Bab 33

1632 Words
Langit yang cerah dengan awan yang begitu cantik memperindah langit biru, sungguh indah bukan ciptaan Tuhan termasuk gadis yang masih tertidur dengab nyamannya memeluk guling dibawah selimut. Tiara menggelesor kesana kemari seraya mencari posisi nyamanya untuk tertidue, namun ketukan pintu berulang kali memaksakan ia untuk membuka matanya perlahan. "Siapa?" tanya Tiara dengan lantang, namun tidak ada sahutan hanyan ketukan terus saja terdengar yang membuat gadis tersebut menghela nafasnya dengan gusar. "Aisshh!!! Siapa si yang gedor-gedor pintu!" seru Tiara dengan kesal, ia memposisikan dirinya duduk dengan kesal sambil sesekali gregetan memukul kasurnya pelan dan memberantaki selimutnya. Tiara mencetus, "Sebentar." Gadis tersebut kini turun dari kasur king sizenya lalu melangkahkan kakinya dengan raut wajah yang malas, kesal karena diganggu. Gadis tersebut membuka pintu dengan malas lalu melihat dengan kedua matanya ada wanita paruh baya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang sedikit nyalang. "Kenapa si Bu, Tia masih ngantuk," ucap Tiara dengan lesu, ia sesekali menutup mulutnya untuk menguap. Caca menatap sambil menggelengkan kepalanya pelan ke arah anak gadisnya. "Kamu mau sekolah enggak si? Anak gadis kok bangunnya siang," cetus Caca dengan raut wajah yang tidak habis pikir oleh anak gadisnya, apa itu karena turunannya. "Jam berapa si emang Bu?" tanya Tiara dengan mata yang sesekali terpejam dengan kepalanya yang bersandar di pintu. "Lihat saja jam kamu, cepatan mandi sana. Bubu tunggu dibawah," kata Caca yang kini melenggang pergi dari hadapan anak gadisnya, ia menggelengkan kepalanya pelan sambil berceloteh sepanjang menuruni anak tangga. "Heran banget punya anak gadis kok bangunnya siang mulu, sekali bangun pagi juga karena disuruh," gumam Caca, sang suami dan anak pertamanya yang melihat ia mengoceh hanya mengernyitkan dahinya. Rey bertanya, "Kenapa Bu? Tia susah lagi dibangunin?" Wanita paruh baya tersebut menghela nafasnya lalu menarik kursi makannya untuk duduk. "Adik kamu tuh Rey, susah banget untuk bangun pagi," kata Caca dengan sedikit kesal. "Kemarin dia habis nonton drama sayang, sudah. Lagipula bukannya dia masuk jam 8," ujar Rifan membuat sang istri mengerutkan keningnya bingung. "Kok kamu enggak bilangin aku?" tanya Caca. Pria paruh baya tersebut hanya terkekeh saja lalu menjawab, "Kamu sudah keburu ke atas tanpa berkata apapun." "Tapi kenapa Revan berangkat pagi?" tanya Caca dengan bingung membuat kedua laki-laki tersebut menghendikkan bahunya membuat Caca hanya mengernyitkan dahinya dengan keheranan. 15 menit berselang, gadis cantik tersebut turun menuruni anak tangga dengan seragam sekolahnya. Wajahnya sudsh terlihat segar karena sudah terkena air yang menyegarkan. "Morning semua," ucap Tiara ketika sudah berada di ruang makan dan menarik kursi untuk ia duduki. "Kamu masuk jam 8 Queen?" tanya Caca. Tiara hanya mengangguk sambil mengambil nasi goreng untuk sarapannya, wanita paruh baya tersebut jelas menatap lekat ke arah anak gadisnya seolah merasa bersalah. "Bubu minta maaf ya, Bubu kira kamu masuk setengah 7," ungkap Caca dengan perasaan bersalah. Gadis tersebut mendongak menatap ke arah wanis paruh baya tersebut sambil tersenyum sebelum menjawab, "Iya Bu, enggak papa. Salah Queen juga semalam begadang dan enggak masang alarm." "Kamu abang anterin ya," kata Rey. Tiara lantas langsung menolak, "Enggak usah Bang, Tia berangkat sendiri aja." "Serius kamu?" tanya Rey. Rifan menyahut, "Sudah Rey kalau adik kamu enggak mau biarkan, sekarang Queen kita sudah beranjak dewasa." Tiara yang mendengar perkataan sang Ayah jelas tersenyum manis. Tiara telah selesai dengan aktifitas sarapannya, ia beranjak berdiri lalu berkata, "Tia berangkat ya." Sambil menghampiri kedua orang tuanya untuk bersaliman, setelahnya baru ke abang pertamanya. "Jangan ngebut ya Queen," kata Caca memperingati yang membuat Tiara tersenyum lalu mengacungkan jempolnya. Rey berkata, "Hati-hati Queen, kalau ada apa-apa langsung telepon abang." Tiara yang mendengar hanya memberikan kedipan mata lalu flying kiss kepada abangnya, gadis tersebut kini melangkahkan kakinya keluar rumah sambil memakai airpods yang sudah tersambung dengan lagu di ponselnya. "Kita aktifitas lagi baby," gumam Tiara sebelum menaiki motornya dan memakai helm fullface-nya, ia melajukan motornya setelah menggeber motornya beberapa kali. Gadis tersebut melaju dengan perlahan dibawah langit biru yang cerah pada hari itu, kepala yang sesekali mengangguk mengikuti alunan musik yang terdengar di airpodsnya. 15 menit berselang, gadis tersebut memasuki gerbang sekolahannya dan langsung menuju parkiran untuk memarkirkan motornya. "Tumben amat udah ramai," cetus Tiara ketika melihat sudah banyak motor terjajar di parkiran. Tiara memarkirkan motornya sedikit akan pojok karena tempat biasa parkirin motor sudah terisi, ia melepas helm fullface-nya lau menuruni motornya. Gadis tersebut kini melangkahkan kakinya menjauh dari area parkir dan menyusuri lorong koridor ke arah kelasnya. Tepukan dibahunya membuat gadis tersebut langsung menoleh dengan terkejut, ia langsung melepas satu airpodsnya lalu mencetus, "Bisa enggak si jangan kagetin! Kalau gue jantungan gimana?" Dengan nada sarkas yang membuat laki-laki yang menepuk bahu Tiara hanya menyengir kuda. "Lu dari tadi gue panggilin, tapi enggak nyahut. Eh ternyata kupingnya disumpel," cetus Rega yang membuat Tia hanya memutar bola matanya dengan jengah, para siswa-siswi sontak melihat rangkulan tangan Rega membuat mereka berbisik bergosip. "Lu suka banget ya gue digosipin?" tanya Tia dengan sorot mata yang melirik tajam, Rega jelas mengerutkan keningnya lalu tersadar dengan apa yang ia lakukan. "Sorry Bos," ujar Rega yang kini melepaskan rangkulan dari pundak gadis tersebut, laki-laki tersebut menyengir membuat Tia hanya memandangnya jengah. "Ngapain lu masuk ke kelas gue?" tanya Tia sambil menghentikan langkahnya membuat Rega sontak menyadarinya. Rega menyela, "Yailah galak amat si Queen." "Sana lu ke kelas, punya kelas sendiri kok malah ke kelas orang lain! Jangan bikin gaduh," kata Tia yang membuat Rega kini menyengir karena tanpa sadar ia membuat teman-teman sekelas Tia yang berada dikelas berbisik sambil menatap ke arah Rega yang visualnya juga tak kalah dengan Revan dan Alex. Rega lalu mengedipkan matanya membuat Tia yang melihatnya jelas ingin sekali memukulnya, laki-laki tersebut melangkah keluar sebelum kepalan tangan gadis tersebut benar-benar mendarat diwajah mulus Rega. "Kenapa si Rega?" tanya Rayna. "Gak jelas," jawab Tia sambil beranjak mendaratkan tubuhnya untuk duduk nyaman di bangkunya, mereka betiga yang mendengar sontak terdiam lalu terkekeh pelan. Mereka kini belajar dengan tenang setelah mendengar bell masuk berbunyi, semua hening dalam pelajaran kecuali Revan dkk yang kini berada di atap gedung sekolah sambil menghisap rokok dengan santainya. Revan berkata, "Lex kalau lu tiba-tiba ditinggalin adik gue gimana?" Mereka yant mendengar sontak mengarahkan pandangannya ke Revan dengan sorot mata yang keheranan. "Pertanyaan macem apaan begitu?" tanya Bary dengan sarkas. Rega menyela, "Emang lu berharap adik lu jadi cewek jahat yang ninggalin jodohnya?" Bary menimbrung, "Tahu lu Van, pertanyaan lu gak beefaedah anjrot!" "Ya misalkan, kita enggak ada yang tahu pikiran orang kedepannya gimana," cetus Revan yang membuat mereka berempat jelas saling memandang satu sama lain. Alex bersandar di kursi kayu sambil menatap langit sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Gue enggak kepikiran untuk ditinggalin adik lu, dan gue tahu jadinya gimana kalau gue ditinggalin dia." Hembusan nafas yang berat jelas membuat mereka berempat hanya manggut-manggut. "Lu seserius itu sama Tia?" tanya Rega dengan nada serius, Alex terdiam sejenak dan kini memnatap lurus ke arah Rega lalu menjawab, "Enggak mungkin dulu gue mukul lu kan." Rega yang mengerti atas jawaban laki-laki tersebut hanya manggut-manggut saja sambil menghembuskan kepulan asap dari mulutnya. "Lu tahu akibatnya kan Lex kalau mainin Tia," kata Rega dengan nada tegas, ia melirik dengan sorot mata yang serius. Ketiga orang lainnya memperhatikan mereka berdua seolah mereka bertiga juga menunggu jawaban dari Alex terutama Revan. "Gue sangat tau resiko," balas Alex. "Gue enggak akan bisa maafin kalau sampai Tia terluka," sela Revan dengan nada yang serius. "Lu bukan berhadapan sama gue sama Revan doang Lex kalau sampai nyakitiin Tia," ujar Rega dengan sorot mata yang menatap lekat nan serius, Riko dan Bary hanya mengernyitkan dahinya seolah mereka berhadapan dengan 2 orang yang tidak segan-segan menghabisi. Bary menyela, "Gue angkat tangan nih Lex kalau lu sampai berulah." "Sama gue juga, lebih baik undur diri daripada babak belur," cetus Riko. Rega menyela, "Yeuh parah enggak setia kawan lu berdua." "Eh kalau dia benar mah gue belain, kalau salah mah ya ngapain amat," jelas Bary. Alex menyela, "Tumben benar." Celotehan selaan Alex membuat mereka sontak tertawa sambil menatap Bary yang kini hanya memandang dengan raut wajah kesal ke arah keempat sahabatnya. Terjaid keheningan sejenak di antara mereka berlima sampai Riko bertanya, "Sebentar lagi kita bakal lulus, siapa yang kita tugasin buat jagain adik lu Van?" "Ngapain dijagain, lu enggak lihat dia seberani apa. Bahkan tangannya berdarah aja tenang banget," kata Bary membuat Rega terkekeh atas perkataan sahabatnya tersebut. "Nah tuh udah dijawab sama sikunyuk," cetus Rega. Alex terdiam sejenak menatap lurus langit yang terik sebelum berkata, "Kita harus pilih orang buat jagain dia." "Lex, Tia enggak suka kalau kita jagain dia," ujar Rega yang membuat Bary dan Riko sontak mengerutkak keningnya bingung lalu menyela, "Hah? Orang dimana-mana mah suka yang dijagain kan berasa jadi ratu gitu." Alex mencetus, "Dia bisa menjadikan ratu tanpa harus diratuin." "Adik lu Van emang beda dari yang lain, coba aja yang dijodohin sama adik lu gue, langsung gue gass besok nikah," kata Bary yang tanpa sadar mendapat tatapan tajam dari Alex hingga membuat Riko menyenggol untuk menyadari sahabatnya. Bary mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Apaan si Ko?" Riko hanya mengkode melalui matanya membuat Bary mengikuti sorot mata Riko yang kini mengarah ke Alex yang sedang menatap sengit. "Wah nyari matii lu," cetus Rega sambil menggelengkan kepalanya pelan, Revan hanya terkekeh saja ia menatap ke arah Alex dengan serius seolah meyakinkan kalau pilihan untuk adiknya benar. "Berani ambil, berani ribut," ucap Alex dengan nada tegas dan seriusnya, Bary yany mendengar sontak terdiam bulu kuduknya jelas merinding hebat. "Aduh bahaya nih," kata Revan sambil tertawa pelan. Bary menyengir kuda lalu berkata, "Bercanda Lex, lagipula Tia mana mau sama gue." "Jangankan Tia, Rayna saja nolak dia," celoteh Riko yang membuat Bary memukul pelan sahabat yang berada disampingnya sambil membalas, "Eh lemes banget itu mulut, bukan ditolal tapi belum diterima." Revan tertawa pelan lalu meledek, "Berarti ads kemungkinan bakal di blacklist." Bary yang mendengar sontak langsung melihat ke arahnya lalu berkata, "Eh Revan, tolong bicaranya." Mereka tertawa mendengarnya, begitu juga dengan Alex walau hanya dengan tertawa tipisnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD