Bab 2: Curhatan Rasa Sakit

1667 Words
*** Setidaknya akan terasa jauh lebih baik dengan mengungkapkan apa yang lo rasakan, lo nggak perlu menduga-duga lagi, rasa sakit itu akan segera sembuh *** Alistair dan Mikayla kini berakhir di kamar hotel Mikayla, pada awalnya mereka hanya menikmati kota Bandung di malam hari dalam diam, menelusuri jalan kini duduk bersisian di sofa masih sibuk dengan pikiran masing-masing. “Jadi apa yang membuat lo menangis seperti orang gila malam ini?” tanya Alistair memecah keheningan yang memenjara mereka. Mereka memang tidak dekat sama sekali. Mereka terjebak di lantai lima PT Maju Sukses kemudian saling mengenal satu sama lain karena kepentingan pekerjaan. “Di tolak itu ternyata rasanya nggak enak sama sekali ya, gue benar-benar nggak pernah membayangkan sesesak sekarang,” ucap Mikayla, mata itu kembali berkaca-kaca, sungguh membayangkan orang yang kita sayangi bahkan cintai akan berbahagia dengan orang lain itu sungguh menyakitkan. Alistair tampak menyandarkan tubuhnya sepenuhnya di sofa, dia juga melewati malam yang berat hari ini, dia lagi-lagi hampir melakukan hal bodoh sebelum dia menemukan Mikayla seperti orang gila di sebuah kafe. “Tidak ada penolakan yang menyenangkan, Mikayla,” ucap Alistair, dia menatap lurus ke depan tanpa menatap Mikayla yang sudah kembali menangis lagi, isakan pilu gadis itu kembali terdengar. “Gue seharusnya tetap diam kan Al tanpa mengungkapkan perasaan gue, kalau gue tetap diam pasti gue nggak akan merasa malu sekaligus merasa begitu sakit seperti sekarang,” ucap Mikayla, salah satu hal lain yang Mikayla sembunyikan sejak pertama kali Bhanu menolaknya adalah rasa malu. Selama ini orang-orang pasti melihatnya seperti gadis serakah yang tidak tahu malu tapi kenyataanya setiap kali dia memperjuangkan perasaanya, Mikayla juga merasa malu walau dia berusaha keras untuk menyingkirkan semua itu. “Tapi akan lebih menyakitkan ketika lo terus menduga-duga, setidaknya lo sudah memperjuangkan apa yang ingin lo miliki dan sekarang lo tahu apa yang dia rasakan untuk lo, bukannya itu terasa jauh melegakan walau menyakitkan, Mikayla?” tanya Alistair, pria itu kini menoleh pada Mikayla, gadis yang terkenal cukup hiperaktif dan ekspresif di kantor itu masih menangis dengan segukkan, entah sudah berapa banyak air mata yang di produksi Mikayla malam ini, Alistair yakin sudah banyak sekali. Gadis ini sepertinya memang benar-benar merasa kesakitan. “Tapi rasanya benar-benar sakit dan sesak banget, Al!” seru Mikayla, gadis itu memukul dadanya sendiri, Alistair yang melihat itu langsung menggenggam tangan Mikayla erat-erat, jika di biarkan terus-menerus, gadis ini bisa menyakiti dirinya sendiri. “Mikayla, rasa sakitnya memang akan terasa beberapa hari ke depan, tapi lo akan baik-baik saja setelahnya dan lo memang harus baik-baik saja, kehidupan harus tetap berjalan Mika walau cinta tidak mendapat balasan,” ucap Alistair, sikap Mikayla memang terkadang seperti anak kecil, gadis yang menangis di hadapannya ini jauh sekali dari kata dewasa. Alistair sering sekali mendengar rengekan dan keluhan Mikayla ketika pekerjaan sudah merepotkannya. “Tapi tetap sakit, gue nggak bisa untuk baik-baik aja!” seru Mikayla, tangis gadis itu semakin pecah, Alistair sedikit menyesal memutuskan untuk mampir ke kamar Mikayla malam ini namun satu-satu hal lain yang bisa Alistair lakukan adalah memilih memeluk Mikayla dengan erat, membiarkan gadis itu menangis sesuka hatinya. Alistair untuk malam ini juga sedang tidak ingin kembali ke kamarnya sendiri. Mendengar Mikayla menangis sepanjang malam ini karena patah hari jelas jauh lebih baik dari pada dia melakukan hal bodoh lagi. *** Saat pagi menyapa, Mikayla terbangun dengan mata yang terasa sangat berat, matanya bertemu dengan dadaa seseorang yang masih terbalut kemeja. Mikayla mencoba mengumpulkan semua kesadarannya, gadis itu kemudian langsung terduduk di sofa ketika menyadari siapa yang dia peluk sepanjang malam, itu Alistair El Fatih Pradipta. Ketika melihat mata pria itu mengerjab perlahan, Mikayla memilih berdiri, sungguh Mikayla sangat kaget. “Kok lo bisa tidur di sini?” tanya Mikayla dengan sangat panik, Alistair tampak menatap Mikayla dengan santai kemudian duduk di sofa. “Lo menangis sepanjang malam, mejadikan bahu gue sandaran dan gue nggak tahu kenapa pada akhirnya kita ketiduran di sofa tapi nggak ada yang perlu lo khawatirkan, gue nggak melakukan apapun,” ucap Alistair, pria itu terlihat mengusap wajahnya lalu mengambil dasinya yang ada di atas meja. Pria itu kembali menatap Mikayla. “Siap-siap, pagi ini jadwalnya nge-gym,” ucap Alistair kemudian pria itu meninggalkan kamar Mikayla begitu saja. Mikayla mengerjabkan matanya, gadis itu meringis pelan ketika melihat wajahnya di cermin, sungguh dia sudah seperti zombie, ini pasti karena dia terlalu banyak menangis. Ekspresi wajah gadis itu mendadak panik ketika beberapa menit yang lalu dia berdiri di hadapan Alistair dengan wajah seperti ini. “Setelah patah hati sekarang terbitlah gue yang malu-maluin!” seru Mikayla memaki dirinya sendiri, seharusnya Mikayla sudah menyadari ini saat dia tidak sengaja bertemu Alistair di kafe. Tapi sekarang nasi sudah menjadi bubur, tidak peduli Alistair akan berpikir apa tentangnya, Mikayla memilih masuk ke dalam kamar mandi, dia harus membersihkan diri dan bersiap untuk berangkat ke tempat Gym hotel ini. “Bhanu.” Mikayla memanggil Bhanu ketika melihat pria itu ingin menuruni tangga, Bhanu tampak menoleh, di belakang Mikayla ada Alistair berjalan santai bersama Safira. “Nu, bisa ubah jadwal lo pagi ini nggak?” tanya Safira, mereka semua kompak menatap ke arah Safira. Mikayla bisa melihat kerutan samar terlihat di kening dua pria yang ada bersamanya. “Rubah jadwal apa? Meeting, lo tanya si Al lah!” seru Bhanu sambil melirik Alistair, pria bule itu pagi ini menggunakan celana olahraga selutut dan baju tanpa lengan, siapapun yang melihat Alistair pagi ini pasti sudah kesemsem dan memikirkan cara untuk mendapatkan pria itu. “Jadwalnya sama seperti awal,” ucap Alistair, mata pria itu melirik Mikayla. Dalam hati pria berwajah dingin itu berdecak kagum, gadis itu sangat-sangat pandai menyembunyikan kekacauan wajahnya. Kemampuan Mikayla dalam memanipulasi wajah patut di acungi jempol. “Btw, Al, lo nggak balik ke kamar lo tadi malam, tidur di mana?” tanya Safira saat mereka menuruni anak tangga satu persatu. Tujuan mereka tetap tempat Gym sebelum nanti sarapan di salah satu coffe shop yang ada di lantai bawah. “Tempat teman,” jawab Alistair, Safira memicingkan matanya, menatap Alistair dengan tatapan penuh curiga. Mikayla yang berdiri tepat di samping Alistair mengalihkan tatapannya ke sembarangan arah. “Beneran tempat teman tapi nggak biasanya lo ninggalin gue sendirian di kamar,” ucap Safira, tangan gadis itu memegang lengan Bhanu karena dia menuruni tangga dengan langkah mundur. Mikayla bisa mendengar Bhanu sesekali berdecak karena Safira hampir kehilangan keseimbangan namun gadis itu seolah tidak peduli dan tetap melancarkan aksinya dengan menatap penuh selidik pada Alistair. Mikayla mati-matian bersikap bodo amat. Wajahnya tiba-tiba memerah karena mengingat Alistair apa yang dia lalui semalam dengan Alistair. “Fira perhatikan langkah kamu,” ucap Alistair penuh peringatan, salah satu tangan Alistair tenggelam di saku celananya. Mikayla dan Bhanu kompak menoleh ketika mendengar Alistair memanggil Safira dengan ‘kamu’, selama bekerja sama, mereka tidak sekalipun melihat Alistair berbicara dengan nada seperti itu pada Safira, kedua orang itu cukup membatasi interaksi namun entah kenapa hari ini keduanya terkesan lebih terang-terangan dan entah kenapa Mikayla merasa cukup terganggu oleh itu. “Bilang nggak, semalam tidur di mana?” tanya Safira, dia kembali menatap Alistair dengan penuh selidik bahkan ketika mereka sudah memasuki tempat Gym yang ada di hotel. Alistair menepuk puncak kepala gadis itu kemudian mulai melakukan pemanasan sebelum mulai melakukan aktivitasnya. Safira mengerucutkan bibirnya namun pada akhirnya, Safira mengikuti gerakan yang di lakukan Alistair. Semua yang di lakukan oleh dua orang itu tidak sedikitpun terlepas dari penglihatan Mikayla. Gadis itu memilih tidak melakukan apa-apa dan duduk dari salah salah satu sofa yang di sediakan di sana. Mikayla sedang tidak memiliki semangat untuk untuk melakukan apa-apa. Dia belum membaik. Gadis cantik dengan rambut di kucir kuda itu memilih berselancar di online shop, Mikayla hanya berharap ketika melihat sesuatu yang menarik bisa menaikkan mood-nya yang sedang memburuk namun sepertinya tidak berhasil sama sekali. Barang-barang mewah yang ada di sana tidak berhasil mengalihkan perhatian Mikayla sedikitpun. Mikayla memilih menutup layar ponselnya dan menatap sekelilingnya, matanya beradu dengan tatapan milik mata indah Alistair dan entah sejak kapan tubuh pria itu sudah berkeringat, Safira juga sudah tidak ada lagi di samping Alistair. Mikayla menelan ludahnya bulat-bulat, entah kenapa Alistair tiba-tiba memiliki pengaruh begitu besar padanya hari ini. Rasanya Mikayla ingin kembali merasakan d**a bidang pria itu, memeluknya sepanjang malam. Mikayla gelagapan ketika melihat satu alis Alistair terangkat, gadis itu menelan ludahnya bulat-bulat dan mengalihkan tatapanya dari Alistair. Pria kutub itu memiliki dampak buruk pada Mikayla. Dia merasa udara yang ada di sekitarnya mendadak panas dan sepertinya mulai hari ini Mikayla harus mengaja jarak dengan Alistair. Derap langkah yang terdengar semakin mendekat membuat Mikayla memejamkan matanya dan merapalkan doa dalam hati, ketika seorang memegang bahunya, mata Mikayla semakin terpejam. “Mika.” Suara itu membuat Mikayla diam-diam bernapas lega. Mikayla menoleh dan melihat Bhanu kini sudah duduk di sampingnya. “Jangan bilang semalam Alistair ada di kamar lo?” tanya Bhanu sambil mengusap keringatnya menggunakan handuk. Mikayla spontan menoleh dan menatap Bhanu dengan wajah terkejut, satu hal yang sangat Mikayla sesali, entah itu memang kemampuan Bhanu atau apa, tapi pria itu selalu berhasil menebaknya tepat sasaran kecuali tetang perasaanya. “Nggak usah sok tahu.” Mikayla menjawab sesantai yang dia bisa. Tapi Bhanu justru menatapnya dengan tatapan paling menyebalkan menurut Mikayla. “Orang lain mungkin akan percaya dengan ucapan lo, tapi maaf, gue memang liat si Al keluar dari kamar lo pagi tadi, masih aman kan, Ka?” tanya Bhanu dengan satu alis terangkat, mata Mikayla semakin membola ketika menyadari ke arah mana ucapan Bhanu. “Gue mendadak sedih lo moveon secepat itu—“ Bhanu menjeda ucapannya dengan tatapan jahil ke arah Mikayla, “tapi sebelum lo kembali membuka hati untuk orang lain, pastikan orang itu benar-benar masih sendiri. Lo nggak mungkin nanti tiba-tiba jambak-jambakan sama Safira hanya karena kalian terlibat dengan pria yang sama, gue khawatir lantai lima nanti berubah jadi lautan api.” Mikayla melihat pada Bhanu, walau Bhanu tak lagi sebaik bulan lalu tapi setidaknya pria itu masih memiliki rasa peduli pada orang lain. “Terimakasih karena sudah mengingatkan gue satu hal penting yang seharusnya nggak terjadi lagi,” ucap Mikayla.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD