Chapter 3

1533 Words
Pedro POV Hari ini juga, Agusta datang ke sekolah, naik bis seolah-olah masih muda saja, tidak sadar umur sekali om-om m***m itu. Mengikuti pelajaran yang sama denganku, sementara aku di sibukkan oleh tes matematika dadakan, si setan dengan santainya menulis beberapa bab buku ilmiah tentang penjelasan asexual di atas lembaran kertas HVS yang dia minta dari teman sekelasku, Josh. Si pemilik bangku yang dia invasi. Aku berkali-kali melirik ke arahnya, merasa sedikit terkejut mengetahui sisi lain si setan yang ternyata bisa serius juga. Walau aku tahu Agusta memang seorang penulis buku ilmiah, tapi karena dia selalu terlihat menguntitku, aku jadi lupa kalau dia seorang pria dewasa yang mempunyai pekerjaan. Kalau diam seperti ini kan bagusan, jadinya aku tidak terlalu ill-feel. Tanpa sadar aku malah melupakan soal yang harus aku kerjakan, malah menatap keningnya mengerut, terlihat serius sekali. Memerhatikan Kulit putih terawat itu, yang membuat wajahnya tampak jauh lebih muda dari usia aslinya. Wajahku mendadak memanas saat tatapanku berpindah ke bibir tipis yang sering melecehkan aku itu. Merah menggoda. Aku menggigit bibirku sendiri tanpa sadar, kala bayangan kejadian kemarin pagi mendadak terngiang-ngiang di kepalaku. Bagaimana bibirnya itu bergerak sensual melumat bibirku. "Bunny, aku senang sih kamu perhatikan dengan penuh cinta, tapi tesmu perlu di kerjakan lho," ucap Agusta mendadak dengan seringai m***m di wajahnya. DEG! Dia sadar aku perhatikan!? "Enak saja! Aku tidak memperhatikanmu! Jangan terlalu percaya diri setan!" balasku seraya membuang muka, kembali berfokus pada angka-angka di lembar soalku. "Fuu~" Tapi si setan mendadak mendekat dan meniup telingaku lagi. "GYAAAAAAA!!" Refleks aku langsung menjerit dan berdiri sambil memegangi telingaku. "Aku suka lho wajahmu yang memerah dan telingamu yang sensitif itu," ucapnya tidak tahu malu. "WAJAHKU TIDAK MEMERAH SETAN! DAN JANGAN SEENAKNYA MENIUP TELINGAKU!" Aku berteriak memprotes. "Malu ya, Bunny? Manis deh~." Agusta malah mengedipkan matanya genit, membuatku merinding ngeri. Aku langsung memindahkan pandanganku ke arah Mrs. Margaret yang berdiri di depan kelas, menatapnya mengiba, berharap dia memarahiku, atau mengusirku sekalian dari kelas agar bisa melarikan diri dari si setan. Sumpah! Ini pertama kalinya dalam hidup, aku mengiba demi mendapatkan sebuah hukuman. Akan tetapi dunia orang dewasa memang egois, Mrs. Margaret langsung membuang muka dan berpura-pura membaca absen kelas yang dia pegang terbalik saat Agusta menatapnya dengan seringai nerakanya. "s**t!" makiku. Lalu kembali fokus pada soalku, berusaha menganggap si setan tidak ada. Syukurlah Agusta masih punya kesadaran diri, sebab dia ikut diam dan kembali sibuk menoreh kata demi kata dengan istilah asing di atas kertas HVS. Aku pun menghembuskan napas lega, berusaha menetralkan detak jantungku yang entah kenapa begitu berisik. Setelah lima menit, lembar jawabanku sudah selesai aku isi semua. Namun, masih ada lima belas menit sebelum pergantian jam, aku putuskan untuk tidur saja. Lagi pula Mrs. Margaret mengabaikan aku kok, untuk apa aku menghargainya lagi? Tapi sialnya, baru saja aku menjatuhkan kepalaku ke atas meja, tangan si setan sudah ada di pahaku, mengelus-elus dengan jahanamnya. Aku pun berniat bangkit berdiri dan memaki, tapi sebelum aku lakukan, Agusta sudah berbisik, "silakan teriak jika kamu mau mempermalukan diri sendiri, Bunny~." Dengan nada bicara riang dan seringai jahil pula!? Aku langsung bungkam. "He-hentikan," bisik aku ke si setan, saat tangan itu mulai berpindah meremas milikku. Sementara si setan dengan santainya bersenandung riang gembira berpura-pura mencatat apa pun itu yang dia kerjakan tadi. Padahal tangan kirinya bergerak melecehkan aku di bawah meja. Sial! Terkutuklah meja yang besar dan tertutup hingga mata kaki ini! Harusnya aku tidak duduk di meja paling pojok dan paling belakang pula! Jadinya tidak ada yang menyadari pelecehan si setan. Eh? Tapi jika di ketahui pun ... apa si setan akan berhenti? Aku rasa tidak. Dia, kan tidak tahu malu!? Matilah aku. "Ah!" Aku langsung menutup mulutku dengan tangan kananku, saat desahan sialan itu mendadak keluar dari mulutku, ketika si setan telah memasukan tangannya ke dalam celanaku. Aku pun memberinya pelototan mengancam yang dia balas dengan senyuman miring yang seksi. Bukan! Itu seringai licik penuh niat busuk. Terbukti dengan gerakan tangannya yang makin cepat, membuatku kehilangan kendali diri. Mati-matian aku menahan desahanku. Membuatku merasa frustrasi karenanya, sementara masih tersisa sepuluh menit sebelum bel berbunyi. "Bunny, tahan sampai bel ya," bisik Agusta j*****m, dilanjutkan dengan menjilat telingaku. "Emm ... ah!" Desahan pun lolos dari mulutku, sial! Dia sengaja! Agusta memamerkan seringai jahilnya dan kembali menjilat telingaku yang sensitif, sementara tangannya masih memainkan ujung milikku di bawah sana. Terkutuklah Mrs. Margaret yang masih pura-pura menatap ke arah jendela dan Josh yang malah menyeringai mengejek dari meja di sebelah Agusta. Aku yakin Josh pasti melihat apa yang Agusta lakukan padaku! Argh ... dasar sahabat pengkhianat!! *** Setelah bel berbunyi, aku langsung menendang Agusta dan melarikan diri darinya. Bersembunyi di ruang loker anak-anak klub sepak bola. Berhubung aku bukan anggota klub ini, aku yakin si setan tidak akan menemukan aku di sini. Aku mandi membersihkan diri sisa-sisa pelecehan si setan. Jika begini terus maka keperjakaan aku bisa terancam. Bagaimanapun juga, sebagai pria normal aku ingin saat pertamaku dengan seorang wanita manis atau seksi. Bukan dengan om-om seksi. Salah, om-om licik dan m***m maksud aku. Setelah sudah bersih, aku keluar dari bilik shower, menemukan Josh sang kapten klub sepak bola tengah menyeringai di bangku panjang ruang loker. "Aku baru tahu lho kalau Pedro polosku sudah tidak sepolos dulu," ejeknya menyebalkan. "Sialan! Teman macam apa kamu ini, Josh! Bukannya menolong malah menertawakan aku!" protesku, seraya menendang tulang keringnya. Meraih baju olah ragaku sebagai ganti seragam yang sudah kotor dinistakan oleh Agusta. Josh mengaduh, kemudian menggerakkan jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan. "Ckck ... aku ini teman yang baik, Pedro. Coba kau bayangkan jika aku menghentikan tingkah om itu, satu kelas akan tahu kalian sedang blowjob-an di bawah meja. Mau di taruh ke mana mukamu?" ucapnya. Aku langsung terdiam, sadar bahwa kata-katanya itu benar, pilihan yang manapun juga aku tetap yang akan di permalukan. Aku meringis merespons Josh. "Benarkan?" ujarnya lagi. Aku menghela napas. Kemudian mengeluh, "Menurutmu aku harus bagaimana?" Bertanya meminta saran. "Bagaimana apanya? Ya nikmati saja. Setidaknya om itu tampan," jawab Josh santai. Mata aku langsung melotot, lalu memukul kepala Josh agar tidak korslet lagi. "AKU BUKAN HOMO, JOSH!! DEMI SETAN!!" pekik aku histeris. "Manusia bisa berubah, Pedro. Ya ampun kepalaku ... bagaimana jika aku jadi bodoh kau pukul terus, hah!?" Namun, Josh malah memprotes dengan santainya. "KAMU MEMANG SUDAH BODOH!" Aku kembali berteriak, lalu pergi sambil membanting pintu. Nasib sial apa ini!? Ibu dan sahabatku sejak bayi mendukung si setan!? Bunuh saja aku! Aku masih mau meremas d**a perempuan yang empuk, bukan batang terong yang keras. Sementara aku menggerutu sambil berjalan, mendadak sebuah tangan merangkul aku, berbisik genit di telinga aku. "Ketemu juga, Bunny~." Deg! Jantung aku berhenti berdetak selama satu detik. Lalu mendadak sangat berisik. Aku pun meronta-ronta. "LEPASKAN!! LEPASKAN OM m***m!!" "Ahahaha ... ronta-ronta saja sampai capek. Kamu tidak bisa lolos lagi, Bunny!" Tawa Agusta nyaring, seperti tawa seorang tokoh antagonis di sebuah film action. Dan saat aku tersadar, Agusta tidak lagi merangkul aku. Sebagai gantinya sebuah besi bentuk bulat dengan rantai cukup panjang mengikat tanganku dan menghubungkan dengan tangannya. "BENDA APA INI? LEPASKAN, AGUSTA!" protesku sambil menariknya kasar, tapi besi itu tidak bergerak sama sekali, bahkan tidak ada lubang kuncinya!? "Benda bagus bukan? Hanya bisa di lepas dengan remote yang ada padaku," jelas si setan riang. Aku mendengus tidak percaya. "Dibanting juga bakalan lepas!" Kemudian memukulkan benda itu ke dinding. "Gyaaaa!!" Si setan terkekeh. "Kalau di lepas secara paksa bakal menyetrum lho~. Lalu kalau sampai terbuka paksa ... jarum yang ada di dalam benda itu akan menusuk nadimu, memasukan obat perangsang~. Aku sih dengan senang hati menunggu kamu melepas borgol itu sendiri kok. Butuh bantuan? Aku punya tang, kunci inggris, gunt – " "STOP! STOOP!! STOOOP!!! AKU TIDAK BUTUH APA PUN!" Aku menjerit ngeri. sebelum si setan menyelesaikan ucapannya. Sementara aku semakin frustrasi, Agusta semakin riang, dia kemudian mengeluarkan tang dari sakunya, berniat memukul borgol itu. "Cukup! Cukup!! Jangan lakukan itu Agusta! Aku tidak akan kabur lagi!" Mohon aku putus asa, saking tidak maunya teracuni oleh obat perangsangnya. Apalagi kami tengah berada di halaman sekolah jam pulang di mana anak-anak sedang berkumpul untuk kegiatan klub atau sekadar berjalan ke arah bus sekolah yang tersedia di dekat gerbang. Kenapa otaknya begitu m***m!? "Benarkan? Kok aku tidak percaya ya," ucapnya sok ragu-ragu, sangat kontras dengan bibirnya yang menyungging senyuman jahil. "Percayalah!" "Cium dulu!" "A-apa!?" Kagetku, si setan mengedipkan matanya. "Kalau dicium aku akan percaya." "Tidak!" "Baiklah ... kalau begitu!" Tangannya kembali mengeluarkan sebuah palu dari sakunya, sementara tangan kirinya menahan tangan aku yang terborgol, tangan kanannya mengayunkan palunya. Aku langsung menjerit lagi, "BAIKLAH!! AKU AKAN MENCIUM KAMU!!" Yang langsung aku sesali, saat seringai penuh kemenangan itu terukir indah di rahang kokohnya. "Lakukan sekarang." Pinta Agusta tidak sabaran, sambil menarik tengkuk aku. Refleks aku langsung melumat bibir pahit itu, menggigitnya gemas. Agusta langsung membalas ciumanku, kami saling melumat cukup lama. Bukannya aku senang mencium om-om m***m itu, tapi karena terpaksa! AKU TERPAKSA MELAKUKANNYA!? INGAT ITU!! Mendadak telinga aku mendengar suara-suara gaduh, dan aku pun tersadar. "Cieee ... Pedrooo ... Romantisnyaaa!!" "Cari kamar sana!!" "NIKMATI SAJA PEDRO!!" Teriakan itu berasal dari anak-anak yang masih mengikuti kegiatan klub, termasuk Josh yang berteriak paling keras tadi. Agusta malah tertawa keras sambil menulis sesuatu di notesnya. Sementara aku menjerit, "GYAAAAA!! TIDAAAAAKKKK!!" Mendadak SHOCK!! Wajah aku memucat, berkeringat dingin ... lalu pingsan.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD