. William membatin sembari menyeringai licik. Dan setelah ini giliranmu Ms. Carolina keihl yang akan masuk dalam koleksiku selanjutnya. Sementara di dalam mobil, tak henti-hentinya Jasmine menyunggingkan senyum mengingat percintaannya semalam dengan William. Dia masih merasa tak percaya pemilik WD magazine b******a dengannya, menyentuhnya, mencumbunya dengan sangat manis. Kedua mata memejam mencoba merasakan kembali sentuhan maskulin beraroma kayu-kayuan menyusuri sepanjang kulitnya. Tanpa sadar bibirnya bergerak s*****l mengeluarkan suara erangan tertahan. Satu hal yang di lupakannya bahwa  saat ini masih berada di dalam mobil yang tentu saja tindakannya kali ini tak lepas dari pengamatan supir pribadi William yang menatapnya memalui kaca mobil. Kasihan sekali  Nona ini, pasti sebentar lagi dia akan menangisi nasibnya yang malang sama seperti para model lain yang jadi pemuas nafsu setan Tuan-ku. Hal terpenting yang tak di sadari olehnya bahwa dirinya adalah korban yang masuk dalam perangkap William. Bagi William yang dilaluinya semalam hanyalah kencan one night stand, akan tetapi berbeda dengan Jasmine, ia berharap lebih dari sekedar kencan semalam. Menginginkan menjadi wanita spesial bagi William karena menjadi kekasih William sudah bisa di pastikan menjadi wanita nomor satu yang paling berpengaruh di Dunia. Siang ini William sengaja tidak memakai supir pribadinya, mengarahkan mobil ke apartement Carolina. Sepanjang perjalanan bibirnya terus menyungging senyum smirk. Sebentar lagi kau ada dalam genggaman ku sayang. Bersabarlah pangeranmu ini akan segera menjemputmu princess Carolina. Sebelum turun mobil terlebih dulu memasangkan topi yang sengaja di tarik ke bawah untuk menutupi wajahnya, karena tidak mau publik sampai tahu dan menertawakan kebodohannya dengan mendatangi apartement Carolina. 10 menit berlalu namun pintu tak juga terbuka. Jemarinya kembali terulur menekan bel berulang kali. Takut ada yang mengenali segera membingkai kedua mata dengan kaca mata hitam. Mungkin dia sedang pergi, pikir William dan ketika berbalik hendak meninggalkan apartement tiba-tiba pintu terbuka menampilkan gadis cantik hanya berbalut handuk membelit tubuhnya yang hanya sampai paha. Menyadari kebodohannya Carolina segera menutup pintu akan tetapi ujung sepatu William menghalangi. Harusnya tadi ku intip dulu lewat interkam. Ku pikir pengantar pizza tak taunya si b******k William. Bodoh, bodoh, bodoh. “Apa yang kau lakukan di partement ku?” Bentak Carolina dengan mendorong pintu sekuat tenaga. “Tentu saja menemuimu Ms. Carolina, jadi biarkan aku masuk.” “Keluarlah dulu! Aku harus berganti baju.” Bentak Carolina dengan d**a naik turun menahan emosi. Manik dark brown terpaku ke arah sana, seketika bibirnya menyungging senyum smirk. “Keluarlah dulu bodoh!” ucap Carolina dengan kedua mata mendelik. Meskipun berat hati, akhirnya William mengalah sehingga pintu kembali tertutup. Setelah memakai pakaian yang pantas, kembali melenggang ke arah pintu, membukanya kasar dan betapa terkejutnya mendapati lelaki itu masih setia menunggu dalam waktu yang terhitung, lama. Kembali merapatkan pintu, cukup untuk dirinya saja sehingga William tidak memiliki celah untuk masuk. Dengan melempar tatapan setajam pedang, bibirnya berucap. “Apa tujuanmu datang kemari?” Menyungging senyum smirk. “Tak pantas terlalu lama membiarkan tamu berdiri di luar seperti ini Ms. Carolina. Aku bukanlah penguntit jadi biarkan aku masuk.” Tanpa di duga langsung mendorong pelan tubuh ramping sehingga pintu terbuka. Sembari menampilkan seringaian licik ia melangkah masuk. “Dasar tak punya etika!” gerutu Carolina. Tanpa dipersilahkan, William sudah lebih dulu mendudukkan bokongnya di sofa lalu menepuk sofa sebelahnya. Tatapan manik dark brown mengunci sepasang manik biru yang balik menatapnya dengan tatapan muak sekaligus marah. “Tak baik tuan rumah berdiri dan membiarkan tamu duduk sendirian, kemarilah!” mengulurkan tangannya namun tak juga di sambut jemari lentik. “Kemarilah Carolina dan duduklah! Jangan biarkan kakimu yang cantik iu berotot karena terlalu lama berdiri.” Kembali mengulurkan tangan yang langsung dihempas kasar oleh Carolina. Sabar Will, sabar. Gadis ini jinak-jinak merpati. Batin William sembari menghembus nafas berat. “Langsung to the point aja apa tujuanmu datang kemari?” Sama sekali tak menunjukkan sikap ramah. Sambil bersedekap d**a ia berdiri tak jauh dari posisi William duduk. Dasar angkuh, sombong. Gerutu William dalam hati. Tapi dia juga cantik Will, bahkan sangat cantik. Dewa dalam hatinya memperingatkan. Manik dark brown kembali melempar tatapan yang sulit di artikan. Tanpa di duga langsung menarik tubuh ramping sehingga terduduk di pangkuan. Hal pertama yang di rasa adalah rasa panas yang langsung menjalari sepanjang kulit pipinya. Sembari mengusap pelan pipi bekas tamparan, bibirnya menyungging sadis. “Gadis kurang ajar! Beraninya kau-“ “Menamparmu?” Potong Carolina. “Seharusnya tak hanya tamparan, tapi melempar tubuhmu dari atas gedung ini! sebelum habis kesabaran segera tinggalkan apartement-ku!” Jari telunjuk mengarah pada pintu. Benar-benar gadis sombong, angkuh, keras kepala. William membatin sembari beranjak dari duduknya. Namun yang di lakukannya bukan segera meninggalkan apartement akan tetapi mendorong kuat d**a Carolina sehingga tubuh ramping terjatuh di sofa. Kedua tangan kekar langsung mengunci pergerakan Carolina dengan menekan di setiap sisi. Jarak wajah yang sangat dekat saling mengirim rasa hangat menjalari permukaan kulit membuat manik dark brown memejam merasakan kedekatan yang terjalin. Berbeda dengan Carolina, gadis itu merasa sangat muak sekaligus jijik sehingga dengan satu dorongan kuat tubuh kekar langsung tersungkur ke lantai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD