Chapter 03

2037 Words
“Kau!” Geram William yang langsung beranjak berdiri. Sedetik kemudian mendudukkan kembali bokongnya di sofa. Bibirnya mengulas seringaian licik sebelum berucap. “Kau tak ingin menawariku minum? Aku sangat haus.” Sambil berdecih kesal mencondongkan tubuhnya ke depan. “Kalau kau haus segera tinggalkan apartement ku dan pergilah ke supermarket yang berada di lantai bawah Mr. William!” “Tak ku sangka kau sangat galak rupanya,’’ sambil mengedipkan matanya, beranjak berdiri meninggalkan apartement Carolina. Tak ku sangka, super model, bergelimang harta ternyata pelit juga. Segelas air putih juga tak akan membuatmu miskin kan? Batin William sembari terus melangkahkan kaki menuju supermarket. Carolina dapat bernafas lega setelah kepergian William. Menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa dengan mata terpejam. Tiba-tiba pikirannya di penuhi tentang siapa pelaku yang sudah lancang memberikan alamat apartement nya pada lelaki itu. Siapa yang memberi info mengenai alamatku pada si b******k William? Atau jangan-jangan Siena pelakunya? Yah pasti Siena, siapa lagi, pikir Carolina kesal dan di saat bersamaan bel apartement nya kembali berbunyi. “Huh, siapa lagi?” Geramnya dengan sangat kesal. Tanpa mengintip dulu lewat interkam langsung membuka pintu, seketika manik biru membulat sempurna mendapati William kembali berdiri di hadapannya sembari mengulas senyum. Hal pertama yang ingin di lakukannya, memukul kepala William, menyumpal mulut lelaki menyebalkan tersebut supaya tak lagi menyungging senyum tanpa dosa. “Kenapa kau kembali?” Nada suaranya terdengar sinis menggelitik pendengaran. “Aku membawakanmu beberapa snack dan juga minuman,” “Bawa pergi saja aku lagi diet.” Mendapati pintu hampir tertutup segera menghadang dengan ujung sepatu. “Apa lagi William?” Penuh penekanan pada setiap kata. “Ijinkan dulu aku masuk.” “Aku tak punya banyak waktu jadi cepat katakan apa tujuanmu datang kemari setelah itu cepatlah pergi!” Dan ketika terdengar langkah kaki serta suara memasuki koridor apartement, William langsung mendorong pintu kemudian menutupnya rapat. Hembusan nafas berat dan juga wajah tampan yang di selimuti kelegaan segera menyelimutinya. “Hampir saja,” ucapnya sambil memejam. Sementara ia tak menyadari sepasang manik biru sedang menatapnya tajam seolah ingin menelan tubuhnya bulat-bulat. “Keluar dari apartement ku!” kalimat yang baru saja menggelitik pendengaran memaksa manik dark brown kembali terbuka. Mendapati manik biru melotot hingga bola matanya hampir melompat keluar, ia segera mengunci pintu mengabaikan protes Carolina. Mencengkeram erat pergelangan tangan ketika Carolina hendak membuka kembali pintunya membuat sang pemilik mengernyit menahan sakit. Dia sama sekali tak bermaksud menyakiti namun satu hal yang sangat di takutinya, tidak ingin siapapun melihatnya sedang berada di apartement Carolina. “Sorry,” ucapnya penuh rasa sesal melihat pergelangan tangan Carolina memerah. Tak ingin melihat William semakin lama berada dalam apartement nya akhirnya memilih menurunkan ego, karena menurutnya akan percuma saja bertikai dengan lelaki keras kepala tersebut.  Langkah kaki William mengekori Carolina yang mendudukkan bokongnya di sofa. “Duduklah!” Seperti kerbau di cocok hidungnya segera mengikuti perintah Carolina, tak lupa menaruh semua barang belanjaan yang di belinya ke atas meja. “Untukmu.” Nada suaranya terdengar lembut menggelitik pendengaran. Meski begitu tak mampu menyentuh sisi keangkuhan gadis itu. “Aku tak butuh ini semua William. Kau pikir aku tak mampu membeli barang recehan seperti ini, hah!” “Sombong, angkuh, keras kepala tapi sayang dia ini cantik sekali,” lirih William sehingga Carolina tak dapat mendengar apa yang sedang di ucapkannya. “Ku ulangi pertanyaanku sekali lagi, apa tujuanmu datang kemari?” “Menemuimu.” Habis sudah kesabaran yang coba di tahannya sedari tadi. Carolina tampak mengambil nafas jengah lalu meraih gagang telepon yang segera di hentikan oleh pergerakan William. “Siapa yang mau kau hubungi?” Jarak yang sangat dekat mencipta keintiman di antara keduanya. Merasakan deruan nafas hangat menggelitik sepanjang kulit tengkuk, segera memutar tubuh perlahan, melempar tatapan tajam. Seketika bibirnya mengukir seringaian licik sambil mendongakkan dagunya menantang. “Tentu saja petugas keamanan.” “Untuk apa?” Kembali mengukir seringaian licik sembari mendekatkan wajahnya. “Mengusirmu dari apartement ku Mr. William Darkness.” Tanpa menunggu lama William memutuskan segera meninggalkan apartement Carolina, bukan karena ia takut pada ancaman gadis itu akan tetapi lebih menjaga ke dalam privasinya. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya mengumpat sumpah serapah. Baru kali ini seorang William di buat kerepotan oleh perempuan. Sesampainya di kantor sangat di kejutkan dengan kehadiran Jasmine yang sudah menungguinya di lobby. “Sudah saya sampaikan kalau Anda tidak ada di tempat akan tetapi Ms. Hillery berkeras tetap menunggu.” Ucap sekertaris William. “No problem.” Melirik sekilas sekertarisnya lalu beralih pada Jasmine, sambil menjentikkan jari telunjuknya ia memerintah kepada wanita itu mengekorinya masuk ke dalam ruangan. “Kunci pintunya!” Perintah William pada Jasmine lalu meminta Jasmine mendekat. “Duduklah disini,” menepuk pahanya. Sejenak Jasmine tampak ragu membuat William semakin tak sabar dan langsung menarik paksa membuat tubuh ramping Jasmine jatuh ke atas pangkuan. “Gadis penggoda, ada perlu apa sampai kau datang menemuiku? Katakan, huh!” Menatap lekat Jasmine. Belum satu kata pun yang keluar dari bibirnya sudah lebih dulu mengintimidasi dengan kalimat sarkastik. “Merindukan sentuhanku, huh?” Membuat rona merah tampak menghiasi wajah cantik Jasmine. “Dan apa ini?” Menyentuh pipi Jasmine lembut. “Pertemuan pertama kita kau berusaha menggodaku dan sangat nakal tapi apa ini?” Menyentuh bibir Jasmine. “Kau berubah jadi gadis pemalu seperti ini.” Lalu dengan gerakan cepat memutar tubuh Jasmine sehingga membelakanginya. William sangat menyukai posisi seperti ini sehingga tangannya leluasa menyentuh. Sementara bibirnya menyusuri sepanjang leher jenjang membuat bibir seksi mengeluarkan erangan tertahan. “Jangan kau tahan sayang, aku suka suaramu yang seksi itu. Ayo buatlah aku tergila-gila padamu Ms. Hillery!” Tak tahan di buatnya pergerakan Jasmine di atas pangkuan tak bisa diam. Terus saja bergerak-gerak gelisah, seketika bibir kokoh William menyungging senyum puas lalu mengangkat tubuh ramping, mendudukkannya di atas meja.   --   “Lancang sekali kau Siena memberikan alamat apartement ku pada si b******k William!” “Bukankah kau sendiri yang mengatakan padaku bahwa William harus datang sendiri ke apartement mu Carolina. Jika kau lupa biar ku ingatkan bahwa-“ “Cukup!” Potong Carolina lalu mematikan sambungan telepon. “Dasar mulut ember!” Umpat Carolina. Belum juga reda rasa kesal, ponselnya kembali berdering menampilkan nama Siena. Malas untuk mengangkat segera membanting ponselnya ke sofa akan tetapi Siena tak juga menyerah membuat suara dering kembali memekak telinga. “Ada apa lagi Siena?” Bentak Carolina. “Sore ini kau ada jadwal pemotretan, jangan datang terlambat!” Tak mau menjawab justru Carolina langsung mematikan sambungan teleponnya. Waktu berputar sangat cepat, sudut matanya melirik jam di dinding yang mengarah pada angka 03 membuatnya mau tak mau meraih tas kesayangan dan juga kunci mobil. Melajukan mobil bermerk Lykan Hypersport dengan kecepatan tinggi menuju tempat pemotretan. Dengan langkah tergesa memasuki ruang ganti. “Terlambat lagi, terlambat lagi,” sindir Siena. “Sudahlah Siena waktuku tak banyak lebih baik ambilkan sepatuku.” “Kau pikir aku ini asistent mu, hah! Seenaknya saja main suruh-suruh.” “Apa bedanya? Asistent atau pun manager sama-sama bekerja untukku kan?” “Kau dan Siena ini bagai tom & jerry.” Sela Brave, perias pribadi Carolina. “Diam kau!” Bentak Carolina sembari melayangkan tatapan tajam melalui pantulan cermin. “Dan aku tak suka make up tebal kau tau itu kan?” Nada suaranya terdengar sinis menggelitik pendengaran semua yang ada di ruang ganti termasuk asistent Carolina langsung bergidik ngeri. Namun hal tersebut tak berlaku bagi Brave, gadis itu tetap saja santai sembari menimpali ucapan Carolina. “Carolina sayang, make up mu harus di sesuaikan dengan tema. Sekarang ini kau akan menjalani pemotretan bukan sedang berkencan baby,” suara Brave terdengar ketus membuat bibir Carolina monyong beberapa senti. Setelah selesai berias dan berganti baju segera melangkahkan kaki menuju altar pemotretan dengan di bantu Siena karena bajunya yang sedikit ribet dengan ekor panjang menjuntai. Pemotretan awal adalah pemotretan single dan selanjutnya, couple. Kali ini Carolina di pasangkan dengan super model pria papan atas yang sangat tampan, dia adalah Jerk Hilson salah satu mantan ikon model WD magazine. Mereka berdua sedang bergaya di depan kamera, mulai pose romantis sampai pose yang sedikit menantang. “Ok, good job baby.” Seru sang photographer melihat ke arah Carolina sembari mengacungkan jempol sebelah kanan. Setelah mengambil beberapa gambar akhirnya pemotretan pun usai. “Thanks baby.” Ucap Carolina pada photographer kesayangan sembari mengedipkan sebelah mata. “Bagaimana bisa kau menjalani pemotretan ini bukankan kau ini ikon model WD magazine?” Carolina bertanya tanpa menatap ke arah lawan bicaranya. Ia terlihat kesulitan menuruni tangga dengan pakaian yang menjuntai ke bawah hingga menutupi kakinya. Jerk langsung bergegas menawarkan bantuan namun dengan tegas menolak. Tatapan mata tegas seolah berkata tidak perlu Jerk, terima kasih. Sikap angkuh yang di tunjukkan inilah yang memancing rasa penasaran Jerk. “Dengan pakaian yang membelit tubuhmu seperti ini, kau tak akan mudah menuruni tangga ini Carolina.” Namun lagi-lagi tawaran Jerk tak di indahkannya. Justru menolehkan wajahnya mengunci tatapan Jerk yang juga sedang menatapnya. “Katakan saja padaku bagaimana bisa-“ “Ternyata kau tak mengikuti perkembangan media ya?” Potong Jerk.  “Maksudmu?” “Aku bukan lagi ikon model WD magazine, Nona.” “Apa kontrakmu tak di perpanjang?” “Aku yang sengaja memutus kontrak.” “Kenapa?” Carolina mulai tertarik dengan topik perbincangan ini. “Bukankah memutus kontrak secara sepihak harus membayar penalti yang … “ Jeda sejenak. “Sangat mahal.” Ucap Carolina hati-hati sembari menelisik wajah tampan mencari jawaban jujur di sana. “Lebih baik kita cari tempat yang lebih santai buat ngobrol, ke café mungkin,” tawar Jerk. “Boleh juga tawaranmu,” Carolina menyetujui ajakan Jerk. “Giman kalau kita pergi dengan mobilku saja?” “Sorry Jerk, aku membawa mobil sendiri jadi akan lebih baik kita ketemu di sana saja. Aku pergi dengan Siena.” Kening Jerk langsung berkerut bertanya-tanya siapa Siena?             “Managerku. Wanita yang tadi kau lihat bersamaku.” Dan Jerk pun sepertinya paham. “Ok Jerk sampai ketemu di sana, bye,” “Carolina tunggu!” Yang di panggil langsung memutar tubuhnya. “Gimana kalau kita ke club saja sekalian have fun.” Manik biru menyipit, berfikir sejenak kemudian menyetujui ajakan Jerk.   --   Suara musik membisingkan telinga dan saat ini Carolina memilih ruangan vvip supaya lebih nyaman. Memesan beberapa botol minuman, tak lupa beberapa snack juga. “Ingat Carolina kau harus diet!” Ketika mendapati Carolina tak henti makan kentang goreng. “Hanya beberapa potong ku rasa tak jadi masalah.” Bela Jerk lalu menampilkan senyum manis menatap Carolina, sementara yang di tatap hanya menyungging senyum tipis. Obrolan di antara mereka pun mengalir, Jerk menceritakan alasannya tak mau memperpanjang kontrak dengan WD magazine bukan masalah honor karena perusahaan tersebut membayar dengan nilai yang sangat fantastis. Jadi wajar saja kalau perusahaan tersebut selalu jadi incaran para model kelas dunia. “Terus apa alasan utamamu kalau bukan honor?” “Aku ingin menjalani hidup normal, maksudku bukan dalam tanda kutip.” Menjentikkan kedua jari telunjuknya. “Aku merasa kehilangan kebebasanku selama beberapa tahun terakhir setelah menjadi ikon model perusahaan tersebut.” “Dan sekarang kau dapatkan kebebasanmu?” “Hhh mmm.” Sembari menganggukkan kepalanya. “Seandainya WD magazine menghubungimu kembali?” Carolina bertanya sembari menyipitkan matanya. Mengangkat kedua tangannya. “Not for this time, aku lebih senang menjalani profesiku sebagai model freelance dan tidak suka terikat kontrak dengan perusahaan manapun.” “Sepertinya kau tertarik dengan perusahaan tersebut Carolina dan kalau di perhatikan … ” Menelisik wajah cantik Carolina sembari menyipitkan mata. “Kau cocok jadi ikon model WD magazine. Yah, yah, yah, wajahmu ini sangat cocok sekali.” Sambil mengangguk-nganggukkan kepalanya. “Bukan Carolina yang tertarik tapi justru CE-“ “Siena!” Potong Carolina tak lupa tatapan setajam pedang ia lemparkan sebagai peringatan. Kedua mata Jerk langsung menyipit menatap bergantian kedua wanita di depannya tersebut. “Mau berdansa?” Tawar Jerk. Carolina tampak menimang-nimang sejenak kemudian menyetujui ajakannya partner kerjanya tersebut. Mengingat sudah lama sekali tak meliukkan tubuhnya di lantai dansa jadi untuk saat ini, waktunya bersenang-senang. Saat sedang asik menari di lantai dansa tiba-tiba sepasang tangan kekar merengkuh pinggangnya erat. Carolina yang tak menyadari bahwa pemilik tangan kekar tersebut bukanlah Jerk, ia tetap meliukkan tubuhnya mengikuti irama. Semakin lama gerak tubuh semakin seksi, tak tahan di buatnya langsung memutar paksa tubuh ramping. Manik biru yang masih memejam masih saja meliukkan tubuh. Jemari William menekan dagu Carolina sementara sebelah tangannya menyentak keras sehingga tubuh ramping menempel pada d**a bidang. Seketika manik biru terbuka, mengerjap berulang kali untuk memperjelas penglihatan. “Wil-liam?” Lalu menolehkan kepalanya ke belakang, Jerk ada di sana sedang berdansa dengan seorang wanita. Merasa terus di tatap, sepasang mata Jerk balik menatapnya kemudian mendekati Carolina. Jadi yang berdansa denganku dari tadi bukan Jerk, tapi lelaki menyedihkan ini? Menatap tak percaya pada William yang kini berada di hadapannya, sedang memeluk erat tubuhnya. Kenapa lelaki b******k ini ada di mana-mana sih. Selalu saja mengikutiku, seperti kurcaci saja, huh. “Mr. William.” Sapa Jerk yang tak dihiraukan olehnya. Yang di lakukannya justru terus menyeret paksa tubuh Carolina dan ketika Jerk berusaha menghentikannya William memperingatkan untuk tidak ikut campur. Ada hubungan apa antara William dan Carolina? Jerk membatin lalu segera meninggalkan lantai dansa menuju ruangan vvip menemui Siena. “Mana Carolina?” “Aku tak tahu.” “Jerk!” Bentak Siena. Menghembus nafas berat. “Mr. William membawanya pergi.” “Apa?” Siena tersentak kaget. Berarti Carolina dalam masalah besar. Siena membatin sembari melangkah lebar meninggalkan ruangan, tak memedulikan panggilan Jerk. Secepat kilat berlari keluar club mencari keberadaan Carolina namun yang di cari tak juga di temukan di mana-mana. William dan juga para bodyguard juga tak terlihat. Meremas rambutnya frustasi kemudian kembali menuju ruangan vvip mengambil tas Carolina. Sebenarnya apa yang terjadi? Berarti benar mereka berdua ada hubungan? Jerk yang tidak tahu apa-apa di buat bertanya-tanya dengan sekembalinya Siena, gadis itu tampak berantakan. Raut cemas sekaligus takut tampak menyelimuti wajahnya yang cantik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD