Rahmad terburu saat melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya menunjukkan angka satu lewat lima, dia terlambat.
Dengan setengah berlari dan sedikit mengabaikan aggotanya yang memberi hormat saat berpapasan dengannya.
Mengambil motornya, segera ia melajukannya keluar Satuan Komandonya.
Di pos penjagaan, Rahmad sempat membunyikan klakson motornya dan menganggukkan kepalanya ringan.
Segera berlalu.
Saat akam menyebrang jalan, dari arah kirinya melaju motor dengan kencang. Hampir saja ia tertabrak.
Motor yang tadi melaju kencang oleng, karena sempat menyenggol ban depan motor Rahmad dan motor pengguna jalan lain.
BRAKK
BRUKK
SREEETT
DAKK
Motor tadi menabrak pembatas jalan, sebelumnya menabrak pot bunga dan akhirnya menabrak pohon. Berakhir di got depan satuan Rahmad.
Segera beberapa petugas jaga pos berikut Rahmad, mengahampiri motor yang tadi hampir sempat beradu jago dengan Rahmad.
Di saat akan membantu berdiri. Dari arah belakang mereka datang sebuah mobil patrol polisi yang segera berhenti.
“Permisi, kami sedang melakukan pengejaran terhadap dua orang penjambret tersebut” kata seorang polisi yang tadi datang dan menunjuk orang yang jatuh tadi
Rahmad dan anggota yang lain segera meringkus penjambret yang terperosok mengenaskan di got tersebut. Motornya remuk dan penyok di beberapa bagian depan.
Keadaan dua penjambret tersebut cukup mengenaskan. Dengan luka robek di lengan dan kaki, juga pelipis dan beberapa luka baret di sana sini.
“Baik terimakasih pak sudah membantu kami” ucap salah satu polisi
“Sama-sama pak” jawab Rahmad
“Kami permisi dulu pak”
Rahmad hanya menganggukkan kepala setelah salam hormat dari beberapa polisi. Saat akan menaikkan penjambret berikut motor dan barang bukti, mata awas Rahmad tidak sengaja melihat tas kecil yang sangat ia kenali.
Ya, itu tas kecil milik Raya. Ia tidak salah lihat. Gantungan beruang coklat yang dulu pernah ia berikan pada Raya dan menjadi gantungan kesayangan Raya.
Rahmad segera menghentikan petugas polisi yang tengah membawa barang bukti tersebut.
“Sebentar pak” cegah Rahmad
“Iya pak, ada apa?”
“Apakah yang di jambret tadi tas tersebut” Tanya Rahmad sambil menunjuk tas yang di bawa petugas
“Iya pak, ini tas yang di jambret” jawab peyugas
“Sepertinya itu tas milik teman saya” ucap Rahmad
“Oh jika begitu mari ikut kami ke kantor untuk pengecekan lebih lanjut" ujar perugas tersebut
“Baik, saya akan kesana”
“Baik, pak”
Segera Rahmad mengambil motor yang ia parkir tergesa tadi. Menaikinya dan segera melaju mengikuti mobil polisi tadi.
--
“Heh!? Buluk, udah sampek. Turun gak?” pekik kesal Gio saat tahu Raya menyender dan tidur dipunggungnya
Dengan menggerak-gerakkan punggungnya ia memaksa Raya agar segera bangun dari punggungnya
“Uhhh, masih ngantuk Bang. Tega banget dah” keluh Raya sambil turun dari motor dengan gerutuam
“Kebo banget sih loe. Lagian ini loe abis kena jambret gak ada panik-paniknya loe” kata Gio sambil memarkirkan motornya dan menguncinya
“Ya panik lah Bang, cuma paniknya mengalahkan kantuk gue” jawab Raya sambil menguap
“Dasar loe!! Udah ayo buru, tuh jambretnya udah ketangkep” kata Gio sambil menunjuk petugas yang menggelandang dua orang jambret tadi,
Raya hanya berkedip-kedip menyesuaikan cahaya.
“Alhamdulillah udah ketangkep” kata Raya sambil menguap
“Ditutupin napa, Ray. Cewek nguap lebar-lebar kemasukan lalet nyahok loe” sindir Gio
“Dih !! nyumpahin lagi” jawab Raya sambil melirik kesal
Percekcokkan mereka terus berlanjut hingga mereka memasuki kantor polisi
Di saat akan mengurus beberapa surat, sosok tinggi besar menghampiri mereka.
“Loh Ray”
“Kamu di sini mau ngambil tas” Tanyanya
“Mau mandi” jawab asal Raya tidak terusik dan melanjutkan mengisi beberapa surat
“Dih!!? Sepupu gak tau diri ada abangnya di sini yang di sapa cuma Raya” gerutu Gio
“Eh Bang Gio. Sorry gak lihat tadi” kata Rahmad, malu
“Burem apa !? Dah lah. Ray, gue pamit deh. Tadi bini gue telpon minta di anterin periksa kandungan”
“Oke Bang, makasih yaa” kata Raya
“Sama-sama, gue duluan Mad. Noh, putri kesayangan loe jangan lupa anterin balik” ledek Gio ssambil lalu
“Siap Bang” jawab Rahmad
“Udah sono buru, di tunggu bini loe” sergah Raya
“Iye buluk” kata Gio sambil berlari pergi sebelum lemparan sepatu mengenainya
“Udah Ray, yuk pulang” ujar Rahmad menghalangi Raya untuk melempar sepatunya ke Gio
“Yuk lah!!? Asli ngantuk banget Bang. Dari kemarin belum merem ini” kata Raya sambil sesekali menguap
Telapak tangan Rahmad menutupkan mulut Raya yang tengah menguap.
“Isshh, bau tangan loe” kesal Raya sambil melepaskan telapan tangan Rahmad
Rahmad hanya terkekeh pelan dan mengacak rambut Raya pelan.
“Rambut gue jangan diberantakin, Rahmad anaknya bapak Sueb” geram Raya kesal
--
Sebuah motor bebek memasuki kompleks Bhayangkara. Berhenti pada pos penjagaan.
Meminta izin dan pagar palang di buka oleh petugas jaga.
“Terimakasih”
“Siap, “
Roda motor mulai melaju kembali. Menyusuri tiap rumah yang terlihat sama. Sampai dibelokkan ketiga, motor bebek tersebut berhenti tepat di depan rumah nomor empat puluh delapan dengan pohon mangga kweni didepannya.
“Matur suwun, ngih Pak” (terimakasih, pak)
“Sami-sami, pak polisi. Saya bantu turun, pripun?” tanyanya (sama-sama, pak polisi. Saya bantu turun, bagaimana?)
“Mboten pak, kulo saged pak” jawab polisi tersebut santun (tidak pak, saya bisa pak)
“Inggih, leh ngoten. Niki sampun di bayar kaliyan pesen wau pak” (iya, sudah kalau begitu. Ini sudah di bayar sekalian pesan tadi pak)
Polisi tersebut mengangguk dan merintih pelan. Ternyata kakinya sempat terkilir tadi.
Dari dalam rumah, tergopoh perempuan paruh baya dengan setelan daster batik keluar dengan bayi digendongannya.
“Ya ampun, Ar. Kenapa kamu ini” pekiknya heboh
“Mah, Arya gak apa-apa. Kecelakaan kecil tadi waktu pulang” terangnya dengan tertatih dan menghampiri sang ibu
“Haduh, kebiasaan kamu. Kemarin kena tembakan sekarang kecelakaan. Tuh pelipis kamu luka, baret di kaki dan biru itu lututmu” keluh wanita tersebut
Arya hanya tersenyum kala, mamahnya berbicara. Hal yang selalu ia kangeni dari sosok mamahnya
“Duh, kamu ini dibilangin malah senyum aja. Wes lah sana bersih-bersih terus makan. Mamah udah bawa masakan tadi di dalem" ujar Mamahnya pasrah
“Terimakasih, Mah. Tahu aja Arya lagi laper” kata Arya sambil mencium pelan pipi mamahnya dan berlalu masuk ke dalam rumah
Mamahnya hanya tersenyum kecil dan menimang lagi sang cucu di gendongan.
“Loh, Mah tadi kakak denger suaranya Arya?” Tanyanya
“Oh, iya udah Mamah suruh mandi. Eh, kak nanti sebelum jemput istrimu beliin semangka di depan komplek ya, Mamah pengen makan itu”
“Siap, Bos” jawabnya sambil hormat
Mereka tertawa bersama begitupun bayi delapan bulan di gendongan sang mamah.
--
“Pelan-pelan Ar makannya” kata mamahnya saat Arya tersedak
“Hehe, enak banget masakan mamah. Jarang makan masakan rumah sih”
“Huh, makanya kamu itu sana cari istri, biar ada yang ngurusin. Masak mamah harus kesini tiap minggu. Kasihan papahmu sendirian” sindir Mamahnya
“Uuuh, mamah gak kasihan aku juga sendiri ini” kilah Arya
“Bimo Arya Garendra sana cari istri” pecah suara berat nan tegas dari arah pintu
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam, loh Pah kok nyusulin kesini!?” jawab Mamah merasa heran suaminya datang
“Iya, rumah sepi. Langsung kepikiran pasti lagi di rumahnya Arya”
“Halah, alasan aja tuh. Papah kesepian aja di tinggal Mamah” ejek Arya yang sudah selesai dengan makannya
“Dasar kamu ini!!”
“Sudah, kok berantem sih. Lagian ya, Ar yang dikatakan Papah mu benar loh. Nunggu apalagi kamu” ujar Mamah
Arya hanya diam dan menggeser pelan kursinya dan pergi.
“Arya mau ke ruang kerja dulu ya Mah, Pah”
“Duh gitu deh kalau di singgung masalah istri” keluh Mamah
“Udah, Mah biarin dulu. Papah ada ide nih, Mah buat si Arya” kerling Papah
“Apa Pah?” Tanya Mamah ingin tahu
Kedip jahil dan senyum misterius milik Papah yang biasanya digunakan untuk koordinasi lapangan terlukis disana.
.
.
.
Holaaaa
Hasil revisi nih
Enjoy it gengs
Oh ya jangan lula tap love juga follow akun ku yaa
Bedankt :)