Bab 9

1085 Words
“Kita berhenti di ujung depan Pak ya,” ucap Ira pada sopir Alan. “Baik Mbak,” jawab sopir tersebut. Setelah sampai di rumah Ira, Ira langsung bergegas turun dari mobil dan menemui Mamanya “Ma,” panggil Ira seraya masuk ke dalam rumah. “Iya Nak, kamu sudah pulang kerja? Kok cepat sekali?” tanya Siti. “Tidak Ma, Ira mampir sebentar untuk mengantar makan siang Mama, kebetulan Ira ada lewat di warung langganan kita, jadi Ira beli, sekarang Ira mau kembali ke kantor, Bos Ira sudah nungguin di luar,” ucap Ira sambil menaruh nasi bungkus untuk Mamanya. “Oh baik Nak, kamu sudah makan?” tanya Siti. “Sudah Ma, Ira pergi lagi ya,” ucap Ira sambil mencium pipi Mamanya. “Iya Nak,” jawab Siti. Ira dengan cepat kembali masuk ke dalam mobil yang masih ada Alan di dalamnya. “Sudah?” tanya Alan. “Sudah Pak, mari kita lanjutkan perjalanannya Pak,” jawab Ira sambil memerintah pada sopir mereka. Sopir mereka mulai melajukan mobil menuju kantor, sesampainya di kantor, Alan turun terlebih dahulu karna sudah dibuka pintu mobil sama sopirnya, sedangkan Ira turun sendiri. Mereka berjalan beriringan menuju ruangan kerja Alan. “Ini Pak berkas-berkasnya sudah saya siapkan semua, kalau begitu saya kembali bekerja Pak,” ucap Ira sambil meletakkan berkas di atas meja Alan. “Iya,” jawab Alan datar dan Ira pun keluar dari ruang kerja Alan. Ira langsung pergi menemui Dhav. “Hai!” Ira mengagetkan Dhav dari belakang. “Aaa,” Dhav memegang jantungnya, “ah kamu ngagetin saja, bagaimana kerjaan kamu lancar?” tanya Dhav pada Ira. “Lancar, tapi ada yang tidak lancar.” “Apa itu? Kenapa?” tanya Dhav dengan wajah panik. “Karna Aku tidak bisa ketemu kamu, Aku galau, kesepian,” jawab Ira yang membuat perasaan Dhav tidak karuan. Dhav tersenyum malu-malu mendengar ucapan Ira dan berkata dalam hatinya, “Andai kamu tahu perasaanku yang sebenarnya, kalau Aku sangat mencintai kamu dan karna kamulah Aku bekerja di sini,” batin Dhav sambil tersenyum. “Kamu kenapa? Kok senyum-senyum begitu?” tanya Ira yang membuat Dhav cepat-cepat memalingkan wajahnya dari Ira dan pura-pura mencari sapu. “Tidak-tidak ada apa-apa kok, aku tadi Cuma bahagia pekerjaan kamu lancar,” jawab Dhav untuk menutupinya. “kamu tidak bohong kaannnn?” goda Ira yang membuat wajah Dhav terlihat merah seperti kepiting rebus. “Apa sih, enggak, Aku tidak bohong kok, aku bahagia kamu bisa bekerja lancar dengan Pak Alan,” bantah Dhav dengan cepat, dia tidak mau Ira tahu kalau dia memiliki perasaan cinta pada Ira, kalau Ira tahu dan Ira malah menolaknya, Dhav takut persahabatan sekaligus pendekatannya selama ini akan berakhir begitu saja. “Bukan karna aku bilang kalau Aku galau tidak bisa ketemu sama kamu?” goda Ira kembali. “Bukan, aku biasa saja, lagian kita kan sahabat, sudah sewajarnya kita saling galau kalau berjauhan,” ujar Dhav dengan senatural mungkin. “Mas Dhav kalau bicara sering benar dah,” ucap Ira sambil mencolek ujung hidung Dhav membuat Dhav kelabakan, “Yuk kita lanjut kerja lagi,” sambung Ira lagi yang kembali berkutat dengan pekerjaan utamanya sebagai OB meninggalkan Dhav yang masih memaku pada tempatnya berdiri mengontrol jantungnya yang hendak meloncat keluar. “Sadar Dhav, kamu harus sadar dan bisa mengendalikan perasaan kamu sendiri, belum waktunya kamu mengungkapkan isi hati kamu pada Ira, tunggu kamu mapan dulu dan kamu siap membawanya ke pernikahan, baru ungkapkan isi hatimu,” batin Dhav yang menarik nafas dalam-dalam lalu menghembusnya keluar dengan perlahan. Dhav mengikuti Ira dari belakang yang sudah mulai bekerja membersihkan lantai. “Biar Aku saja yang kerjakan, kamu istirahat dulu, kan kamu baru pulang,” ucap Dhav merebut sapu dari Ira. “Apaan sih, memangnya aku tidak tahu kalau kamu juga lelah, sudah ah, kita sama-sama lelah, kalau salah satu dari kita istirahat sebelum waktunya, nanti dapat teguran dari atasan, lebih baik kerja saja,” ucap Ira yang terus melanjutkan pekerjaannya. “Tapi,” Dhav ingin melanjutkan ucapannya tapi dengan cepat Ira menempelkan ujung jarinya di bibir Dhav membuat Dhav langsung berhenti berbicara. “Jangan banyak bantah, bekerjalah, aku semangat bekerja kalau ada kamu,” ucap Ira yang langsung memindahkan jemarinya kemudian mengambil serokan sampah dan menaruh di depan debu yang sedang dia bersihkan. “Kamu selalu membuat hatiku tidak karuan, ayo Dhav, ungkapkan isi hatimu, ini adalah waktu yang tepat,” batin Dhav yang melihat sekelilingnya sedang sepi. “Ira,” ucap Dhav pelan. “Iya,” jawab Ira menoleh pada Dhav dengan alis terangkat dan bibir yang tersenyum. “Aku ....” “Dhav, cepat ke sini, bawakan sampah ini keluar, truk pengangkut sampah sudah datang,” ucap atasannya membuat Dhav langsung menghentikan ucapannya dan berlari menemui atasannya. “Kamu angkat ini ke dalam truk ya,” ucap atasannya begitu Dhav sudah sampai di depannya. “Baik Pak,” jawab Dhav dengan hormat dan mulai melakukan apa yang di perintah oleh atasannya hingga membuat dia lupa apa yang hendak diucapkan tadi pada Ira. Ira yang semula menunggu ucapan dari Dhav kembali melakukan pekerjaannya lagi, terlihat Debi berjalan cepat menuju ke ruangannya Alan, dan Ira hanya menatap sekilas, karna itu bukan urusan dia. “Ira, tolong kamu bersihkan kaca jendela di luar ruangan Pak Alan, kenapa kalian kalau bekerja setengah-setengah, padahal kemarin saya sudah menyuruh kalian membersihkan jendela Pak Alan, seharusnya kalian punya inisiatif sendiri kaca bagian luar juga di bersihkan!” ucap seorang perempuan yang terlihat judes dengan makeup tebalnya, membuat Ira menunduk. “Maaf Bu, kemarin saya di minta Pak Alan untuk membantu pekerjaan beliau, jadi saya lupa untuk membersihkannya,” jawab Ira dengan menunduk. “Banyak alasan kamu, cepat bersihkan jendela luar ruangan Pak Alan!” “Baik Bu,” jawab Ira yang berlalu dengan cepat dari hadapan atasannya. Untuk menuju ke belakang ruangan kerja Alan, Ira harus mengitari beberapa ruangan yang salah satunya ruangan yang sedang dibersihkan oleh Dhav, Ira melihat sekilas ke arah Dhav, tapi Dhav terlihat sedang sibuk memasukkan kertas-kertas bekas ke dalam kardus untuk dibuang. Ira telah sampai di belakang ruang kerja Alan, sayup-sayup terdengar oleh Ira percakapan Alan dan Debi, tapi tak dihiraukan oleh Ira, toh itu bukan urusan dia, dia melanjutkan pekerjaannya membersih kaca yang tertutup gorden dari dalam. “Sayang, ayolah kita jalan-jalan sekarang, urusan kantor kan bisa kamu serahkan sama asisten kamu,” ucap Debi yang terdengar jelas di pendengaran Ira. “Kan aku sudah bilang kemarin, sekretaris aku lagi cuti,” jawab Alan dengan lembut. “Ya sudah, tapi nanti kita jadi dinner kan?” tanya Debi lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD