5. Surat Panggilan

755 Words
Tubuhku masih gemetar. Aku masih tidak percaya kejadian yang menimpaku. Aku masih berharap ini semua tak nyata tapi rasa sakit menyadarkanku. Aku bukan Maharani yang dulu. Kini, aku sudah kehilangan kehormatanku yang selalu ku jaga untuk suamiku kelak. "Mas Ryan, apa yang akan terjadi dengan hubungan kami? Apa mungkin Mas Ryan tetap ingin menikahiku atau akan meninggalkanku?" Aku turun dari tempat tidur mengambil pakaianku yang berserakan, memakainya dan keluar menuju kamarku. "Neng Rani, apa eneng baik-baik saja?" "Bi Sumi, saya ingin berkemas. Saya ingin cepat meninggalkan villa ini dan tidak akan pernah kembali ke sini. Bibi mendengar dan melihat kejadian tadi kan? Saya tahu mungkin semua orang akan menganggap saya pelakor tapi saya sendiri tidak tahu mengapa saya bisa kehilangan kendali semalam. Bi, maaf sudah merepotkan bibi selama saya di sini. Saya pamit." Bi Sumi hanya menatap punggungku yang berjalan berlalu. ***** "Fan, hatiku sakit. Aku mencintai Mas Bima. Aku tahu aku bukan wanita yang sempurna. Tapi..., apa aku pantas mendapatkan perlakuan seperti ini?" "Kamu bisa menuntut Mas Bima karena sudah melakukan perselingkuhan. Apalagi kita mempunyai bukti yang kuat. Kamu bisa membawa perkara ini ke jalur hukum?" "Tapi..., Papi Kuncoro dan Mami Anna pasti tidak mengizinkan." "Claudia, apa kamu masih mau bertahan dan mengalami sakit hati yang lebih dalam lagi? Ini waktu yang tepat untuk membalas sakit hati kamu." "Entahlah, biarkan aku berpikir sejenak langkah apa yang harus ku ambil selanjutnya? Ini menyangkut reputasi keluarga Bagaskara dan masa depanku dengan Mas Bima." ***** Tit..... tit..... tit. Suara klakson Pak Bima terus berbunyi. Aku bergegas menuju mobil dan duduk bersebelahan dengannya. "Aku sudah mentransfer 100 juta ke rekeningmu. Kita melakukan hal semalam atas dasar mau sama mau. Jadi aku harap tidak ada masalah di kemudian hari. Kamu juga akan segera menikah. Hiduplah bahagia dengan pasanganmu." "Pak Bima, saya akan mengundurkan diri setelah ini. Saya tidak tahu masalah rumah tangga Bapak. Saya hanya berharap Pak Bima bisa berbaikan dengan Bu Claudia." Setelah percakapan itu, kami tidak berbincang lagi sepanjang perjalanan. Aku memandang ke depan dengan pikiran yang terbebani sedangkan Pak Bima fokus menyetir. Akhirnya kami sampai di kantor, aku turun dan memesan taksi. Banyak chat yang masuk dari ayah dan ibuku juga Mas Ryan. Mereka menanyakan keberadaanku dan kapan tiba di rumah. Aku hanya membalas singkat. "Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah. Mungkin 30 menit lagi aku tiba, Bu." "Ibu sudah masak makanan kesukaan kamu. Ryan juga sudah berada di rumah kita. Kamu hati-hati di jalan." "Iya Bu." Di taksi, aku terus berkecamuk dengan pikiranku. "Apa aku harus menceritakan kejadian ini kepada ayah dan ibu? Kapan aku harus memberitahu Mas Ryan yang sebenarnya? Aku dilema." ***** Mereka menungguku di teras rumah dan segera menghampiri taksi yang kutumpangi. "Ran, sini Mas Ryan bawakan barang-barang kamu." "Ran, kamu agak pucat. Apa kamu sakit?" "Rani cuma kurang enak badan Bu. Mungkin kelelahan." "Ibu khawatir kamu tidak membalas pesan ibu dari pagi ternyata benar firasat ibu." "Sudah Bu, kita masuk dulu ke dalam. Rani pasti ingin istirahat dan makan. Rani butuh asupan gizi terlebih dahulu sebelum mendengar celotehan ibu." "Apaan sih Yah? Ibu itu tidak sedang celoteh tapi khawatir." "Iya, iya. Ayo masuk." Kami masuk ke dalam dan makan bersama lalu aku memutuskan untuk istirahat di kamar. Aku ingin menenangkan pikiran dan hatiku agar siap dengan segala keputusan Mas Ryan. "Mas Ryan, maafkan aku sudah membuat khawatir. Terimakasih atas perhatiannya. Aku agak lelah dan ingin istirahat. Aku akan menghubungimu nanti." "Baik. Kamu istirahatlah. Aku pamit pulang. I love you", sambil mengecup keningku. Aku merebahkan diriku di tempat tidur, menatap langit-langit kamarku. Saat memejamkan mata, aku selalu teringat kejadian itu. Setiap gerakan, sentuhan, ciuman Pak Bima membuatku b*******h. "Tidak...., pasti ada yang salah denganku. Saat itu, aku hanya makan dan minum di rumah Pak Hasan. Sepulang dari sana, tiba-tiba aku merasa seperti itu. Apa ada yang salah dengan makanannya? Entahlah aku semakin bingung bila mencoba mencerna kejadian itu." ***** Tok, tok, tok...Tiga orang datang ke rumah. "Apa benar ini rumah Bu Maharani?" "Iya Pak, saya Ayahnya. Ada apa bapak mencari putri saya?" "Kami dari kepolisian. Kami membawa surat panggilan untuk saudari Maharani karena putri Bapak dilaporkan oleh Bu Claudia." "Dilaporkan atas kasus apa?" "Untuk sementara putri bapak berstatus saksi. Jadi kami minta kerjasamanya. Kita akan membahas kasus ini di kantor. Bisa Bapak panggilkan saudari Maharani?" "Ada apa ini Yah? Kenapa Mbak Rani dipanggil ke kantor polisi?" "Ayah juga belum tahu, Ras. Tolong kamu panggil Rani." "Mbak Rani, Mbak. Ini Laras." "Iya Ras. Ada apa?" "Ada orang dari kepolisian mencari Mbak. Apa yang terjadi Mbak?" Aku seketika mematung, tidak tahu harus berkata apa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD