Bab 11

2048 Words
Sinar mentari menyerbak masuk kedalam kamar gadis yang kini sudah membuka matanya perlahan sambil menghalau cahaya yang menyilaulan, ia merentangkan tangannya lalu memposisikan dirinya untuk duduk. Ketukan pintu membuatnya ia terdiam sejenak menatap pintu putih tersebut. "Masuk," ujar Tia. Pintu hanya terbuka tanpa menunjukkan sosok yang mengetuk. "Halo adek ku yang bau iler." Gadis tersebut jelas tahu suara siapa itu, yaps abang keduanya. Raut wajah tampan nongol begitu saja dengan cengiran khasnya. "Astaga anak perawan baru bangun jam segini," ujar Revan sedikit lantang yang membuat Tia hanya menatapnya jengah. "Lu ngapain si Bang?" tanya Tia malas. "Ya bangunin lu lah, gue sebagai abang yang baik dan sayang sama adik bau iler ini, sudah menjadi keharusan membangunkan si kebo betina," ucap Revan yang membuat Tia kini melempar bantal ke arahnya namun sayangnya laki-laki tersebut menghindar. Revan berkata, "Eits tidak semudah itu maemunah." Ia lalu melangkah untuk membuka hordeng agar cahaya mentari leluasa menyinari ruang kamar sang adik. "Bang silau!" seru Tia sambil menghalau matanya. "Biar lu bangun, kaya vampire aja lu takut matahari," cetus Revan Gadis tersebut menghela nafasnya dengan gusar. "Lu mendingan kaya di sekolah aja dah kaga bawel, dirymah bacot bet lu," ungkap Tia yang membuat Revan kini memandangnya cemberut. "Dibawelin sama orang ganteng enggak mau, aneh," ujar Revan sambil mengedipkan satu matanya. "Gantengan juga kambing di bedakin dari pada lu! Udah sana keluar, gue mau mandi!" seru Tia yang menbuat Revan hanya menatap meledek lalu melangkah pergi dari hadapan sang adik. Sebelum menutup pintu Revan berkata, "Jangan lama. Gue males nungguin lu." Tia yang mengambil bantal lalu melempar ke arah pintu yang sudah tertutup rapat oleh sang abang kedua. Revan tertawa puas karena dua kali sang adik tidak bisa mengenai dirinya, Rey yang baru saja mau menuruni tangga melihat Revan jelas mengerutkan keningnya. "Kenapa ketawa?" tanya Rey dengan raut wajah tegas. "Ah– enggak bang," jawab Revan kikuk. Rey menatap seraya menyelidiki dan bertanya, "Lu pasti ngeledek Queen kan?" Ia kini merangkul tengkuk leher adik keduanya, Revan hanya menyengir kuda saja. Kedua laki-laki tersebut kini menuruni anak tangga bersamaan. "Jangan ganggu Queen mulu Van," cetus Rey. Revan menjawab, "Bang, ganggu dia tuh seru." Rey yang mendengar hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil sesekali menjitak kepala sang adik kedua. Mereka kini melangkah ke ruang makan yang sudah berada kedua orang tuanya, dan Bibi yang sedang menghidangkan sarapan untuk mereka. "Morning," ucap Rey dengan senyuman. "Morning Bang," balas Caca. Rifan bertanya, "Kamu katanya mau bangunin Queen? Mana dia?" "Lagi mandi Yah," balas Revan. Mereka berdua kini duduk di kursi ruang makan. Caca memcetus, "Kebiasaan tuh anak, pasti abis begadang semalem." "Kaya kamukan," balas Rifan yang membuat Caca menoleh dengan tatapan tidak terima. 10 menit kemudian, Tia menuruni anak tangga setelah rapih dengan seragam sekolahnya, tanpa pikir panjang ia melangkah ke ruang makan yang sudah ada keluarganya. "Selamat pagi," ucap Tia sedikit lantang. "Pagi sayang," balas Rifan dengan senyuman. Caca berkata, "Pagi kebo." Tia yang mendengar jelas menatap cemberut ke arah sang ibu, Revan menahan ketawanya yang mendapat tatapan tajam dari Rey. "Bubu mah gitu," rajuk Tia. "Mau sarapan apa kamu?" tanya Caca, gadis tersebut melihat hidangan sarapan di atas meja makan tersebut. Rifan berkata, "Kasih dia nasi goreng." Tia yang baru saja ingin menjawab roti jelas menatap sendu ke arah sang Ayah. "Kamu harus makan nasi," ucap Rifan sambil menyuap makanan ke dalam mulutnya, Caca hanya menuruti saja perkataan sang suami. Rey yang melihat raut wajah sang adik tidak suka lalu berkata, "Makan Queen, atau perjanjian kita batal." Tia yang mematap sang abang pertamanya seolah mendapat pembelaan namun ia harus menelan kekecewaan kini. Mereka kini menikmati sarapannya dengan lahap. "Rey, hari ini ada pertemuan dengan perusahaan Mr. Letuk," ucap Rifan memecah keheningan. "Iya Yah, apa ayah akan ikut pertemuan itu juga?" tanya Rey. Pria paruh baya tersebut terdiam sejenak lalu berkata, "Ayah akan dampingi kamu." Rey yang mendengar jelas tersenyum tipis. "Kalian ini ngomonginnya bisnis mulu," cetus Caca dengan nada merajuk. "Kamu juga kalau sudah turun tangan di perusahaan, seriusnya juga ngalahin aku sama Rey," ujar Rifan yang menbuat ketiga anaknya hanya menahan ketawanya, sedangkan sang Ibu hanya terdiam karena itu benar nyatanya. Revan menyela, "Apalagi kalau marah. Huh singa betina lewat." Caca yang mendengar ledekan dari sang anak jelas menatap tajam yang membuat Revan menyengir lalu membentuk 2 jari seraya berdamai. "Queen, hari ini abang enggak bisa anterin kamu, kamu bareng Revan aja ya," ucap Rey. Revan yang mendengar jelas ingin protes namun suara laki-laki dengan lantang berkata, "Selamat pagi semua. Rega ganteng datang." Semua yang berada di ruang makan tersebut menoleh ke arah sumber suara. "Ga, lu ngapain kesini pagi-pagi?" tanya Revan dengan raut wajah bingung, Rega melangkah mendekati mereka sambil mengambil sesuatu di dalam tasmya. "Ini, gue mau nganterin ini buat Tante cantik akoh," kata Rega lalu memberikan kantung coklat kepada Caca. Caca mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Loh ini apa Ga?" "Kemarin Papah abis pulang dari Jogja, terus katanya ini buat Tante dan harus dikirim pagi ini juga," jelas Rega. "Wah, bakpia, bilangin sama Papah mu ya makasih," ucap Caca sambil mengeluarkan bakpia dan makanan lainnya. Rega berkata, "Kalau gitu Rega pamit berangkat sekolah ya." "Loh kamu enggak sarapan dulu?" tanya Rifan. "Enggak Om, udah sarapan," balas Rega, Tia beranjak berdiri dan mengambil tas yang ia taruh di sandaran kursi. Tia berkata, "Diam. Gue mau bareng lu! Tungguin." Gadis tersebut lalu menghampiri kedua orang tuanya untuk cipika cipiko pamitan tidak lupa ke abang pertamanya juga, Rey yang melihat hanya menatap bengong sedangkan Revan senyum kemenangan. "Kalau gitu Revan juga berangkat deh," ucap Revan lalu berpamitan juga. Mereka bertiga melangkah keluar menuju motor yang sudah terparkir rapih dihadapan pintu masuk. "Ga, gue aja yang bawa," ucap Tia. Revan menyela, "De, bahaya ah." "Enggak, enggak, gue aja. Lu duduk manis aja di belakang," ucap Rega. Tia kini mengeluarkan jurus andalannya dengan memanyunkan bibirnya, kedua laki-laki tersebut jelas saling menatap satu sama lain. Revan mengkode ke arah Rega untuk memberikan kuncinya, namun Rega enggan untuk memberikan. "Ga, ribert kalau nanti dia ngadu yang enggak-enggak sama Bang Rey," ujar Revan. Rega dengan sangat terpaksa memberikan kunci motornya, gadis tersebut tersenyum kemenangan sambil melempar kunci motor lalu ia tangkap kembali, ia memakai helm full facenya, jaket kulit melekat menutupi seragam sekolahnya. "Siap?" tanya Tia, belum sempat Rega menjawab, gadis tersebut melajukan motornya yang membuat Rega hampir terjungkal. "Ti, pelan-pelan! Gue enggak mau mati gara-gara lu," ucap Rega sedikit berteriak, Tia yang mendengar hanya tersenyum tipis saja. Revan yang melihat snag adik mengendari motor merasa curiga, karena kekencangannya dibatas normal wanita membawa motor bahkan hampir membuat sahabatnya terjungkal, ia menggelengkan kepalanya pelan lalu menambah kecepatan hingga kini motornya berdampingan dengan sang adik. " Gadis tersebut membuka kaca helm fullface-nya lalu menatap ke arah Revan."Bang, mau taruhan enggak?" tanya Tia sambil menaikkan kedua alisnya. "Taruhan apa?" tanya Revan sambil merentangkan jari-jemarinya. Tia menjawab, "Yang masuk duluan ke gerbang sekolah, harus traktir selama seminggu." Rega memandang sang sahabat sambil menggelengkan kepalanya, pasalnya ia tahu bahwa gadis yang membawa motornya pasti menang. "Oke." Rega yang mendengar menghela nafasnya pasrah, ia memejamkan matanya ketika lampus sudah detik-detik menghijau, dan Tia sudah menderukan motornya. Mereka melajukan dan memainkan tali gas salimg beriringan, bahkan mereka terbilang imbang, tenang mereka masih mendahululan keselamatan dan sangatlah berhati-hati. Tia yang pertama sampai di parkiran, sedangkan beberap detik kemudain Revan menyusulnya. Semua yang berada di sekolah jelas menatap terkejut ketika motor Rega di kendarai oleh seorang wanita. Tia melepas helm fullface milik Rega, semua kembali terkejut ketika gadis tersebut yang ada dibaliknya. "Jangan lupa traktir selama seminggu," ucap Tia sambil menaikkan kedua alisnya. "Ga, thank you atas tumpangannya," ujar Tia sambil menepuk bahu Rega, gadis tersebut melangkahkan kakinya meninggalkan mereka yang masih berada di parkiran. Rega benar-benar lemas, kakinya bahkan hampir tidak bisa menompang tubuhnya. "Gara-gara lu, gue udah gelengin kepala lu malah bilang oke," cetus Rega. "Gue mana tahu kalau Queen bisa ngalahin gue," ucap Revan tidak percaya, sedetik kemudian ia menoleh ke arah sahabatnya seolah mencari sesuatu untuk dipertanyakan. Rega menyela, "Apa? Mata lu mau gue colok. Udah ayuk kekelas." Laki-laki tersebut meninggalkan sahabatnya yang masih menatap curiga, Rega menghela nafasnya sejenak ketika dapat menghindar dari Revan. Tia berjalan menyusuri lorong sekolah menuju kelasnya, masih terdengar bisikan-bisikan soal dirinya namun kali ini ia tidak ambil pusing, setidaknya ia harus bertahan sampai lulus nanti. Kini ia melangkah ke arah tempat duduknya, namun kini raut wajahnya bingung ketika melihat ada tas yang ia kenal bertengger di kursi tersebut. "Kenapa tasnya ada di sini?" tanya Tia bingung. Gadis tersebut tanpa pikir panjang mengambil tas tersebut untuk di pindahkan, namun gerakan tangannya terhenti ketika suara yang ia kenal berkata, "Jangan di pindahin, biarin disitu." Tia jelas menoleh ke arah sumber suara, ketiga gadis berdiri tepat dihadapannya kini. "Oh, oke." Tia meletakkan kembali tasnya, lalu berjalan ke arah belakang baris kedua. "Mau kemana?" tanya Rima. Tia menoleh dan menjawab, "Duduk lah, itukan udah tempatnya Rayna." "Gue mau duduk sama lu," ujar Rayna yang membuat Tia terdiam menatap mereka bertiga. Siska berkata, "Itu tempatnya Fero, dan ini tempatnya lu." Sambil menunjuk bangku yang berada tas Rayna, Tia jelas menatap bingung. "Kenapa? Kalau alasan lu pada cuman gara-gara takut soal kejadian kantin tempo lalu, tenang aja gue enggak akan nyakitiin lu bertiga," jelas Tia dengan senyum kecutnya, mereka bertiga jelas terdiam menunduk sejenak. Rayna berkata, "Ti, kita mau minta maaf sudah kemakan gosip itu, kita salah enggak nyari tahu dulu kebenarannya." "Iya Ti, gue tahu lu enggak akan mungkin ngelakuin hal itu," cetus Rima. Siska menimbrung, "Maafin kita, gue tahu mungkin kita enggak pantes si dapet maaf lu, tapi kita tulus minta maaf sama lu." Belum sempat Tia menjawab bell istriahat berbunyi, Rayna duduk di kursinya dan menatap Tia yang masih berdiri. "Lu enggak duduk?" tanya Siska sambil mengkode melalui matanya, dengan raut wajah datar gadis tersebut melangkah dan duduk di samping Rayna yang kini tersenyum tipis begitu juga dengan Siska dan Rima. Semua para siswa-siswi mengikuti pelajaran dengan serius, hingga bell istirahat berbunyi. Tia beranjak berdiri dari bangkunya, sedangkan ketiga orang tersebut masih terdiam duduk dan menatap Tia. Gadis tersebut menghentikan langkah kakinya lalu bertanya, "Lu bertiga enggak mau ke kantin?" Setelah itu ia kembali melanjutkan langkah kakinya, ketiga orang tersebut saling menatap satu sama lain lalu beranjak mengikuti langkah untuk menyamai gadis yang sudah terlebih dahulu keluar kelas. Bisikan serta gosipan jelas tidak dapat terhindar di telinga mereka, namun mereka bertiga kini bodoamad yang jelas mereka bertiga percaya kepada Tia. "Ti, kita janji apapun gosip tentang lu, kita akan konfirmasi dulu sama lu," ujar Siska. Rima menyela, "Iya Ti benar kata Siska." "Makasih sudah maafin kita ya Ti, maaf juga atas perkataan yang mungkin nyakitiin perasaan lu," jelas Rayna dengan penuh rasa sesal. Tia bertanya, "Emang ada bilang gue maafin?" Ketiga oramg tersebut jelas menghentikan langkahnya yang membuat Tia yang menyadari menyengir lalu menghentikan langkahnya lalu berbalik badan. "Bercanda gue." Mereka bertiga mendongak lalu melangkah ke arah Tia kembali. Bruk! "Sorry enggak sengaja," ucap Tia ketika ia menyadari menubruk seseorang karena keasikan tertawa, ia kembali melanjutkan langkahnya. "Berhenti lu!" Gadis tersebut dan ketiga sahabatnya menghentikan langkahnya. Tia berbalik badan dan menatap wanita tersebut. "Kenapa?" tanya Tia dengan nada pelan. "Lu yang namanya Tia kan?" tanyanya. "Iya." "Apa enggak ada yang ngasih tahu ke elu, gue ini siapa?" tanyanya, Tia jelas terdiam memperhatikan dari atas sampai bawah. Tia menjawab, "Enggak, enggak penting juga. Tapi pada intinya gue udah minta maaf sama lu." Gadis tersebut kini kembali melanjutkan langkahmya menuju kantin. "Ti, itu Kak Chika. Kakak kelas kita, berkuasa lebih dari Rika," jelas Siska berbisik. "Enggak penting, emang ini kerajaan segala ada kekuasaan," balas Tia dengan santai, gadis tersebut masih mencari bangku kosong dan ia malah menemukan segerombolan laki-laki yang ia kenal. Rayna memanggil, "Ti." Gadis tersebut tidak menggubris, ia melanjutkan langkahnya ke arah lima cowok tersebut, jelas ketiga sahabatnya saling menatap satu sama lain dan saling colek mencolek menatap Tia yang berjalan didepannya. "Gue gabung sini ya," ucap Tia, ia langsung duduk tanpa mendengar perijinina dari mereka berlima. Rega menyela, "Tanpa ijin juga lu udah duduk duluan." "Namanya juga kebo betina," sindir Revan yang kini mendapat tatapan tajam dari sang adik. Tia kini menoleh ke arah sahabatnya yang masih setia berdiri. "Lu bertiga ngapain berdiri aja, duduk, mereka enggak gigit kok," ucap Tia dengan senyuman tipis, semua penghuni kantin jelas menatap mereka dan berbisik, tak di pungkiri mereka iri akan bisa duduk bareng mostwanted sekolah tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD