Bab 34

2271 Words
Para siswa-siswi berhamburan keluar kelas setelah mendengar bell istirahat berbunyi. "Kantin gak?" tanya Siska yang mebuat ketiga sahabatnya terdiam saja membuatnya mengerutkan keningnya. "Emang lu pikir kita robot enggak butuh asupan," ujar Rayna yang membuat Siska hanya tertawa pelan saja, mereka berempat kini beranjak berdiri lalu melangkahkan kakinya keluar dari ruang kelas mereka. Tia dan Rayna di depan, sedangkan Rima dan Siska berada di belakang, tatapan dari semua ekspresi sontak melihat ke arah mereka berempat. "Eh ada cewek cantik nih," kata Bary yang membuat keempat gadis tersebut menghentikan langkahnya sejenak. "Kalian kok disini? Habis bolos ya?" tanya Siska. Revan menyahut, "Enggak, cuman boring saja." Siska yang emang dasarnya lemot sontak mengerutkan keningnya lalu berkata, "Emang ditangga bisa hilangin boring ya?" Ketiga sahabatnya yang mendengar jelas menghela nafasnya gusar lalu memutar bola matanya dengan jengah. "Kalian mau ke kantin?" tanya Riko, keempat gadis tersebut mengangguk untuk menjawabnya. "Kalau gitu kita bareng saja, katanya Bary mau traktir," ujar Rega yang membuat Bary jelas melotot tidak percaya, sedangkan ketiga laki-laki lainnya menahan ketawanya. Siska menyela, "Lah kalau ditraktir mah gass saja." "Selagi gratis yegak," nimbrung Rima sambil menaikkan kedua alisnya yang kini mereka berdua saling merangkul lengan dan melanjutkan langkah kakinya menuju kantin. Rayna berkata, "Tuh bocah berdua kalau soal makan sama gratis saja lupa ninggalin kita." Tia yang mendengar hanya terkekeh saja sambil menatap ke arah kedua sahabatnya yang melangkah terlebih dahulu. "Ga, kapan gue ngomong gitu? Anjinc lu mah ah," kata Bary yang membuat Rega hanya tertawa pelan lalu menghendikkan bahunya. "Sudah ayuk, kali-kali mau ngerasain duit abang Bary," kata Riko yang kini merangkul tengkuk leher Bary lalu melanjutkan langkah kakinya menuruni dua anak tangga lagi dan menuju ke arah kantin. "Mau diam aja?" tanya Alex dengan nada dinginnya, ia melewati keempat orang yang masih saja berdiam diri sambil tertawa pelan. "Sabar-sabar ya punya kulkas," bisik Rega yang membuat Tia hanya memandang jengkel saja. Mereka lalu melangkahkan kakinya menyusul lainnya yang sudah berada di area kantin, yaps mereka langsung menuju meja yang biasa ditempati The Boy's, sontak yang berada di kantin dibuat keheranan keempat gadis tersebut semakin dekat dengan mostwanted sekolahan. "Biar teman-teman gue, gue yang bayarin. Lu tenang saja," kata Tia. "Ish gimana si katanya Bary yang mau traktir, masa lu yang mau bayarin," cetus Siska dengan lemesnya. Rayna menghela nafasnya malas lalu menyela, "Lu enggak lihat tuh tampangnya murung banget." Sambil melirik ke arah Bary yang kini menoleh dengan raut wajah terkejut, "enggak mampu kali," lanjut Rayna yang kini beranjak berdiri kembali. Rima bertanya, "Lu mau kemana?" "Pesanlah," balas Rayna yang kini melanjutkan langkah kakinya untuk memesan makanan untuk ia nikmati. "Bar, asli si lu kehilangan nama baik banget," kata Rega sambil menepuk bahu sahabatnya tersebut. Bary menahan rasa kesalnya ia beranjak berdiri lalu berkata, "Lu pada pesan, biar gue yang bayar." Keempat sahabatnya lantas langsung menoleh satu sama lain sambil menaikkan kedua alisnta dan terkekeh pelan. "Lu ngapain berdiri?" tanya Siska yang bingung ketika laki-laki tersebut tak kunjung duduk, sorot matanya terus menatap ke arah Rayna yang sedang mengantri disalah satu kedai kantin. "Samperin sono," ujar Revan yang paham akan situasi tersebut. Tia mengerutkan keningnya lalu mengikuti sorot pandang Bary. "Sudah sana, sekalian pesenin gue," kata Tia yang membuat Bary terdiam sejenak menatap ke arah gadis tersebut yang membuat Alex mencetus, "Mata lu jaga." Rega langsung berkata, "Wets, ada pawangnya Bar. Hati-hati mata lu nanti di colok." "Kulkas bisa cemburu juga?" tanya Bary dengan raut wajah yang meledek, mereka yang mendengar jelas tertawa setelahnya. "Gue pesan dulu, ayok Ko," kata Bary yang membuat Riko jelas beranjak berdiri. Riko berkata, "Wa ke gue saja biar enggak salah." Revan hanya mengacungkan jempolnya untuk menjawab perkataan Riko. "Emang si Bary suka sama Rayna?" tanya Rima berbisik ketika memperhatikan gerak tubuh Bary yang kini berada disamping Rayna. Rega menyahut, "Iya, soalnya kalau gue sukanya sama lu." Perkataan tersebut jelas membuat Rima menoleh dengan raut wajah terkejutnya ke arah laki-laki yang kini tersenyum tipis. "Ga, bacot lu jangan buat teman gue kaget dong," kata Tia lalu setelahnya tertawa pelan melihat raut wajah Rima yang jelas kini memerah karena malu. Revan sontak menoyor Rega tanpa pemberitahuan lalu menimbrung, "Harusnya jangan langsung ngomong gitu, lihat tuh mukanya jadi merah." Rega menyela, "Yakan gue sat set enggak kaya sebelah gue nih." Sambil melirik ke arah Alex yang sedang sibuk menscroll handphonenya. Alex sontak menghentikan aktifitas menscroll handphonenya lalu menoleh ke Rega yang kini mengangguk ke atas seraya bertanya. "Ngomongin gue?" tanya Alex yang membuat Revan mencetus, "Mampuss, kena damprat kan lu." Rega kini lalu mengelak, "Ah enggak, ngomongin si Bary tuh kurang sat set." Alex jelas memicingkan matanya menatap curiga namun setelahnya ia kembali menscroll handphonenya. "Emang ada yang menarik di dalam handphone?" tanya Tia membuat mereka yang berada disana sontak terdiam saling memandnag satu sama lain, Alex menatap ke arah gadis tersebut yang seolag menunggu jawaban sebelum akhirnya meletakkan handphonenta di atas meja lalu menatap lekat ke arah gadis yang duduk tepat di hadapannya. Gadis tersebut menelan salivanya dengan kasar lalu bertanya, "Kenapa lu nglihatin gue?" Dengan nada herannya. "Yang menarik ada didepan gue," jawab Alex yang membuat mereka yang berada disekitar mereka sontak melongo tidak percaya. "Awwww Alex sudah mulai sat set nih kawan," ujar Rega. Revan hanya terkekeh pelan saja. "Udah si jadian saja," cetus Siska. Rima menyela, "Nah iya." Sambil menyenggol sahabatnya yang kini hanya terdiam dan menoleh dengan raut wajah keheranan. "Apaan si Rim," cetus Tia yang jelas salah tingkah membuat Alex tersenyum tipis memperhatikan raut wajah salah tingkah gadis dihadapannya. "Besok lu enggak usah bawa motor lagi," kata Alex yang mmebuat Tia mendongka menatap keheranan akan perkataan laki-laki tersebut. "Lah terus gue naik apa? Bareng Revan? Idih mau digosipin lagi gue. Sorry deh enggak," celetoh Tia. Revan menyahut, "Bersyukur lu punya abang ganteng kaya gue." "Bukan bersyukur malah naik darah gue," balas Tia dengan raut wajah meledeknya. Alex berkata, "Bareng gue." Raut wajah gadis tersebut yang sedang meledek abangnya jelas berubah seketika menjadi terkejut menatap ke arah laki-laki di hadapannya. "Gue bareng lu?" tanya Tia seolsh meyakinkan. "Iya." "Gue sama Revan saja digosipin apalagi sama lu, mau bikin geu trending topik lu kalau kita bareng?" tanya Tia, Alex menatap lekat lalu menggelengkan kepalanya pelan lalu berkata, "Kita bareng enggak akan seheboh kalau mereka tahu kalau kit–" Tia menyela, "OKEH FINE!" Alex tersenyum menang membuat Tia memandang dengan raut wajah kesal, ia tahu apa yang akan diucapakan laki-laki tersebut pasti ancamannya adalah membocorkan kalau mereka berdua dijodohkan. Rima bertanya, "Kalau kita apa Lex?" "Lu berdua nyembunyiin sesuatu ya?" tanya Siska dengan sorot mata yang curiga, sedangkan Tia menatao kedua sahabatnya dengan raut wajah menyengir lalu menjawab, "Kalau kita bakal berangkat bareng, iyakan Lex?" Dengan sorot mata yang melotot mengkode ke arah Alex, tak lupa juga ia menendang pelan kaki laki-laki tersebut. Alex terkekeh pelan melihatnya lalu menyahut, "Iya." Rima dan Siska jelas menatap satu sama lain lalu mengerutkan keningnya. "Wo ho hampir ketahuan rahasianya," kata Rega dengan nada bernyanyi, Tia menatap tajam ke arah Rega yang membuat laki-laki tersebut kini membungkam mulutnya. Revan menyela, "Ini mereka lama banget si." "Eh iya, ya kok lama banget," kata Siska sambil menoleh ke arah kedai-kedai kantin. "Tuh mereka," ujar Rima ketika ketiga orang yang memesan makanan kini telah melangkah ke arah meja sambil membawa nampan yang penuh makanan. Rega berkata, "Lu bertiga lama banget, ngantri?" "Emang lu pikir lu pada pesannya satu macem doang?" tanya Riko dengan nada sarkasanya yang membuat Rega terdiam. Revan menimbrung, "Makanya lu diam saja jangan komentar, udah dipesanin, dibeliin masih aja komen." "Yeuh si bambank, orang mah ngbela gue," cetus Rega yang membuat Revan tertawa lalu membalas, "Malas lu jelekk soalnya." Mereka yang mendengar sontak tertawa atas balasan Revan yang benar-benar savage. "Bar, thanx you ya," ucap Tia. Bary berkata, "Santai Ti, daripada gue dibilang enggak mampu sama teman lu." Dengan nada menyindir, Rayna yang sudah duduk sambil menikmati pesanan ia hanya menatap jengah saja ke arah laki-laki tersebut yang kini menatap lekat ke arahnya. "Kalau enggak ikhlas mah enggak usah," ketus Rayna yang membuat mereka menjadi hening saling menatap satu sama lain. "Udah, udah mending kita makan," kata Riko seolah menetralisir keadaan hening tersebut. Tia hanya terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya pelan melihat ke arah sahabatnya yang terkadang emang melebihi dirinya dalam berkata dan berekspresi. Mereka semua menikmati pesanan mereka diwaktu istirahat yang masih lumayan panjang, canda tawa jelas sesekali terdengar di meja mereka membuat para penghuni menatap dengan ke irian dihati. "Pengen banget deh ketawa sama mereka." "Vibesnya positif banget ya mereka." "Perkumpulan good looking, the boy's ganteng, eh Tia dkk juga cantik." "Bau-bau bakal jadi tongkrongan hits si." Hingga dimana bisik-bisik mereka di hentikan oleh kejadian yang tak terduga, yaps masih ingat dengan Vera gadis yang mengusik Tia tanpa ada kesalahan yang dibuat oleh Tia. "Upss, kok kalian mau si ngumpul bareng sama cewek-cewek kamseupay ini," kata Vera dengan sinisnya. "Kayanya ada bau bangkee deh, lu pada nyium enggak si?" tanya Tia sambil mengendus-ngedus mencari symber bau tersebut, mereka jelas tahu gadis tersebut hanyalah menyindir. "Tia," kata Alex seraya memperingati, namun gadis tersebut hanya mengangguk ke atas seolah bertanya. Vera mengepalkan tangannya mendengar apa yang diucap gadis tersebut. "Mending lu pergi deh, kalau enggak mau diganggu ya jangan ganggu," kata Rayna dengan tegasnya. Tia tersenyum miring lalu menatap lurus ke arah Vera yang menahan amarahnya. "Kalau enggak suka lihat gue, butain saja mata lu," kata Tia dengan savagenya membuat mereka yang mendengar sontak terkejut. "Lu?!" Vera geram. Revan berkata, "Lu pergi dari sini dibanding lu makin malu." Laki-laki tersebut lalu menyeruput minuman yang ada dihadapannya. "Udah Ver kita pergi saja, enggak guna jua ngurusin mereka," ucap salah sati teman Vera yang berambut pendek dengan sinis. Tia dan ketiga sahabatnya mengerutkan keningnya lalu menatap satu sama lain. "Enggak guna? Yang ada lu yang kurang kerjaan, ngurusin gue mulu," ucap Tia dengan raut wajah menyeringai setelahnya ia tertawa sambil menggelengkan kepalanya pelan, Vera memgepalkan tangannya menatap sengit ke arah Tia yang jelas di tatap balik oleh gadis tersebut. "Awas lu ya!" Tia melambaikan tangannya seolah mengiringi Vera dkk yang melangkahkan kaki menjauh dari hadapannya. "Kok ada hama disini," cetus Tia sambil memutar bola matanya dengan jengah lalu melanjutkan aktifitas makannya. "Bisa gak? Enggak usah ditanggepin?" tanya Alex yang membuat mereka sontak memandang dengan sorot mata yang serius. Gadis yang ditanyai menghentikan aktifitasnya lalu mendongak ke arah Alex dengan sorot mata datar. "Terus lu nyuruh gue diam saja gitu?" tanya Tia balik mmebuat Alex memandang sambil sesekali menghela nafasnya gusar, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan. "Terserah lah," ujar Alex yang kini menyeruput minumannya yang tinggal sedikit, setelahnya ia beranjak berdiri membuat semua yang ada disana sontak mengerutkan keningnya. "Lu mau kemana Lex?" tanya Bary. Alex menjawab, "Kelas." Hanya satu kata itu saja yang terucap, setelahnya ia lalu melangkahkan kakinya meninggalkan area kantin tersebut. Tia hanya mengerutkan keningnya bingung atas sikap Alex saat itu. "Kenapa dia?" tanya Rega yang ikut bingung. Ketiga sahabatnya dengan kompak menghendikkn bahunya. "Enggak jelas banget si dia, ngambek gitu ceritanya sama gue," cetus Tia dengan sorot mata yang tidak habis pikir. Rima berkata, "Samperin sana Ti." Gadis tersebut sontak mengernyitkan dahinya lalu mencetus, "Ngapain gue samperin dia, nanti juga adem sendiri. Katanya doang kulkas tapi cepat panas." "Van, adik lu kata-katanya menusuk," ujar Bary yang menggelengkan kepalanya karena habis mendengar kata-kata savage gadis tersebut. Riko bahkan bertepuk tangan membuat Tia mendongka menatapny sambil mengerutkan keningnya bingung. "Ngapain lu tepuk tangan? Emang gue burung," kata Tia. "Keren," ucap Riko sambil mengacungkan jempol ke arah gadis tersebut yang semakin dalam mengerutkan keningnya. Bell masuk kini berbunyi membuat mereka yang berada di area kantin bergegas melangkah menuju ke kelas mereka. Mereka berdelapan berjalan menyusuri lorong koridor sekolahan, hingga dering telepon Tia membuatnya menghentikan langkah kakinya. "Siapa Ti?" tanya Rayna ketika melihat raut wajah sahabatnya. "Teman gue, sebentar," kata Tia yang langsung mengangkat teleponnya. "Halo Jaw, ada apa?" tanya Tia sedikit berbisik, karena ketujuh orang tersebut menunggunya sambil mengerutkan keningnya. "Siapa de?" tanya Revan sambil mengangguk keatas, Tia hanya membalas kata teman tanpa suara. "Ti, markas yang di Jl. Pelangi ada yang acak-acak." Gadis tersebut yang mendengar sontak ingin berteriak namun ia sadar ketika melihat ketujuh orang yang ada dipandangannya. "Pulang sekolah gue kesana, lu cek cctv siapa yang berani-beraninya ngusik," kata Tia dengan santai namun sangat amat tajam. "Oke Ti." Gadis tersebut lantas langsung mematikan teleponnya setelah mendengar jawaban dari yang meneleponnya, Tia kembali kepada gerombolan teman-temannya. "Lu pada kenapa nungguin gue si? Orang mah duluan aja kali," kata Tia sambil memasukkan ponselnya ke saku bajunya. "Siapa si To kayanya serius amat lu?" tanya Bary to the point. Tia terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Teman gue, biasa minta disiapin kejutan." Rega yang mendenagr sontak mengerutkan keningnya menatap lurus ke arah Tia yang tanpa sengaja ia melihat gadis tersebut mengangguk memberi kode. "Eh kenapa diam saja, ayuk ke kelas," kata Riko yang membuat mereka melanjutkan langkah kakinya. Mereka berdelapan berpisah di persimpangan lorong koridor. Hingga keempat gadis tersebut kini memasuki ruamg kelas yang untung saja belum ada guru yang mengajarnya. "Eh Santo, ini guru belum masuk?" tanya Siska kepada Santo laki-laki berkacamata dan mata yang sipit. Santo menoleh lalu menyahut, "Bu Ina sakit, cuman dikasih tugas di halaman 86." Siska hanya manggut-manggut saja laly berkata, "Oke. Thanx U bro." Santo membenarkan kacamatanya lalu tersenyum tipis sambil mengangguk, laki-laki tersebut melanjutkan mengerjakan tugas. "Tumben banget Bu Ina sakit," kata Rima. Siska menyela, "Iya ya, biasanya juga dia mah sakit kaya apapun juga kalau belum pingsan dikelas tetap masuk." "Ya mungkin sakit kali ini beda makanya ijin meliburkan diri," jelas Tia yang kini merebahkan kepalanya di atas tumpukan tangannya untuk ia jadikan bantal. "Bangunin kalau udah bell pulang," kata Tia yang membuat ketiga sahabatnya hanya menatapnya sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD