Bagian Dua

3015 Words
Arne menatap dirinya di depan cermin. Setelah dia merasa dirinya sudah bagus dia tersenyum dan memanggil Sally. "Sally!" Panggilan itu langsung membuat Sally masuk ke kamar Arne. "Ada apa Putri?" Tanyanya. "Hari ini siapkan makanan yang banyak. Aku akan makan di tempat Putra mahkota." Perintahnya kepada Sally. "Baik." Sally pun langsung keluar dari kamar Arne. Arne pun langsung keluar dan ingin menuju tempat kediaman sang Putra mahkota, Areez. Dia sudah lama tidak makan di tempat sang kakak. Setelah semalam, dia berniat untuk memulai hubungan yang baik dengan Areez. Arne tersenyum ketika melihat Areez yang baru saja keluar dari kamarnya. Dengan cepat dia sedikit berlari menghampiri sang kakak. "Kakak!" Panggil Arne. Mendengar panggilan itu, Areez langsung menghentikan langkahnya dan tersenyum ketika mengetahui Arne yang memanggil nya. "Ada apa kau pagi-pagi ke sini, Arne?" Tanya Areez kepada Arne. "Aku ingin makan pagi bersama mu. Aku sudah menyuruh pelayan untuk menyiapkannya. Sebentar lagi pasti mereka akan mengantarnya ke ruangan mu. Kau mau kan?" Ucap Arne dengan semangat. Melihat senyuman dan semangat Arne membuat Areez sangat senang. "Baiklah. Aku akan makan bersama mu." Ucap Areez. Mendengar itu, Arne langsung tersenyum dengan lebarnya. "Maaf Putra mahkota, Anda sudah di tunggu oleh Ratu. Jadi sebai--" ucapan salah satu pelayan langsung di potong oleh Areez. "Kau tidak dengar apa yang tadi ku bilang? Pagi ini aku akan makan bersama Arne. Aku akan menemui ibu nanti malam. Kau bisa menyampaikan pesan ku kepadanya." Areez menatap tajam pelayan itu. Melihat itu pelayan langsung menundukkan kepalanya. Sedangkan Arne yang melihat itu langsung menyesali perbuatannya. Kenapa dia tiba-tiba mengajak Areez untuk makan bersama. Ratu pasti akan memarahinya. Pikir Arne. "Aku tidak tau kalau kau di panggil oleh Ratu, kak. Kalau begitu lain kali saja kita makan bersama." Ucap Arne sedikit kecewa. Dia mengembalikkan badannya dan mendapati beberapa pelayan yang sudah membawakan makannya. Melihat itu Arne langsung menyuruh mereka untuk menyimpan makanan itu kembali. "Aku tidak jadi makan dengan Putra mahkota. Kalian simpan saja kembali makanan itu. " Ucapnya. "Tidak. Bawa masuk semua makanannya! Aku akan makan bersama Putri." Areez langsung menyuruh para pelayan untuk memasuki makannya. Mendengar perkataan yang berlawanan itu, para pelayan sedikit bingung. Arne pun menoleh ke belakang. "Kak.. kau lebih baik jumpai Ratu. Aku tidak mau ada masalah nantinya." "Aku bisa menjumpai ibu nanti malam Arne. Jadi sekarang ayo kita makan. Aku sudah sangat lapar." Areez mengelus perutnya. Dan membuat Arne tersenyum. Arne pun berjalan mendekati Areez dan mengandeng tangannya. Dia menoleh ke arah pelayan yang masih berdiri di belakangnya. "Apa yang kalian tunggu? Cepat bawa masuk makannya! Nanti makannya akan dingin." Perintah Arne. "Baik Putri." ucap semua pelayan itu. Mereka pun berjalan memasuki ruangan Areez. Arne masih saja menggandeng tangan Areez. Dan itu membuat salah satu pelayan Areez menatapnya tidak suka. Arne dan Areez menikmati makanan mereka. Canda dan tawa juga mereka lontarkan di sela-sela makan mereka berdua. Hingga tawa mereka berhenti ketika ada tamu yang tidak diundang langsung masuk ke dalam ruangan Areez. "Lihat lah. Kalian selalu melakukannya berdua tanpa mengajakku." Ucap Arthur kepada Arne dan Areez. Arthur juga ditemani oleh Sergio. "Arthur.. duduklah ayo kita makan bersama. Kami juga baru memulainya." Ajak Areez. Mendengar itu Arthur langsung berjalan mendekat dan dia juga menarik Sergio untuk duduk bersamanya juga. Akhirnya mereka berempat makan bersama. Arne masih menatap Arthur dengan kesal. "Kau tau dari mana kami makan disini?" Tanya Arne. "Tentu saja aku tau. Aku tadi melihat Sally membawakan makanan ke tempat kak Areez. Kau tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari ku, Adik." Ucap Arthur dan ia tersenyum jahil kepada Arne. "Oh iya.. bukankah besok kau akan pergi Arne?" Tanya Arthur. "Aku pergi kemana?" "Tentu saja ke Syden. Kau yang akan mengantarkan hadiah ke sana kan? Aku sangat berharap jika Putra mahkota Syden tertarik kepadamu. Jadi kau akan di nikahkan dan pergi ke sana. Hahahaha." Arthur tertawa dengan sangat kencang. Tapi dari mereka berempat hanya dia yang tertawa. Mereka semua hanya menatap Arthur. Sedangkan Arne dia menundukkan kepalanya dan melanjutkan makan. Arthur yang menyadari jika dia berbuat kesalahan langsung diam seketika. "Aku hanya bercanda." Ucapnya. "Kau tampak sangat serius. Kau pasti senang jika aku keluar dari Cayson." Ucap Arne lirih. "Tidak! Bagaimana mungkin aku perkirakan seperti itu. Aku hanya bercanda." "Arne tidak akan pernah keluar dari kerajaan Cayson." Pandangan Arne langsung terarah ke Areez. "Tapi bagaimana jika itu terjadi?" Tanya Arne kepada Areez. "Aku akan menghentikan itu. Itu janjiku kepadamu. " Ucap Areez meyakinkan Arne. Mendengar keyakinan Areez membuat Arne tersenyum tipis. Dia sangat yakin jika Areez akan menepati janjinya. "Aku akan memegang janji mu kak." ---- Arne, Arthur dan Sargon berjalan menuju tempat kediaman masing-masing. Mereka bertiga diikuti oleh pelayan di belakang. Arne sedari tadi tersenyum. Mengingat perkataan Areez kepadanya. "Kau terlihat sangat bahagia hari ini. Kenapa? Karena berjumpa dengan Areez atau karena janji nya tadi kepadamu?" Tanya Arthur kepada Arne. Mendengar itu senyuman Arne langsung lenyap. Dia menatap jengah sang kakak. "Kau pandai sekali membuat orang jadi kesal." Ucapnya. "Aku hanya bertanya. Tidak ada yang salah dengan pertanyaan ku." "Sudah lah. Aku malas berdebat dengan mu." Ucap Arne. Setelah mengatakan itu dia berjalan mendahului Arthur. Tapi langkahnya berhenti ketika Arthur mengatakan hal yang mampu membuatnya terdiam. "Apa kau tau maksud dari Areez ketika dia mengatakan jika kau akan tetap berada di Cayson?" Arne membalikkan badannya dan menatap Arthur dengan tanda tanya. "Karena aku memang akan selalu di sini." Jawabnya. "Kau salah. Kau akan segera menikah, Arne. Kau akan meninggalkan istana ini. Tapi jika kau menikah dengan Areez, kau tentu saja akan selalu di sini. " Arthur tersenyum kepada Arne. Sedangkan Arne langsung membesarkan kedua bola matanya. "Mana mungkin seperti itu." "Kenapa tidak mungkin?" Arthur berjalan mendekati Arne. "Tentu saja karena dia kakak ku. Kami mana mungkin bisa menik--" "Kau tidak tau sejarah Arne? Atau kau pura-pura melupakan sejarah kerajaan Cayson." "Apa maksud mu?" "Raja terdahulu juga menikahi adiknya. Bahkan mereka satu ibu. Kau dan Areez kan beda ibu. Itu akan membuat kalian semakin di setujui. Lagian aku senang jika kau menikah dengan Areez. Kau akan menjadi Ratu Cayson. Ratu Arne. Bukan putri dari selir rendahan." Arne yang mendengar itu langsung menatap tajam Arthur. Dia sangat ingin menampar Arthur. Tapi dia pasti akan terkena masalah nantinya. "Bagaimana bisa kau berkata seperti itu! Selir rendahan katamu?! Akan aku ingatkan kembali. Dia itu ibu mu. Ibu yang melahirkan mu." Arne menekan setiap kata yang ia ucapkan. "Itu lah kesalahannya Arne. Kau tidak lelah? Kau tidak lelah dengan semua hinaan yang kita dapatkan dari Ratu dan para menteri? Karena kita ini anak selir dan tidak akan pernah menjadi lebih." "Kak.. kau sangat berubah." Hanya itu yang keluar dari mulut Arne. Dia bisa merasakan nya. Tatapan mata Arthur berbeda. Seperti ada kebencian di situ. Arne dapat melihatnya. "Aku tidak perduli kau mau menikah dengan Areez atau pun dengan putra mahkota kerajaan Syden. Yang aku pedulikan, kau harus menjadi Ratu. Ratu Arne. Hanya itu yang bisa mengangkat harkat dan martabat kita. Kalau kau tidak mau ibu mu dihina karena dia merupakan seorang selir." Arne tidak bisa berkata apa-apa lagi. Semua perkataan Arthur masih berusaha ia cerna. "Ratu Arne." Setelah mengatakan itu, Arthur berjalan meninggalkan Arne yang masih diam mematung. Sargon yang dari tadi mendengar percakapan antara mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi sebelum ia berjalan melewati Arne, Sargon menggenggam tangan Arne sebentar dan langsung melepaskannya. Arne yang menyadari itu tersenyum tipis. Dia pun berjalan menuju kamarnya. --- Arne menatap pemandangan yang ada di depannya. Dia memejamkan matanya dan menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Besok ia akan pergi menuju kerajaan Syden. Dia masih belum siap. Dia menakutkan semua kemungkinan yang akan terjadi nantinya. Arne tau jika dia akan melanjutkan hidupnya. Cepat atau lambat dia pasti akan menikah dan meninggalkan kerajaan Cayson. Tapi dia masih belum siap. Dan juga dia masih belum siap menerima siapa yang akan menjadi suaminya nantinya. Arne masih belum siap akan semua itu. Dia tau dia hanyalah seorang Putri yang akan menuruti semua perintah sang Raja. Seluruh masa depannya sudah diatur oleh mereka. Dia hanya perlu duduk manis dan menjalankannya. Tidak lebih. "Putri." Mendengar suara itu Arne langsung membuka matanya dan melihat Sally yang sudah berada di samping nya. "Ada apa?" "Ratu memanggil anda ke kediamannya." Tutur Sally. Arne tersenyum tipis. Dia tidak tau apa yang akan wanita tua itu katakan kepadanya. Arne membalikkan badannya dan mendapati salah satu pelayan kepercayaan Ratu yang berada tak jauh darinya. Arne pun berjalan mendekatinya. "Apa yang Ratu inginkan dari ku?" Tanya Arne kepada pelayan itu. Pelayan itu langsung menundukkan badan nya. Tidak berani menatap Arne. "Saya tidak tau Putri. Saya hanya diminta untuk memanggil Anda ke ruangan Ratu." Ucapnya. Arne yang mendengar itu pun langsung menghela napas panjang. "Aku akan ke sana." Ucap Arne. Dia pun berjalan menuju tempat kediaman Ratu. --- Arne memasuki ruangan Ratu dan ia dapat melihat sang Ratu yang sudah duduk menunggunya. Dengan sopan Arne membungkukkan badan, memberi hormat kepada Sang Ratu. Ratu yang melihat kedatangan Arne tersenyum tipis. "Duduklah!" Ucap Ratu menunjuk kursi yang ada tepat di depannya. Arne pun menundukkan kepalanya dan duduk di depan Ratu. "Pelayan." Ratu memanggil pelayannya. Salah satu pelayan pun langsung masuk dan menundukkan badannya. "Buatkan teh untuk kami!" Perintah sang Ratu.. "Baik Ratu." Pelayan itu pun langsung keluar dan menutup pintu kamar sang Ratu. Setelah pelayan itu keluar, Ratu yang menatap Arne kembali tersenyum. "Jangan terlalu gugup seperti itu, Putri." Arne yang mendengar itu langsung menatap Ratu dan tersenyum kepadanya. "Aku tidak terlalu gugup Ratu. Aku hanya penasaran, pembicaraan apa lagi yang akan kau bicarakan dengan ku." "Tidak banyak. Aku hanya meminta agar besok ketika kau sampai di Syden, kau tidak membuat masalah di sana." Ucap Ratu. Arne menatap tidak suka ke pada Ratu. Senyuman yang dia berikan membuat Arne sangat membencinya. Dia tau jika senyuman itu adalah senyuman yang paling palsu. "Tentu saja. Aku tidak mungkin membuat malu kerajaan Cayson. Lagian aku hanya mengantarkan hadiah. Setelah aku memberikan itu semua, aku akan langsung pulang. Tidak perlu berlama-lama di sana." Mendengar perkataan Arne, Ratu langsung tertawa lepas. "Kau tidak perlu terlalu terburu-buru Putri. Nikmati saja perjalan mu di sana. Kau juga harus bertemu dengan Putra mahkota kerajaan Syden. Aku dengar-dengar dia sangat tampan." Ratu menatap menggoda ke arah Arne. Arne yang melihat itu menghela napas panjang. "Aku sama sekali tidak tertarik Ratu. Aku tidak tertarik dengan Putra mahkota itu." Arne tersenyum miring. "Tapi.. aku sedikit tertarik dengan Putra mahkota kerajaan Cayson." Ucapnya dan menatap sang Ratu. Ratu yang mendengar itu langsung menatap Arne dalam. "Apa yang harus ku lakukan, Ratu?" Putri Arne tersenyum senang ketika melihat Ratu yang hanya diam seribu bahasa. Dia sama sekali tidak mengeluarkan perkataan apapun. Melihat itu, Arne berusaha untuk semakin membuat Ratu menjadi marah dan kesal. "Aku dengar-dengar tidak ada salahnya jika aku menikah dengan Putra mahkota Areez. Raja terdahulu juga menikah dengan saudaranya. Jadi aku tidak perlu keluar dari kerajaan Cayson. Aku akan selalu berada di sini. Dan menjaga kerjaan Cayson. Bagaimana menurut mu, Ratu?" Arne menatap sang Ratu yang masih setia dengan kediaman nya. "Kau tidak masalah kalau mempunyai menantu yang lahir dari rahim selir kan, Ratu?" "Putri.. apa yang kau katakan? Kau mencoba untuk membuatku marah?" Arne tertawa mendengar perkataan Ratu. Dia tidak tau kalau respon Ratu hanya seperti itu saja. "Kau tau itu. Aku selalu mencoba untuk membuat mu marah. Jadi untuk apa kau memanggilku?" Arne yang tidak mendengar apapun perkataan Ratu, langsung berdiri. Dia berdiri dan merapikan bajunya. "Kalau begitu aku pamit Ratu. Aku tidak mau membuat kesehatan Ratu memburuk. Aku permisi." Arne menundukkan kepalanya dan berjalan meninggalkan Ratu yang masih diam seribu bahasa. Tetapi sebelum dia membuka pintu, salah satu pelayan yang disuruh membawa teh datang. Pelayan tersebut sangat terkejut ketika mengetahui Putri Arne sudah ingin keluar. Dia langsung menundukkan kepalanya. "Maaf kan saya. Saya terlambat membuat Teh nya." Arne yang mendengar itu pun mendekat kan dirinya. Dia tersenyum kepada pelayan itu dan mengambil gelas yang berisikan teh itu. Dia meminum teh tersebut dan kembali meletakkan cangkirnya di atas nampan. "Kau tidak perlu meminta maaf. Pembicaraan ku dan Ratu hanya sebentar. Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi. Makannya aku pergi." Ucap Arne. Setelah mengatakan itu dia menghadap ke arah Ratu yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. "Teh nya sangat enak Ratu. Terimakasih sudah memberikan nya kepada ku. Lain kali aku akan menuangkan kau teh yang enak juga." Setelah mengatakan itu, Arne langsung mengetuk pintu dan langsung di bukakan oleh pelayan yang menjaga pintu. Ratu hanya bisa diam melihat tingkah laku Putri Arne. Dia merasa bersalah karena sudah membuat Arne menjadi seperti itu. --- Arne berjalan dengan perasaan yang sangat senang. Dia sedikit senang karena dapat membuat Ratu tidak berkutik sama sekali. Senyuman lebar dia pancarkan sedari tadi. "Putri Arne!" Panggilan itu membuat Arne menghentikan langkahnya dan melihat siapa yang memanggil namanya. Sekali lagi dia tersenyum ketika tau jika ibunya yang memanggilnya. Arne langsung berjalan mendekati ibu nya. Dia sudah lama tidak bertemu secara dekat seperti ini. "Ibu! Aku sangat merindukan mu." Ucap Arne kepada Selir Dionne. Ibunya. "Aku juga sangat merindukan mu Putri. Sudah lama kau tidak mengunjungi ku." Selir Dionne membelai rambut panjang Arne. "Maafkan aku ibu. Kalau begitu, bagaimana jika sekarang aku akan mampir ke tempatmu?" "Aku akan sangat senang jika kau mau mampir ke tempat ku." "Tentu saja. Ayo kita pergi!" Ucap Arne dengan semangat. Dia pun menggandeng tangan Selir Dionne. Dan mereka berdua berjalan menuju tempat kediaman Selir Dionne. Sesampainya di kediaman selir Dionne, Arne langsung melihat sekeliling ruangan yang sangat mewah itu. Senyuman tipis selalu ia pancarkan. Tapi satu yang ia sayangkan, ruangan ini sedikit kecil. Beda sekali dengan ruangan Ratu yang ia datangi barusan. Arne sangat ingin ibunya memiliki ruangan yang besar dan mewah. Dia selalu mengharapkan itu. Tapi mengetahui fakta bahwa ia tidak bisa melakukan apapun membuatnya sedikit sedih. "Duduklah Putri." Arne tersenyum dan duduk di depan selir Dionne. "Ibu aku suka sekali dengan kamar mu. Tapi bukankah ini terlalu kecil? Kau perlu berbicara kepada Raja. Supaya dia memberikan mu ruangan yang lebih besar." Ucap Arne kepada Selir Dionne. Selir Dionne hanya tersenyum dan menuangkan teh ke cangkir. "Aku sudah biasa dengan ruangan ini. Dan aku sangat menyukainya. Lagian di ruangan ini banyak sekali kenangan. Aku tidak mau kenangan itu hilang. Jadi aku akan tetap di sini." Jawab Selir Dionne. Arne yang mendengar itu hanya bisa menghela napas panjang. Dia tidak tau harus berkata apa lagi. "Kalau itu yang ibu mau, aku hanya bisa mengiyakan." Ucapnya. "Aku dengar kau akan pergi ke kerajaan Syden besok. Apakah itu benar?" Tanya sang Selir. Arne menganggukkan kepalanya. "Iya itu benar." Dia menghela napas panjang. "Hati-hati lah di sana. Dan aku punya satu saran untuk mu. Jangan pernah bertemu dengan Putra mahkota kerjaan Syden. Baik itu sengaja atau pun tidak sengaja." Arne yang mendengar itu mengernyitkan dahinya. "Kenapa rupanya, Bu?" "Aku takut dia akan tergoda dengan paras mu." Mendengar perkataan itu Arne langsung tertawa. "Ibu itu tidak mungkin. Lagian kalau dia tergoda, apa yang akan dia lakukan? Tidak ada. Jadi ibu tenang saja." Arne berusaha untuk tidak membuat ibunya khawatir. "Kau tidak mengerti. Kau tidak tau kerajaan seperti apa Syden itu. Mereka akan melakukan semua cara agar mendapatkan apa yang mereka inginkan. Aku takut dia menginginkan mu." "Aku akan langsung menolaknya." "Kau tidak bisa melakukan itu." Ucap selir Dionne. "Ibu.. tentu saja aku bisa melakukannya. Aku ini Putri kerjaan Cayson. Aku bis--" ucapan Arne langsung di potong oleh selir Dionne. "Karena kau seorang Putri. Kau tidak bisa menolaknya." "Kau hanya seorang Putri. Bahkan jika kerajaan Cayson menolak itu, mereka pasti akan memberontak. Akan ada perang yang terjadi diantara dua kerajaan. Ibu tau Cayson tidak mungkin melakukan itu. Cayson akan menerima permintaan mereka. Karena jika kau menikah dengan Putra mahkota Syden, kerajaan akan semakin jaya. Karena ada ikatan diantara dua kerajaan. Cayson pasti akan memilih menikahkan mu. Mereka tidak mau membuat kerajaan ini hancur." Arne mencerna setiap perkataan selir Dionne. "Ku begitu, aku akan meminta supaya ayah melakukan peperangan. Aku tidak mau keluar dari istana ini Bu. Aku tidak mau." "Arne.. cepat atau lambat kau pasti akan keluar dari istana. Kau ini Putri. Kau akan menikah dan meninggalkan Cayson." "Tidak ibu. Aku bisa tetap tinggal di sini." "Bagaimana caranya?" "Tentu saja menikah dengan Putra mahkota Areez. Aku akan menjadi Ratu di sini. Kak Arthur berkata seperti itu kepada ku. Dan aku pikir itu ide yang bagus. Aku akan tetap berada di sini. Dan ibu bukan lagi seorang selir. Ibu akan menjadi ibunda Ratu." Ucap Arne dengan sangat menggebu-gebu. Selir Dionne yang melihat itu menghela napas panjang. Dia meraih tangan Arne dan menggenggamnya. "Arne.. itu tidak mungkin. Ratu tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku sudah salah mengasuh Arthur. Dia menjadi sangat tamak. Jangan dengarkan kata kakak mu itu." "Tapi Bu.. apa yang dikatakan Kakak ada benarnya. Ibu tidak mau terus dihina seperti ini kan?" "Arne.. ibu sudah biasa di hina. Ibu rela di hina seperti apapun. Asalkan tidak dengan anak ibu. Ibu tidak mau melihat kedua anak ibu di hina." Arne meneteskan air mata mendengar perkataan Selir Dionne. "Kalau begitu hanya ini jalannya Bu. Hanya jika aku menjadi seorang Ratu. Aku tidak akan menerima hinaan dari semua orang. Kakak juga tidak akan menerimanya. Dan ibu.. juga tidak akan menerimanya." "Arne.. jangan haus akan kekuasaan. Dulu ibu melakukan itu. Ibu haus akan kekuasaan dan tanpa sadar ibu kehilangannya. Kehilangan semuanya. Cukup menjadi orang yang mulia Arne. Ibu tidak meminta kamu menjadi seorang Ratu. Jadi lah wanita yang mulia. Jangan karena kekuasaan, kamu melakukan semua cara. Ibu pernah melakukan itu. Tetapi malah ibu yang jatuh dan kehilangan semuanya. Ibu tidak mau kamu bernasib sama seperti ibu. Ibu tidak mau itu." Arne menghapus air matanya yang jatuh. Dia baru pertama Ki mendengar ibunya berkata seperti ini. "Ibu.. apakah semua ini berat untuk mu? Apakah kau tersiksa berada di sini? Jujurlah kepada ku. Aku tidak mau melihat senyuman palsu mu lagi. Kalau kau tidak bahagia disini, bilang kepada ku. Aku akan melakukan semua cara agar kau keluar dari istana ini. Cukup katakan apa keinginan mu." "Ibu tidak mungkin keluar dari istana ini. Itu tidak mungkin Arne." "Itu mungkin ibu.. aku yang akan mengeluarkan mu dari sini. Jadi amatan jika kau ingin keluar dari sini. Aku Arne, Putri kerajaan Cayson akan melakukan apapun untukmu. Pegang ucapan ku." ---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD