Lidah Bengkok

1034 Words
Nenek memintaku membawa diri sebagai pemuda yang baik dan sopan karena yang dipilihnya adalah gadis baik dan sopan juga, katanya. Tapi aku tidak ingin menipu dan menyakiti gadis polos manapun. Sebelumnya gadis-gadis yang kukencani semuanya adalah gadis-gadis nakal. Aku suka mereka yang meskipun kucampakkan tak akan menangis dan mengejarku kembali dengan cara-cara mereka yang nakal.  Jika gagal pun mereka tak akan merengek, karena stok pria b******k lain sepertiku ada di mana-mana. Penawaran apa yang nenekku berikan pada orangtuanya sehingga bisa mendapatkan gadis lugu ini? Aku memikirkan bagaimana nanti malam pertama yang harus kujalani. Aku tidak biasa dengan gadis lugu, apalagi yang masih suci. Aku akan sangat kasihan padanya, pasti orangtuanya menjualnya pada nenekku untuk sejumlah kekayaan atau kedudukan. Tapi jika terpaksa itu harus dilakukan untuk memberi nenekku cicit, aku membayangkannya akan dingin dan kejam karena hatiku sekarang diliputi dendam yang belum dibayar. Percakapan meredup saat kursi rodaku memasuki ruang makan utama. Aku hampir tidak mempercayai mataku sendiri saat melihat Nalo duduk di antara para tamu, menatapku dengan muram dan penuh kebencian.  Tidak mungkin. Apa ini hanya efek halusinasi karena terlalu ingin membalas perbuatannya? Tapi ini nyata.  Aku tidak melihat ke kanan atau kiri, berdiam di kursi rodaku dengan mantap dan tenang sampai aku menyadari di hadapanku adalah adik perempuan Nalo, jantungku hampir meledak.  Ia sangat cantik seperti biasanya, namun tidak ada ruang dalam pikiranku untuk mengaguminya saat ini.  Kepalaku berdenyut-denyut dengan keinginan untuk mendaratkan sebuah tinju di wajah Nalo yang masih menyisakan beberapa memar kekuningan, kurasa ada yang menantangnya duel beberapa hari yang lalu.  Atau mungkin orangtuanya harus memberinya pelajaran sebelum membuatnya jinak seperti ini. Seratus persen aku yakin, nenekku yang licin itu pasti ada di balik semua ini. Aku mengalihkan pandanganku pada nenek yang terlihat sangat bahagia. Matanya berbinar seolah-olah baru saja menang lotere.  Senyumnya licik, aku penasaran apa yang nenekku perbuat hingga keluarga Nalo bertekuk lutut dan dengan suka rela menyerahkan anak gadisnya.  Aku makan dalam senyap, menjawab beberapa pertanyaan formal dari orangtua Nalo dan tersenyum saat seharusnya tersenyum.  Aku menjalankan peranku dengan baik, begitu juga Nalo yang tidak jauh berbeda denganku. Hanya saja, ia sangat kaku. Karena ada dua pengawal tepat di belakangnya; yang akan menjaganya agar tetap duduk di tempat. Aku hanya sesekali mencuri pandang pada Nola yang terlihat sangat tertekan. Kami tidak berbicara sama sekali. Ia sibuk dengan ibunya yang beberapa kali berbisik dan terlihat senang.  Ibu Nola menanyakan hal-hal yang mudah dijawab, seperti bagaimana kemajuan penyembuhan kakiku. Aku menjawab dengan sopan dan tidak lupa tersenyum dan tersenyum. Akhirnya seseorang berbicara dengan sangat jelas, "Haitam." Nenek menyesap anggurnya dan bersandar pada sikunya. "Ya, Nenek." Aku menatapnya dengan wajah tegas. "Semua urusan sudah selesai, kami sepakat kalian akan menikah minggu depan." Nenek tersenyum dan melemparkan pandangan bangga pada Nola, yang sangat diam.  Sebuah garpu berdenting dengan berisik di atas piring dan desis ketidaksetujuan datang dari Nalo yang disambut tatapan garang kedua orangtuanya.  "Tentu saja. Apapun yang Nenek putuskan, itulah yang terbaik. Seorang ahli waris yang penurut adalah sebuah kehormatan dalam keluarga, bukan." Kalimatku bermaksud mengolok-olok Nalo yang tak bisa berkutik. "Bagus. Sepertinya kita akan menua sebagai saudara. Persaudaraan dalam kegilaan. Semoga saja tidak ada hal-hal buruk terjadi dan reputasi ayahku akan meningkat jika ini terus berlanjut." Tatapannya seperti seekor singa yang terluka. Ibu Nalo menegakkan lehernya, "Luruskan lidahmu yang bengkok, anakku. Kau terus berselisih dengan ayahmu akhir-akhir ini. Jangan menjadi ahli waris yang keras kepala. Kau juga akan segera menikah jika ada wanita yang cukup sabar menghadapi perangaimu."  Aku hampir tidak bisa menahan godaan untuk terkekeh. Aku penasaran dengan apa yang sedang direncanakan Nalo untuk menyelamatkan adiknya dariku.  Ia tidak mungkin berjalan di belakang ibunya dan menanggung apapun yang diberikan kepadanya. Dan untuk Nola, aku penasaran juga tipe seperti apa dirinya.  Apakah dia akan lari, kurasa tidak. Dia terlihat sangat penurut dan baik. Tapi terkadang, air tenang menghanyutkan. Ada banyak tipe wanita, nenekku adalah yang paling berbahaya. Dia bukan tipe yang duduk manis dan menunggu. Dia sangat berbahaya dan licik.  Sangat pandai membaca situasi dan kesempatan, bahkan dari kamarnya yang bau minyak angin, nenekku bisa menghasilkan milyaran rupiah hanya dengan permainan saham.  Nenekku adalah wanita dengan otak sexy yang terperangkap dalam tubuh nenek-nenek.  Kami menyelesaikan makan malam. Keluarga Nalo pulang, tinggalah aku dan nenek yang terlambat menghindariku, "Bagaimana bisa, Nenek?" "Kau hampir meregang nyawa dan aku menjebloskan calon kakak iparmu ke penjara. Itu saja, hal biasa yang dilakukan nenek-nenek pada umumnya jika cucunya dibuat sekarat." Senyum liciknya muncul lagi.  Aku terkekeh mendengarnya. Nenekku adalah nenek paling menggemaskan jika sedang berlagak alim.  "Ayolah Nenek, semua juga tahu. Nenek bukan tipe yang tidak akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jangan membuatku penasaran."  "Mudah saja, sekali tepuk dua lalat mati. Lalat yang suka hinggap di lumpur dan di aspal." Muncul kilatan arogansi di mata nenek. "Mereka mengajakku berdamai, dan aku hanya bersandiwara seperti nenek-nenek yang putus asa karena satu-satunya ahli warisku sekarat. Dan mereka berjanji memenuhi semua permintaanku asal anak laki-laki satu-satunya dibebaskan," lanjutnya.  "Nenek minta anak perempuannya menikah denganku?" Sebuah seringai muncul di bibirku.  "Kau? Tentu saja tidak. Nilaimu sangat kecil sebagai seorang calon menantu politikus." Nenek mengibaskan tangannya. "Kau hanya kapten geng motor yang bernasib baik akan mewarisi kekayaanku, bukan pria ideal dengan segudang prestasi dan ketenaran. Bahkan sebenarnya gadis itu telah disiapkan orangtuanya untuk pernikahan politik."  Nenek menjaga suaranya agar tetap rendah tapi ganas, "Kesepakatan awalnya adalah jika kau mampus, putrinya akan mengandung benih darimu melalui proses inseminasi, jadi dokter sudah menyimpan benihmu. Jaga-jaga jika tiba-tiba kau ke neraka." Nenek terkekeh sampai matanya berkaca-kaca. Aku hanya bisa mendengus, jengkel dengan kata-kata yang penuh dengan sarkasme.  "Tapi selalu saja nasib baik masih berpihak padamu. Saat kau siuman, mereka meminta mengubah kesepakatannya dengan pernikahan. Akan menjadi skandal besar jika seorang politikus putrinya hamil dengan pria yang sudah di neraka." Nenek terkekeh lagi, seperti seorang nenek sihir.  "Ya Tuhan, Nenek benar-benar kejam. Kenapa tidak menyewa rahim bayaran saja?"  "Kurasa otakmu tertinggal di meja operasi. Perhitunganmu sangat payah. Aku sudah sial dengan cucu d***u sepertimu, dan tak bisa kubayangkan jika nanti cicitku lahir dari wanita sembarangan yang mungkin saja sama dungunya denganmu.  Seringai jahat muncul di bibir keriputnya, "Setidaknya, sang bayi tidak akan setolol ayahnya jika lahir dari ibu cerdas seperti Nola. Oh ya, mungkin saja dokter bisa membantuku membuang gen bodoh dari ayahnya nanti." 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD