03

2048 Words
Happy Reading and Enjoy~ Istana sedang sibuk sekarang, semua menyiapkan yang terbaik untuk kedatangan Raja Alasjar. Seperti biasa Elina tetap berada di kamarnya, mendengarkan hiruk pikuk yang berada di lantai atas. Setelah mengunjungi ruangan Raja Ahram beberapa hari yang lalu, ia terus berlatih cara menyempurnakan kekuatannya.  Jika ingin mengalahkan Aslan maka ia harus pandai menggandakan kekuatannya. Aslan sendiri tidak jadi berkunjung pada hari itu, kunjungannya diundur menjadi seminggu. Hanya ingin membahas masalah pernikahan.  Sejak Alasjar menguasai dunia semua sistem berubah. Yang miskin semakin tidak ada harga diri, sementara yang memiliki kekuatan semakin berkuasa. Sejak Aslan yang memimpin derajat seseorang diurutkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki.  Jika tidak punya kekuatan lebih baik mati. Elina akan mengubah aturan itu, karena adanya hal itu manusia berlomba-lomba mendapatkan kekuatan dengan segala cara. Bahkan tidak jarang memakai cara iblis dan ilmu hitam agar bisa dianggap hebat.  Ilmu hitam sudah dilarang, banyak yang mati karena tidak bisa mengendalikan diri saat memakainya. Ia pernah mendengar rumor bahwa sebenarnya belum pernah ada yang berhasil menggunakannya selain Aslan.  Itulah yang membuat nama lelaki itu banyak dikenal dan ditakuti, kedatangannya sendiri bagai jam kematian. Lelaki itu bisa menebas habis serigala dalam sekali kedip. Masih menjadi misteri kenapa Aslan datang ke tempat b***k waktu itu dan bertemu dengannya.  Elina berdiri di dekat jendela, menghitung jam dari arah matahari. Mungkin sebentar lagi pelayan tua yang bernama Aren itu datang menemuinya dan menyuruhnya berganti pakaian.  Ia tersenyum, seumur hidupnya di kehidupan yang lalu ia belum pernah mandi dengan cara bangsawan. Bahkan di saat dirinya juga menjadi putri di kehidupan kedua.  Seperti dugaannya ia mendengar langkah kaki menuju kamarnya, Elina langsung berpaling ketika pintu terbuka.  "Anda akan didandani, putri, ikutlah dengan saya."  Dengan senyuman ia melangkah. Sejak menemaninya dan melihatnya mengutarakan isi hatinya pada Raja Ahram, pelayan tua ini tidak banyak bicara. Hanya mengucapkan hal-hal penting saja, tidak pernah lagi menyinggung kelemahannya. Bahkan entah karena hal apa, Aren tidak pernah menyinggung perasaannya lagi.  Beberapa pelayan wanita berjejer menunggu kehadirannya, ia dibimbing menuju kamar mandi yang sangat luas. Tanpa bisa menahan diri, Elina mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar mandi. Kedua matanya berbinar. Di kehidupan yang dulu ia hanya gadis desa yang miskin, kemewahan ini membuatnya takjub.  Mungkin perubahan sikapnya juga disadari Aren, karena pelayan tua itu memanggil namanya untuk memberi teguran.  "Maaf, bibi. Aku sudah lama tidak merasakan hangatnya air ketika mandi, juga wanginya mawar di bak mandi. Aku sangat antusias."  Aren menatapnya dengan sorot sendu. "Mungkin setelah ini Anda juga bisa mandi di ruangan ini, putri. Tetapi, saat ini kita tidak punya banyak waktu untuk menikmati. Raja Alasjar akan tiba sebentar lagi, dan kami harus mendandani Anda secantik mungkin."  Menghela napas kecewa, Elina pada akhirnya menurut dan langsung mendesah senang ketika tubuhnya berhasil terendam sepenuhnya di dalam bak mandi. Aroma mawar menguar dengan lembut.  Ah, nikmatnya jika selama jadi putri ia bisa mendapat semua ini ...  Saat pertemuan dengan Aslan nanti pasti juga banyak makanan lezat. Seketika ia berubah sendu, dulu Elana adiknya sangat menyukai makanan. Mereka akan berbagi makanan baru apapun itu, seharusnya sekarang ia bisa bergabung dengan keluarganya yang lebih dulu mati.  Tapi tidak mengapa, ia sering menguatkan diri sendiri untuk tidak sedih. Rasanya sangat sebentar ketika ia baru saja berendam. Aren sudah mengingatkannya untuk menyudahi mandinya. Mau tidak mau Elina meninggalkan bak mandinya.  Tiga orang pelayan turut memakaikannya baju yang terdiri dari tiga lapisan. Ternyata baju bangsawan seberat ini. Ia juga harus mengenakan mahkota kecil di kepala.  "Putri, Raja Ahram berpesan agar Anda bersikap sopan di depan Raja Aslan nanti. Dan bawa juga saputangan ini. Saat tiba nanti Raja Aslan mungkin berbincang sedikit dengan Raja Ahram, Anda diminta menunggu di bangku taman. Raja Aslan akan datang ke sana."  "Apakah aku makan siang di taman itu?" Elina bertanya antusias, ia tidak sabar menanti makanan-makanan istana yang terasa lezat.  Seolah tahu apa yang dimaksudnya, Aren berdehem dengan canggung.  "Maaf, putri, menurut peraturannya Anda tidak boleh makan sebelum Raja Aslan mengizinkan."  "Mengapa begitu?" Elina bertanya dengan nada kecewa. "Bukankah dia tamunya dan aku tuan rumahnya? Seharusnya dia yang tidak boleh makan sebelum aku mengizinkannya."  "Anda tidak seperti diri Anda yang biasanya sejak bangun dari koma, putri. Hamba harap Anda tidak lupa siapa diri Anda dan siapa Raja Alasjar." Aren berucap tegas.  Elina mengepalkan tangannya, ia ingin kembali membalas ucapan tajam pelayan tua itu, tapi ia menahannnya. Seharusnya pelayan tua itu juga menyadari siapa dirinya, menasihati seorang putri! Yang benar saja. Huh!  Tapi jika ia bertindak gegebah perbedaan antara dirinya dan putri Daviana semakin kentara. Ia tidak menginginkan hal itu.  Dengan wajah masam Elina dibawa ke taman kerajaan. Di sana sudah tersedia dua kursi dengan meja bundar di tengahnya. Di atas meja juga ada satu piring kecil berisi cake dan teh poci yang harum.  Elina harus menahan mati-matian agar dirinya tidak mencicipi cake itu sebelum Aslan bergabung bersamanya. Di samping piring itu juga tersedia bel kecil yang digunakan untuk memanggil pelayan jika ada sesuatu yang kurang.  "Hamba akan berada di belakang Anda, putri. Jika perlu sesuatu panggil saja. Hamba permisi, putri." Aren membungkuk ke arahnya.  Kedua matanya berbinar, ia menatap cake yang tersaji. Aren tidak akan tahu jika ia memakannya,'kan? Pelayan tua itukan berada di belakang tubuhnya. Ia juga bisa memanggil pelayan untuk memberikan cake yang baru sebelum Aslan bergabung bersamanya.  Tersenyum senang dengan usulannya, Elina menyendok satu suapan cake ke dalam mulutnya. Seketika rasa manis yang terasa hangat memenuhi mulutnya, ia menutup mulut untuk menikmati sensasinya.  "Apa terlalu lama dikurung membuatmu begitu kelaparan? Kau pasti tahu aturan kerajaanmu sendiri."  Kedua matanya langsung melebar ketika mendengar suara serak yang tajam itu. Ia buru-buru menelan cake yang tersisa dan berdiri dengan kikuk. Apakah ia harus membungkuk pada lelaki tanpa hati ini?  Sepertinya ia tidak perlu merendahkan diri dengan membungkukkan badannya, toh ia juga akan menjadi permaisuri Aslan meski hanya tempat untuk ajang ksembuhan lelaki itu.  "Bahkan sekarang kau melupakan sopan santun yang paling utama?"  Teguran kedua. Mau tidak mau ia membungkuk. "Daviana memberi salam, semoga kesejahteraan tercurah pada Anda." Ia tersenyum manis.  "Silahkan duduk, Raja Aslan. Dan biarkan hamba meminta maaf atas sikap hamba beberapa menit yang lalu. Hamba hanya gugup bertemu penguasa dunia. Dan kelancangan hamba yang memakan kue tadi bukan karena hamba terkurung, tetapi karena kegugupan hamba. Itu kebiasaan buruk hamba jika gugup, Yang Mulia."  Elina membungkukkan tubuhnya sedikit sebelum duduk. Ia tidak berani menatap mata Aslan, ia takut Aslan mengetahui bahwa dirinya bukan Daviana.  "Makan kuemu, tidak perlu berbohong jika kau memang lapar."  Elina menelan ludah dengan susah payah, Aslan emang orang yang tidak mudah ditipu.  "Maafkan saya, Yang Mulia."  ***  Sepanjang makan siang tidak ada percakapan diantara mereka. Yang terdengar hanya denting sendok dan garpu. Elina sendiri sudah menghabiskan semua makanan yang tersaji. Mulai dari pembuka, makanan hidangan, hingga makanan penutup.  Sementara Aslan tidak menyentuh apapun, entah karena selera pria itu yang buruk atau sudah kenyang setelah melihatnya makan. Elina mengusap bibirnya dengan gaya elegan. Dulu ibunya sering mengajarinya tata krama kerajaan, karena jika ia bisa menikah dengan salah satu anggota kerajaan, ia tidak mempermalukan suaminya.  Di saat-saat seperti ini ilmu yang telah dipelajarinya bisa digunakan.  "Aku ingin mempercepat pernikahan kita." Setelah lama berdiam akhirnya Aslan bersuara. Elina langsung mendongak, seketika tubuhnya mendingin.  Apa lelaki itu semakin tidak sabar ingin menggunakannya sebagai tumbal.  "Ma-maaf Yang Mulia, tapi bolehkah saya bertanya apa alasannya? Maaf jika saya lancang Yang Mulia, tapi saya ... saya ...."  "Tidak ada hakmu untuk bertanya, karena tidak ada pilihan lain bagimu selain menyetujuinya."  Elina menggigit bibir bawahnya, menahan rasa amarah. Semua raja selalu memiliki sikap menjijikkan. Tidak mau mendengarkan, tapi ingin menjadi orang yang selalu didengar.  "Tap-tapi saya ..."  "Aku tidak mau mendengar penolakan dari bibirmu untuk kedua kalinya." Kali ini nadanya menajam. Hawa hitam langsung menguar dari tubuh Aslan, membuat Elina mencubit lengannya sendiri agar tidak menunduk ketakutan.  Lelaki itu belum mengeluarkan seluruh kekuatannya, hanya berupa hawa. Tapi sungguh, ia sudah kesulitan menahannya.  "Maafkan hamba jika lancang Yang Mulia."  "Kedatanganku hari ini juga ingin menjemputmu. Kau pasti tahu bahwa aku tidak suka pulang pergi dan membuat diriku sendiri kerepotan. Kita akan mengadakan pesta di istana Alasjar. Istana itu lebih besar dari pada Damansus, akan ada banyak tamu yang datang. Jadi mulai saat ini kau ikut bersamaku."  Ap-apa! Elina menelan ludahnya dengan gugup. Mengapa tidak ada orang yang memberitahunya soal ini?  "Kau tidak perlu membawa pakaian apapun, di sana ada kamar dan pakaian yang lebih layak kau kenakan. Satu hal lagi, kau harus mengenakan penutup wajah selama pernikahan kita dan selama perjalanan ke Alasjar."  "Ya-yang Mulia ... apakah kita tidak bisa pergi besok saja?"  "Tidak bisa." Terlalu cepat, bahkan sangat cepat Aslan menolaknya.  "Aku tidak ingin tidur di istana yang bukan istanaku."  Elina berdecih dalam hati. Dewi! Bagaimana ini? Ia bahkan belum siap berada di dalam tandu bersama Aslan.  Seolah mengerti apa yang dipikirkannya, Aslan berucap dengan nada sinis. "Aku berada di tanduku sendiri. Dengar, aku menikahimu bukan karena menyukaimu, tapi untuk memanfaatkanmu. Jadi, jangan berpikir yang tidak-tidak."  Elina mengepalkan kedua tangannya, dengan emosi yang sedari tadi sudah ditahannya, ia mendongak. Menatap langsung manik mata Aslan yang bewarna perak. Mata yang terasa dingin dan bisa membekukan siapa saja yang meihatnya.  Ia tidak mengatakan apapun, hanya menyampaikan kebenciannya lewat matanya. Aslan sendiri menyunggingkan senyum tipis, seolah-olah lelaki itu mengetahui sesuatu. Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, lelaki itu menghilang begitu saja.  ***  Entah karena ada Aslan atau memang kemeriahan ini sudah direncakan agar tidak ketahuan bahwa ternyata Raja Damansus membenci putrinya. Kepergian putri Daviana amat meriah, sepanjang jalan para rakyat menyambutnya dengan meriah.  Karena pernikahannya dilakukan di kerajaan Alasjar, semua rakyat Damansus tidak mungkin menghadiri. Maka dari itu kepergiannya dibuat semeriah ini.  Tandunya dan Aslan berbeda, yang membuatnya senang tandunya lebih besar dari tandu milik Aslan. Gaun yang dikenakannya juga yang terbaik, membuat Elina merasa nyaman selama perjalanan.  Nyaman? Bisakah kata itu ia gunakan di saat dirinya sebentar lagi akan memasuki kawasan iblis. Ia harus bisa bertahan hidup. Elina mengepalkan tangannya, dan cahaya emas memercik dari jari-jarinya. Ia masih belum tahu apa kegunaan kekuatannya selain bertahan hidup. Dahulu para manusia yang berdarah dewi mengembangkan kekuatan mereka di desa tersembunyi, bahkan di buku-buku yang tercatat tidak ada yang pernah menyebutkan dimana desa itu berada. Yang ia tahu desa itu berada di bagian Utara, tapi Utara bagian mana? Kekuatan dewi spesial, maka dari itu tempat pelatihannya juga tidak boleh diketahui banyak orang. Apalagi, hanya orang-orang terpilih yang memiliki kekuatan. Tidak semua manusia punya kekuatan. Setelah sampai di Alasjar ia akan mencari tahu. Semoga saja salah satu buku di perpustakaan Alasjar ada yang mencatat bagian itu. Elina menutup kedua matanya, ia ingin menyelami dan mengenali kekuatannya terlebih dahulu.  ''A-apa yang kau lakukan? Ti-tidak!'' Ia ingin menghindar, tapi Aslan terlanjur merobek lehernya dengan taring. Menghisap darahnya dengan rakus.  ''Ini sudah kewajibanmu sebagai istri. Tenang saja, darahmu tidak akan habis. Aku akan merawatmu dengan baik dan kau makanlah yang lahap. Seminggu sekali aku akan mendatangimu dan menghisap darahmu.'' Seketika Elina tersentak ketika ulasan ingatan itu melintas. Gambaran apa itu? Apa itu ingatan putri Daviana di dalam tubuhnya? Atau ... ingatan masa depan. Itu potongan kejadian setelah mereka menikah. Aslan meminum darahnya. Elina melihat tangannya yang tergenggam. Jangan-jangan ini salah satu kekuatan dewinya? Ia bisa melihat masa depan. Ia memegang lehernya yang terasa sakit, potongan kejadian itu terasa nyata. Elina yakin dirinya akan dipergunakan ketika sampai di Alasjar, tapi ia sama sekali tak menyangka jika Aslan menghisap darahnya. Menelan ludahnya dengan susah payah, Elina kembali memejamkan matanya.  ''Yang Mulia!? Apakah jantung Anda sakit lagi? Saya akan memanggilkan tabib dan memberikan obat Anda seperti biasa ...'' ''Cukup, bawa Daviana ke sini.'' Elina kembali tersadar, dahinya berkerut. Dadanya berdebar keras, kepalanya sedikit sakit saat kali ini ia mencoba melihat masa depan. Itu dia! Kelemahan Aslan. Lelaki itu punya penyakit jantung yang belum ada obatnya. Tandu yang ditempatinya berhenti, Elina sedikit menyingkap tirai untuk melihat apa yang terjadi di luar sana. Orch. Makhluk mengerikan pemakan daging. Lebih parah dari Serigala. Seluruh tubuh Elina mendingin, buru-buru ia menutup tirai. Aslan dan seluruh prajuritnya yang kuat itu pasti bisa mengatasinya.  Burgh! ''Ahh!'' Ia menjerit ketika tandunya tertimpa sesuatu. Bau darah busuk tercium dari tempatnya. Darah Orch memang lebih bau dari hewan-hewan biasa, tapi anehnya dara Orch banyak dicari tabib untuk dijadikan obat. Bahkan darah Orch bisa menyembuhkan luka dengan sekali usap. Elina kembali mengintip. Mengapa Aslan tidak meminum darah Orch saja? Senyumnya mengembang ketika memikirkan hal itu. Nanti ketika Aslan ingin meminum darahnya ia akan mengusulkan hal itu.  Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD