Bab 10

2090 Words
Alex sedang duduk bersandar di kursi balkon kamarnya, langit hari itu cukup.verah untuk ia pandangi, ia menghela nafasnya berkali-kali dengan berat. Dering telepon berbunyi, ia menatap layar handphonenya yang ternyata dari abang sepupunya, tanpa pikir panjang ia langsung mengangkatnya. "Ada apa?" "Pertemuan untuk makan malam–" "Iya iya gue dateng, lu enggak perlu ingetin lagi." "Bukan malem ini, pertemuan ditunda." "Kenapa?" "Papah sakit." Alex yang mendengar jelas mengerutkan keningnya. "Sakit apa?" tanya Alex. "Biasalah, meriang-meriang dikit." "Yaudah, nanti kabarin kapan jadinya." Abang sepupunya hanya berdehem saja untuk menjawab perkataan Alex lalu mematikan telepon secara sepihak. Laki-laki tersebut memandang langit lalu bergumam, "Lagi juga kenapa harus ada perjodohan si kaya siti nurbaya aja." "Harus gue pertanyain, anak kandungnya Bang Rendy kenapa gue yang di jodohin," cetus Alex. Sedangkan di sisi lain, Tia dan Rey sedang dalam perjalanan menuju mall terbesar kedua di jakarta. "Bang," panggil Tia yang membuat Rey hanya berdehem saja menjawabnya. Tia masih terdiam yang membuat laki-laki tersebut mengerutkan keningnya lalu menoleh sejenak ke sang adik. "Kenapa? Kok manggil doang?" tanya Rey, gadis tersebut lalu perlahan menatap sang abang dengan sendu. "Misal nih Bang, kalau ada yang nyakitiin aku gimana?" tanya Tia dengan sedikit gugup, bwnar saja Rey langsung menepikan mobilnya yang membuat Tia bingung. Rey menatap lekat sang adik. "Kenapa kamu tiba-tiba tanya gitu? Siapa yang sudah nyakitiin kamu?" tanya Rey dengan sarkas. "Eng–gak ada Bang, kan aku nanya doang semisalnya," cetus Tia. "Dipastilan dia enggak akan selamat jika berani nyakitiin kamu," ucap Rey dengan tegas, Tia yang mendengar jelas bergedik ngeri. Tia membatin, "Benar kata Rega, Bang Rey seram." "Siapa emang?" tanya Rey kembali. Tia menjawab, "Enggak ada kok Bang, udah sekarang jalan." Rey menatap sang adik seolah mencari celah kebohongan di matanya, namun nihil tidak ada. Gadis tersebut tersenyum tipis yang membuat Rey kini kembali menatap lurus dan melajukan kembali mobilnya. 30 menit kemudian, Rey memarkirkan mobilnya setelah sampai di mall XY, tanpa pikir panjang mereka memasuki mall tersebut dan berkeliling mencari sesuatu yang akan mereka berdua beli. "Udah Bang angkat aja," ucap Tia ketika melihat dering telepon sang abang berbunyi. Rey menoleh ke arah layar handphonennya lalu mematikan layar handphonenya yang membuat Tia mengerutkan keningnya. "Kok enggak di angkat, "cetus Rey. "Kalau penting gimana?" tanya Tia. Rey berkata, "Lebih penting kamu Queen, abang enggak mau kejadian seperti tadi." Tia yang mendengar perkataan sang abang hanya mengulumkan senyumnya. "Bang, maaf ya sudah membebani Abang dengan memgambil alih perusahaan Bubu," ungkap Tia. Rey mengelus pelan pucuk kepala sang adik dengan lembut lalu berkata, "Abang mau kamu fokus sekolah dulu, setelah itu kamu boleh merebut posisi kamu yang sementara abang pegang." "Sebenarnya Tia udah belajar banyak soal bisnis, waktu SMP kan Tia juga udah sering di ajak Bubu mengenal perusahaan," ujar Tia. Laki-laki tersebut tersenyum sendu dan berkata, "Maaf ya Queen, kamu harus tahu bisnis sejak kecil." Tia menoleh ke arah sang abang dengan senyuman. "Enggak papa Bang, aku suka kok," balas Tia yang membuat Rey hanya menatap sendu dan mengulumkan senyum dibibirnya. Rey audah membawa beberapa tentengan di tangannya, sedangkan Tia hanya membawa tentengan kecil ya niat dia ke mall hanya untuk membeli parfum. "Kamu itu aja?" tanya Rey. "Iya Bang," balas Tia. "Kita makan dulu ya," ujar Rey, gadis tersebut hanya mengangguk dengan senyuman tipis. Mereka berdua melangkahkan kaki menyusuri mall sambil mencari restauran yang akan mereka kunjungi. Tia berkata, "Bang, itu aja." Sambil menunjuk restauran dengan tema jepang, tanpa pikir panjang Rey mengangguk dan berjalan masuk ke arah restauran tersebut. Mereka berdua langsung mencari tempat duduk, dan seorang pelayan menghampiri untuk memberikan buku menu. "Semuanya enak," ungkap Tia sambil menatap menu makanan yang menajdi favoritenya. "Mau pesan semua?" tanya Rey, Tia yang mendengar jelas mendongak ke arah sang abang, pelayan tersebut juga sedikit terkejut karena pertanyaan tersebut. Tia berkata, "Ya enggak Bang, emang perut aku karung apa. Aku pesan yang ini aja, minumnya lemon tea es." Sambil menujuk menu terbaru yang sepertinya menggiurkan. "Saya yang ini, minumnya samain saja," kata Rey, oelayan tersebut langsung mencatat semua menu yang dipilih oleh mereka. "Kalau gitu mohon ditunggu ya Kak," ucap Pelayan tersebut sambil mengambil buku menunya lalu melangkah pergi dari hadapan mereka, tak di pungkiri ia tersenyum melihat ketampanan Rey bahkan jantungnya berdegup kencang ketika berhadapan langsung dengan laki-laki tersebut. Tia bertanya, "Abang kok enggak pernah kenalin cewek ke keluarga?" Sambil asik menscroll handphonenya. "Belum saatnya," cetus Rey. "Bukannya cewek abang banyak?" tanya Tia sambil menaikkan kedua alisnya yang membuat Rey terdiam sejenak memandamg heran ke sang adik. Rey menyela, "Sok tahu kamu, abang ini tipe yang setia." Tia yang mendengarnya jelas menghentikan aktifitas menscroll handphonenya, ia menatap ke arah sang abang dengan lekat lalu tertawa pelan. "Kamu malah ketawa, abang ini jujur," ujar Rey. Tia menyela, "Kalau abang Revan yang bilang gitu, Tia percaya. Kalau abang Rey yang bilang, kayanya enggak deh skip dulu percayanya." Ia kembali tertawa yang membuat Rey juga ikut tertawa. Di sisi lain Alex mendapat notifikasi pesan dari sahabatnya Bary, ia mengerutkan keningnya lalu membuka pesna tersebut yang ternyata Bary mengirim sebuah foto. "Sama siapa dia?" tanya Alex sambil menzoom foto yang baru dikirim kepadanya. Tanpa pikir panjang Alex menelepon Bary. "Di mall mana?" "XY." "Berapa orang?" "Mereka berdua doang si." Alex sempat terdiam sejenak, membaut Bary terus memanggilnya namun tidak di gubris oleh laki-laki tersebut. "Alex!" "Hm." "Lu enggak papa kan?" Alex hanya berdehem saja untuk menjawabnya, setelahnya ia mematikan teleponn secara sepihak membuat Bary menatap heran ke layar handphonenya. Bary bergumam, "Hilih malah di matiin, enggak sopan banget punya teman." "Kenapa sayang?" tanya seorang wanita yang diketahui adalah pacar kesekian Bary. Laki-laki tersebut menatap gadis yang ada di hadapannya dan berkata, "Enggak papa, teman aku ini, cewek yang dia suka lagi jalan sama cowok lain." Sambil mengkode matanya ke arah gadis yang berada disebrang mereka. "Itu?" tanyanya bisik, Bary mengangguk dengan yakin. "Cowoknya kaya enggak asing," gumam gadis tersebut yang membuat Bary mengerutkan keningnya. Bary bertanya, "Kamu kenal?" Gadis tersebut terdiam sejenak memeprhatikan kedua insan yang berada di sebrangnya lalu menggelengkan kepalanya, Bary hanya manggut-manggut saja. Tia tanpa sengaja melihat Bary, ia memicingkan matanya seolah meyakinkan. "Dia sama cewek?" tanya Tia yang membuat Rey bingung dan menatap ke arah pandangan sang adik. "Kamu kenal?" tanya Rey. Tia menjawab, "Teman abang Revan." Rey hanya ber Oh ria saja setelah mendengarnya sambil terus memperhatikan laki-laki tersebut. Makanan yang mereka pesan kini telah dihidangkan di meja mereka, tanpa pikir panjang mereka memakan makanan mereka selagi hangat dan menggiurkan. 10 memit setelah makan, mereka berbincang sejenak lalu memutuskan untuk pulang. Rey melajukan mobilnya keluar dari perkarangan mall tersebut, langit sudah mengoren ternyata lama juga mereka berada di mall. Tia menyetel lagu untuk menemani perjalanan pulang mereka, ia bersandar di bangku mobil dengan mata yang menatap jalanan. "Kamu kalau ngantuk, tidur aja Queen," ucap Rey sambil jari jemarinya bergerak di atas setir mengikuti irama musik yang terdengar. Gadis tersebut perlahan memejamkan matanya yang membuat Rey menatap sang adik dengan senyuman tulus. "Siapapun yang menyakiti kamu, abang akan turun tangan," gumam Rey dengan senyuman. 30 menit kemudian, Rey telah sampai dirumah dan memarkirkan mobil tepat di pintu rumah mereka, ia menatap sang adik dan tidak tega untuk membangunkannya, perlahan ia turun lalu beralih ke pintu mobil Tia. Rey menggendong sang adik ala bridal style dengan sangat hati-hati. "Bawa barang saya ke dalam," ucap Rey kepada bodyguardnya. Bodyguard tersebut mengangguk sopan lalu membuka pintu mobil untuk membawa barang-barang belanjaan majikannya. Caca yang baru selesai menata makanan di atas meja jelas sedikit berlari ke arah anak pertamanya, Rey hanya menginsyaratkan untuk diam. "Aku taruh Queen dulu," ucap Rey dengan pelan. Wanita paruh baya tersebut hanya mengangguk lalu menepuk pelan bahu sang anak pertama, Rey melangkahkan kakinya menuju lift ke lantai kamar sang adik, karena tidak mungkin ia menaiki tangha kemungkinan sang adik akan terbangun sanga besar. "Queen kenapa?" Cava menoleh ke arah sumber suara yang ia kenal, siapa lagi kalau bukan suaminya. "Enggak papa Mas, Queen sepertinya ketiduran dan Rey enggak mau bangunin," ucap Caca yang membuat Rifan hanya ber Oh ria saja. Kecupan singkat dan tiba-tiba mendarat di pipi wanita yang tidak lagi muda tersebut, namun aura kecantikannya masih terpancar. "Kenapa Mas?" tanya Caca. "Enggak papa, emang enggak boleh cium istri sendiri?" tanya Rifan dengan nada merajuk yang membuat Caca tertawa pelan lalu menyenderkan kepalanya di bahu sang suami. Caca berkata, "Boleh dong Mas." Rifan tersenyum singkat lalu mengecup bibir sang istri. "Astaga, Ayah Bubu, kalian ini berdosa banget," ucap Revan yang membuat kedua orang tuanya jelas terlonjak kaget karena kehadiran Revan tiba-tiba. "Ganggu aja kamu!" seru Caca yang membuat Revan melotot tidak percaya, Rifan yang mendengar hanya tersenyum tipis sambil merangkul posesif sang istri. Revan menghela nafasnya lalu memutar bola matanya dengan jengah. "Ya Allah salah apa hamba," ucap Revan. "Yeuh ini anak tak pukul juga nih," cetus Caca yang menahan gregetnya ke anak keduanya. Rifan hanya mengelus pinggang sang istri yang membuat wanita paruh baya tersebut menatap cemberut ke sang suami. "Sudahlah, aku sudah tidak kuat melihat kalian pamer kemesraan," cetus Revan lalu melenggang pergi menaiki anak tangga. "Makanya punya pacar?!" seru Caca membuat Revan yang mendengar hanya menghela nafasnya, kalau orangtua lain melarang anaknya pacaran orangtua dia malah nyuruh pacaran. "Loh, lu udah balik Bang? Tia mana?" tanya Revan ketika melihat abangnya keluar dari kamar sang adik. Rey menjawab, "Tidur." Revan tersenyum jahil lalu mendekati ke pintu samg adil, baru saja ingin membukanya Rey berkata, "Kalau dia sampai bangun karena di ganggu lu, gue stop uang jajan 5 bulan." Jelaa Revan langsung terdiam dan mengurungkan niatnya. "Anceman lu jelek banget asli!" seru Revan yang membuat Rey hanya menggelengkan kepalanya lalu melangkah menuruni anak tangga. Revan bergumam, "Tahu gitu kemarin gue terusin aja ngurus perusahaan." Ia lalu melangkah memasuki kamarnya dan membersihkan tubuhnya. Rey kini melangkah menuju ruang keluarga, ia mengambil remote dan menyalakan salura televisi. "Bang." Rey menoleh ketika sang ibu memanggil. "Iya Bu, kenapa?" tanya Rey. Wanita paruh baya tersebut lalu melangkah menghampiri anak pertamanya dan duduk disampingnya. "Kamu sudah banyak ngurus perusahaan, kenalin pacar dong, emang di perusahaan enggak ada yang kamu taksir apa?" tanya Caca yang membuat Rey jelas terkejut. "Kalau Rey bawa pacar kerumah nanti Bubu bingung lagi mau pilih yang mana," cetus Rey dengan pedenya. Caca yang mendengar jelas menatap heran ke sang anak. "Kamu ini, kalau dibilangin malah bercanda terus," cetus Caca sambil menghela nafansya dengan gusar. "Nanti juga Rey kenalin kok, kan Rey mencari pendamping bukan pacar," jawab Rey. "Bubu si mau kamu dulu ya nikah, walau Queen yang dijodohkan," ujar Caca. Rey tersenyun singkat lalu berkata, "Tenang aja. Lagi juga Queen enggak akan aku boleh nikah buru-buru, sebelum semua sekolahnya selesai tuntas." Wanita paruh baya tersebut tersenyum sambil mengelus pucuk rambut sang anak pertama, ia sangat tahu bahwa anak pertamanya sangat amad menyayangi adik-adiknya terutama Queen. Sedangkan di sisi lain gadis cantik tersebut kini membuka matanya perlahan dan tersadar kalau ia sudah di kamar. "Perasaan tadi di mobil, kok tiba-tiba dikamar?" tanya Tia dengan bingung, ia kini memposisikan dirinya untuk duduk di kasur dengan raut wajah yang mengantuk, ia perlahan melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan jam 8 malam. "What?! Jam 8," ujar Tia, baru saja ingin niat turun dari ranjangnya namun ia mengurungkan niatnya dan bercetus, "Biarinlah, lagi pula kan emang enggak niat makan malam." Gadis tersebut kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur king sizenya dan menutup kembali tubuhnya dengan selimut. Beberapa detik kemudian ia membuak kembali selimut dan berjata, "Tapi motor sport gimana?! Kalau enggak di ikut, sia-sia kehilangan ijin dari bang Rey." Tia kembali duduk di atas kasur, lalu menedenga selimutnya dengan rasa kesal. Gadis tersebut tanpa pikir panjang beranjak dari kasurnya dan melangkah menuju kamar mandi. Setelah selesai ia memutuskan untuk memakai baju santai terlebih dahulu, ia menuruni anak tangga dengan terburu-buru sehingga membuat keluarganya yang sedang berada di ruang makan menoleh bersamaan. "Kenapa Queen? Kamu kenapa?" tanya Rifan, Tia hanya terdiam sambil melangkah mendekat ke arah keluarganya. "Pasti lu ngiranya lu di tinggal makan malam diluar ya?" tanya Revan sambil menaikkan kedua alisnya. "Katanya mau makan malam? Emang enggak jadi?" tanya Tia. Caca yang melihat anak gadisnya hanya tersenyum tipis lalu berkata, "Sini kamu duduk, kita makan malam bersama." Gadis tersebut dengan raut wajah bingung menarik kursi yang berada disebelah abang pertamanya lalu duduk. Rey berkata, "Makan malamnya di tunda Queen." Tia yang mendengar jelas terkejut dan bergumam, "Kalau gitu ngapain mandi tadi." Revan menyela, "Pasti kalau enggak pergi, enggak mandi tuh." Tia yang mendengar ledekan dari abang keduanya hanya bermenye-menye saja. "Sudah, kita makan sekarang," ucap Rifan. Mereka kini makan malam bersama dengan nikmat, sambil sesekali berbincang dan bersendau gurau biar keadaan tidak hening dan sepi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD